2 Tahun Bawaslu Kabupaten/Kota Mengabdi Untuk Negeri

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Berangkat dari ketentuan Pasal 1 ayat (17) Undang–Undang Nomor 7 tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, bahwa Badan Pengawas Pemilu yang selanjutnya disebut Bawaslu adalah lembaga penyelenggara pemilu yang mengawasi penyelenggaraan pemilu di seluruh wilayah Negara Indonesia. Bawaslu merupakan Badan yang bersifat tetap, dengan masa tugas anggotanya selama 5 (lima) tahun dihitung sejak adanya sumpah atau janji jabatan

Sejarah Bawaslu

Dalam sejarah pelaksanaan pemilu di Indonesia, istilah pengawasan pemilu sebenarnya baru muncul pada era 1980-an. Pada pelaksanaan Pemilu yang pertama kali dilaksanakan di Indonesia pada 1955 belum dikenal istilah pengawasan Pemilu. Pada era tersebut terbangun trust di seluruh peserta dan warga negara tentang penyelenggaraan Pemilu yang dimaksudkan untuk membentuk lembaga parlemen yang saat itu disebut sebagai Konstituante.

Kelembagaan Pengawas Pemilu baru muncul pada pelaksanaan Pemilu 1982, dengan nama Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilu (Panwaslak Pemilu). Pada saat itu sudah mulai muncul distrust terhadap pelaksanaan Pemilu yang mulai dikooptasi oleh kekuatan rezim penguasa. Pembentukan Panwaslak Pemilu pada Pemilu 1982 dilatari oleh protes-protes atas banyaknya pelanggaran dan manipulasi penghitungan suara yang dilakukan oleh para petugas pemilu pada Pemilu 1971. Karena pelanggaran dan kecurangan pemilu yang terjadi pada Pemilu 1977 jauh lebih masif. Protes-protes ini lantas direspon pemerintah dan DPR yang didominasi Golkar dan ABRI. Akhirnya muncullah gagasan memperbaiki undang-undang yang bertujuan meningkatkan ‘kualitas’ Pemilu 1982. Demi memenuhi tuntutan PPP dan PDI, pemerintah setuju untuk menempatkan wakil peserta pemilu ke dalam kepanitiaan pemilu. Selain itu, pemerintah juga mengintroduksi adanya badan baru yang akan terlibat dalam urusan pemilu untuk mendampingi Lembaga Pemilihan Umum (LPU).

Pada era reformasi, tuntutan pembentukan penyelenggara Pemilu yang bersifat mandiri dan bebas dari kooptasi penguasa semakin menguat. Untuk itulah dibentuk sebuah lembaga penyelenggara Pemilu yang bersifat independen yang diberi nama Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisasi campur tangan penguasa dalam pelaksanaan Pemilu mengingat penyelenggara Pemilu sebelumnya, yakni LPU, merupakan bagian dari Kementerian Dalam Negeri (sebelumnya Departemen Dalam Negeri). Di sisi lain lembaga pengawas pemilu juga berubah nomenklatur dari Panwaslak Pemilu menjadi Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu).

Perubahan mendasar terkait dengan kelembagaan Pengawas Pemilu baru dilakukan melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003. Menurut UU ini dalam pelaksanaan pengawasan Pemilu dibentuk sebuah lembaga adhoc terlepas dari struktur KPU yang terdiri dari Panitia Pengawas Pemilu, Panitia Pengawas Pemilu Provinsi, Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, dan Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan. Selanjutnya kelembagaan pengawas Pemilu dikuatkan melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu dengan dibentuknya sebuah lembaga tetap yang dinamakan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Adapun aparatur Bawaslu dalam pelaksanaan pengawasan berada sampai dengan tingkat kelurahan/desa dengan urutan Panitia Pengawas Pemilu Provinsi, Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan, dan Pengawas Pemilu Lapangan (PPL) di tingkat kelurahan/desa.

