Pemborosan Keuangan Negara: Langkah Terbaik adalah Pembubaran BPIP

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Oleh : Prof. Dr. Suteki SH. M. Hum

Pakar Filsafat Pancasila, Hukum-Masyarakat dan Guru Besar Universitas Diponegoro Semarang

MUDANEWS.COM – Prihatin atas apa yang tengah terjadi di negeri ini. Radikalisme dijadikan core program kerja Kabinet Kerja Periode 2 di bawah Presiden Joko Widodo. Penanganan radikalisme yang tidak didasarkan pada konsep yang jelas tentang nomenklatur radikalisme justru telah membuat kegaduhan yang tiada henti. Bagaimana pernyataan para petinggi negeri ini mulai dari Dirjen Dukcapil, MenPanRB, Menteri Agama dan Mendagri terkait dengan issue radikalisme makin membuat kegaduhan di tengah masyarakat.

Pernyataan-pernyataan para petinggi itu lebih cenderung menuduh radikalisme sebagai kambing hitam sengkarut persoalan di negeri ini padahal senyatanya persoalan utama negeri ini penyebabnya adalah ketimpangan sosial (Siti Zuhro, LIPI).

Core Kabinet Kerja tentang radikalisme yang dianggap mengancam Pancasila telah memaksa sistem pemerintahan negara untuk menyediakan perangkat penanganannya antara lain melalui pembentukan UKP PIP yang kemudian menjadi BPIP. Tidak cukup di situ telah disiapkan RUU Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).

Belum cukup sampai di sini, pengaturan BPIP hendak dinaikkan kelasnya dari Keppres menjadi UU dengan segala anggaran yang direncakan. Tempo.co telah menurunkan pemberitaan seputar pagu anggaran BPIP tahun 2021. Lihatlah, dalam situasi krisis pandemi—-bukan krisis ideologi—-tetapi rakyat/negara harus mengeluarkan anggaran yang besar dan itu lebih pada pemborosan keuangan negara.

“TEMPO.CO, Jakarta – 22 Juni 2020 memberitakan bahwa Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) mendapat pagu inidikatif tahun 2021 sebesar Rp 208,8 miliar. Dalam rapat kerja dengan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat hari ini, BPIP tak mengusulkan tambahan anggaran untuk tahun depan. “Anggaran BPIP pagu indikatif 2021 Rp 208.846.742.000,” kata Ketua BPIP Yudian Wahyudi dalam rapat kerja, Senin, 22 Juni 2020.

Di tahun 2020, BPIP mendapat anggaran sebesar Rp 216,7 miliar. Namun anggaran itu dipotong untuk penanganan Covid-19 hingga tersisa Rp 160 miliar.
Yudian mengatakan anggaran sebesar Rp 208,8 miliar tahun 2021 itu akan digunakan untuk dukungan manajemen sebesar Rp 117,7 miliar dan pembinaan ideologi Pancasila sebesar Rp 91,1 miliar. Adapun jika dibagi per eselon, alokasi terbesar untuk Sekretariat Utama BPIP yakni Rp 117,6 miliar.

Menurut saya, membubarkan BPIP adalah langkah yang tepat mengurangi Pemborosan Keuangan Negara. Saya sudah mengusulkannya sejak tanggal 5 Juni 2018 ketika saya bicara di forum ILC Tv One.

Buat apa ada BPIP karena tugas utama pemasyarakatan nilai-nilai Pancasila itu ada di tangan MPR dan selama ini sudah dijalankan melalui program Sosialisasi Empat Pilar. Lihat UU MD3 dan UU PARPOL.

Indonesia tetap lestari dengan Pancasila sebagai Dasar Negara meski tanpa BPIP. Jadi, bubarkan BPIP dan tetap Tolak RUU BPIP dan RUU HIP tanpa Reserve karena goalnya dua UU yang ditentang oleh rakyat ini menunjukkan sebenarnya siapa yang berdaulat atas negara ini, rakyat atau penguasa, atau hanya sekedar partai?

Coba kita renungkan bagaimana fakta yang tengah kita hadapi terkait dengan Kedaulatan Rakyat dalam kasus RUU HIP dan BPIP. Fakta menunjukkan bahwa sebenarnya tuntutan rakyat itu adalah bukan hanya penghentian RUU HIP tetapi oleh karena BPIP yang menjadi episentrum hiruk pikuk dan polemik tentang Pancasila, maka BPIP harus dibubarkan mengingat dipertimbangkan dari sisi manapun tidak ada urgensinya.

Sayang sekali, justru Pemerintah malah mengajukan RUU baru berupa RUU BPIP. Bukankah ini benar-benar menunjukkan bahwa Pemerintah sebagai bagian dari rezim legislator telah meneguhkan adanya pengabaian aspirasi rakyat dalam proses “law making” di negeri ini? Tampak sekali sense of crisis berada di titik nadir. Dan hal ini semakin membuktikan bahwa patut diduga rezim legislator tidak mewakili kepentingan siapa pun kecuali diri dan atau kepentingan partainya.

Miskinnya sense of crisis rezim legislator semakin dibuktikan adanya hasil Rapat Paripurna DPR Kamis, 16 Juli 2020. CNN Indonesia, Jakarta ( 16/7/2020 ) mewartakan bahwa Rapat Paripurna DPR RI resmi mengesahkan sebanyak 37 rancangan undang-undang yang masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020 hasil evaluasi. Salah satu di antara 37 RUU yang masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas 2020 itu ialah RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP).

Rezim legislator ini menurut saya memang sudah keterlaluan perilakunya. Protes MUI, ratusan ormas dan seluruh elemen masyarakat Indonesia tampaknya tidak digubris. Inikah yang disebut kedaulatan rakyat? Inikah yang disebut rakyat berdaulat? Lalu, siapa sebenarnya yang berdaulat dalam sistem pemerintahan negara demokrasi? Rakyat atau pemerintah, ataukah partai?

Benar memang, Rezim Legislator memegang kendali hak budgeting di negeri ini, namun sebaiknya tetap memilki standar rasional dalam perencanaan penganggarannya dan mesti melihat puluhan tahun ke depan, bukan kepentingan reaktif sesaat.

Apalagi sebenarnya program kerja lembaga BPIP telah menjadi tugas utama dari MPR dalam memasyarakatkan nilai-nilai Pancasila. Mengapa pemerintah terkesan tetap bersikukuh melanggengkan BPIP sementara anggaran yang dialokasi sebenarnya bersifat redundant dan oleh karenanya itu adalah pemborosan keuangan negara? Itukah penerapan nilai-nilai Pancasila?

Tabik…!!!

Semarang, Jumat: 11 September 2020

- Advertisement -

Berita Terkini