Dinasti Politik Menghancurkan Demokrasi, Masyarakat Harus Cerdas Memilih

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Akhir tahun ini beberapa daerah di Indonesia akan melaksanakan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak tahun 2020, namun dalam perhelatan pilkada tahun ini sangat banyak ditemukan keluarga penguasa dan elit yang ikut berkontestasi.

Fenomena ini disebut sebagai politik dinasty, Politik dinasti dapat diartikan sebagai sebuah kekuasaan politik  yang dijalankan oleh sekelompok orang yang masih terkait dalam hubungan keluarga. Dinasti politik lebih indenik dengan kerajaan. sebab kekuasaan akan diwariskan secara turun temurun dari ayah kepada anak agar kekuasaan akan tetap berada di lingkaran keluarga.

Tren politik kekerabatan itu sebagai gejala neopatrimonialistik. Benihnya sudah lama berakar secara tradisional. Yakni berupa sistem patrimonial, yang mengutamakan regenerasi politik berdasarkan ikatan genealogis, ketimbang merit system, dalam menimbang prestasi.

Dalam sistem demokrasi ini dinasti politik disebut juga neopatrimonial, karena ada unsur patrimonial lama, tapi dengan strategi baru. “Dulu pewarisan ditunjuk langsung, sekarang lewat jalur politik prosedural.” Anak atau keluarga para elite masuk institusi yang disiapkan, yaitu partai politik. Oleh karena itu, patrimonialistik ini terselubung oleh jalur prosedural.

Secara hukum dinasti politik tidak bisa di cegah dikarenakan tidak ada satupun undang-undang yang mengatur larangan dinasti politik, sebab ikut serta dalam kontestasi politik mutlak menjadi hak setiap warga negara untuk di pilih dan memilih.

Bila tidak bisa dicegah dengan hukum, maka dinasti politik seharusnya dicegah lewat kerja-kerja politik. Partai politik harus memilih calon melakukan penjaringan secara terbuka dan tidak lagi memaksakan diri mengajukan calon yang berasal dari dinasti politik yang miskin kompetensi dan tuna integritas. Karena jika hal itu dilakukan hanya akan mempermalukan partai politik di kemudian hari.

Dalam perhelatan pilkada 2020 ini ada yang menarik dan menjadi pusat perhatian publik dimana ada keluarga elite dan pejabat publik ikut serta dalam kontestasi kepala daerah ,namun yang paling menyita perhatian publik adalah dengan ikut sertanya anak dan menantu Presiden Jokowi dalam kontestasi pemilihan Walikota di Solo dan Medan.

Padahal pengalaman politiknya masih minim, kemampuannya belum teruji, hanya karena berasal dari keluarga presiden sehingga mendapat dukungan yg begitu kuat.

Masyarakat harus cerdas dalam menetukan pilihan, jika masyarakat sudah tidak percaya lagi terhadap calon dari dinasti politik maka masyarakat secara bersama-sama sesuai hak konstitusional yang dijamin oleh UUD 1945 dapat melakukan kampanye untuk mengajak tidak memilih calon dari dinasti politik.

Dinasti Politik membuat orang yang tidak kompeten memiliki kekuasaan. Tapi hal sebaliknya pun bisa terjadi, dimana orang yang kompeten menjadi tidak dipakai karena alasan bukan keluarga. Di samping itu, cita-cita kenegaraan menjadi tidak terealisasikan karena pemimpin atau pejabat negara tidak mempunyai kapabilitas dalam menjalankan tugas.

Maka Dari itu Dinasti politik bukanlah sistem yang tepat untuk diterapkan di Negara kita Indonesia, sebab negara Indonesia bukanlah negara dengan sistem pemerintahan monarki yang memilih pemimpin berdasarkan garis keturunan. Ini mencederai Demokrasi di Indonesia.

Harusnya elite politik dan partai politik memberikan pendidikan politik yang baik kepada publik agar kredibilitas kalian tidak hilang dimata masyarakat.

Penulis : Ridho Alamsyah
(Koordinator Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Se-Nusantara Daerah Sumatera Utara)

- Advertisement -

Berita Terkini