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, sebagian kewenangan dalam pembentukan Pengawas Pemilu merupakan kewenangan dari KPU. Namun selanjutnya berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi terhadap judicial review yang dilakukan oleh Bawaslu terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, rekrutmen pengawas Pemilu sepenuhnya menjadi kewenangan dari Bawaslu. Kewenangan utama dari Pengawas Pemilu menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 adalah untuk mengawasi pelaksanaan tahapan pemilu, menerima pengaduan, serta menangani kasus-kasus pelanggaran administrasi, pelanggaran pidana pemilu, serta kode etik.

Dinamika kelembagaan pengawas Pemilu ternyata masih berjalan dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Secara kelembagaan pengawas Pemilu dikuatkan kembali dengan dibentuknya lembaga tetap Pengawas Pemilu di tingkat provinsi dengan nama Badan Pengawas Pemilu Provinsi (Bawaslu Provinsi).

Terbentuknya Bawaslu Kabupaten/Kot

2 Tahun Bawaslu Kabupaten/Kota Mengabdi Untuk Negeri
Logo Bawaslu

Amanah terbentuknya Badan Pengawas Pemilu di tingkat Kabupaten/Kota secara permanen tertuang didalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum di dalam pasal 89 ayat 4 yang berbunyi “Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota bersifat tetap”. Berdasarkan pasal ini Bawaslu Republik Indonesia berkewajiban untuk membentuk Bawaslu ditingkat Kabupaten/Kota. Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum kemudian diturunkan kedalam Peraturan Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2017 Tentang Pembentukan, Pemberhentian dan Pergantian Antar Waktu Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi, Badan Pengawas Pemilihan Umum Kabupaten/Kota, Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kecamatan, Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kelurahan/Desa, Panitia Pengawas Pemilihan Umum Luar Negeri, dan Pengawas Tempat Pemungutan Suara.

Berdasarkan acuan Undangan-Undang dan Perbawaslu diatas Maka Bawaslu Republik Indonesia mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 0435/K.BAWASLU/HK.01.00/VI/2018 tentang Pedoman Pembentukan Bawaslu Kabupaten/Kota yang salah satu amanahnya adalah membentuk tim seleksi calon anggota Bawaslu Kabupaten/Kota yang akan membantu Bawaslu dalam melakukan penjaringan dan penyaringan terhadap bakal calon anggota Bawaslu Kabupaten/Kota yang berkedudukan di Ibukota Provinsi atau Kabupaten/Kota yang ditetapkan oleh Bawaslu yang ditetapkan dengan Keputusan Ketua Bawaslu.

Peran Bawaslu Kabupaten/Kota Dalam Demokrasi

2 Tahun Bawaslu Kabupaten/Kota Mengabdi Untuk Negeri
Bawaslu

Peran sentral Bawaslu Kabupaten/Kota dalam perhelatan Pemilu tahun 2019 sangat penting dan begitu besar kebermanfaatan yang dirasakan dalam iklim demokrasi di Indonesia. Kewenangan yang berbeda dari Panwaslu Kabupaten/Kota menjadi Bawaslu Kabupaten/Kota membuat rasa percaya diri dan optimistis para komisioner yang ada dalam menjalankan tugas dan wewenang dalam pelaksanaan pemilu.

Hal ini dapat terlihat dari jumlah pelanggaran sepanjang pelaksanaan Pemilu tahun 2019 meningkat pesat jika dibandingkan dengan pada pemilu tahun 2014. jumlah pelanggaran yang tercatat di Bawaslu pada pemilu tahun 2019 mencapai 15.052. Berdasarkan data jumlah pelanggaran tersebut naik sekitar 50 persen dari total pelanggaran Pemilu pada tahun 2014 yang berjumlah sekitar 10.754 pelanggaran.

Hasil ini tentu saja hasil kerja keras dan peran besar Bawaslu Kabupaten/Kota sehingga ada peningkatan pengawasan yang begitu signifikan. Ditengah tuntutan dan ekspektasi masyarakat yang begitu besar terhadap kehadiran Bawaslu kabupaten/kota. Bawaslu juga mendapatkan tantangan yang begitu besar dalam melaksanaan tugas, fungsi dan kewenangannya, diantaranya komitmen penegakan hukum yang belum memadai yang dicerminkan oleh belum tersedianya sistem penegakan hukum yang lebih khusus terkait penegakan pidana pemilu, masih rendahnya komitmen peserta pemilu dalam menolak praktek politik uang, penyalahgunaan jabatan dan kewenangan, serta pencegahan konflik yang dicerminkan oleh belum memadainya pengaturan pelaksanaan pemilihan, Pemilu serentak tidak disertai dengan pembangunan kapasitas kelompok-kelompok strategis yang dapat mendukung keberlangsungan pemilu, Mekanisme penegakan hukum yang melibatkan pihak lain, seperti kejaksanaan dan kepolisian, sebagai bentuk respon terhadap pelaksanaan pemilu serentak, belum terbangun secara sistematis, masyarakat apriori terhadap independensi dan kualitas putusan lembaga peradilan akibat terjadinya preseden penegakan hukum, yang berdampak pada keraguan masyarakat dalam penyelesaian sengketa dan pesimisme masyarakat terhadap kinerja Bawaslu yang belum sesuai harapan.

Namun dalam semua persoalan yang disebutkan sebelumnya, Bawaslu memiliki kekuatan penting yang dapat dijadikan pertimbangan dalam menghadapi persoalan-persoalan tersebut, di antaranya adalah: komitmen dan mekanisme sistem pengawasan dalam pencegahan dan penindakan terhadap berbagai bentuk pelanggaran pemilu, yang dapat mencegah konflik politik berujung pada tindak kekerasan, seperti penyalahgunaan jabatan, keberpihakan penyelenggara pemilu, dan mobilisasi politik melalui intimidasi (paksaan) dan iming-iming (bujukan): jabatan, barang, dan uang (money politics), Bawaslu memiliki sumber daya pengawas pemilu yang memiliki kapasitas dan kapabilitas yang memiliki kewenangan dalam menyelesaikan sengketa, Bawaslu juga bisa melibatkan masyarakat dalam Mengawasi Pemilu secara partisipatif. Dan kewenangan terbesar yang dimiliki Bawaslu adalah menjadi satu-satunya lembaga yang menjadi pintu masuk dalam proses awal untuk penegakan hukum pemilu.

Penutup

Dua tahun sudah usia Bawaslu ditingkat Kabupaten/Kota secara permanen terbentuk tentu kehadirannya banyak menuai pro dan kontra dari masyarakat dan tidak sedikit pula permasalaham yang ada di tubuhnya baik secara internal dan eksternal. Namun masyarakat memiliki harapan yang begitu besar terhadap kehadiran Bawaslu di Kabupaten/Kota dan menjaga dan melindungi hak pilih warga negara. Dengan tetap menjaga Sinergitas, Integritas, Mentalitas dan Profesionalitas (SIM-P) Sebagai Penyelenggara Pemilu, Bawaslu akan hadir ditengah tengah masyarakat sebagai setitik cahaya di dalam gelapnya Demokrasi di Indonesia. DIRGAHAYU Bawaslu Kabupaten/Kota Se-Indonesia yang Ke-2 semoga tetap menjadi Pencegah, Pengawas, dan Penindak yang Amanah dalam Demokrasi kita.

Oleh M. Taufiq Hidayah Tanjung, M.Pd

NB :
Penulis Adalah Direktur Pusat Kajian Politik dan Hukum Sumatera Utara dan Juga Saat Ini Menjabat Sebagai Ketua Panwaslu Kecamatan Medan Timur

 

- Advertisement -

Berita Terkini