Lika-liku Perjalanan Panjang Tommy Soeharto yang Digulingkan Muchdi PR

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Jakarta – Putra kelima Soeharto ini telah menempuh jalan berliku. Sebelum digulingkan Muchdi Purwoprandjono (PR) dari Partai Berkarya, dia pernah menjadi buron, dicokok Tito Karnavian, hingga masuk gelanggang politik.

Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto, pernah juga memakai nama samaran ‘Ibrahim’, lahir tahun 1962, tinggal dua hari lagi berulang tahun.

Dihimpun dari catatan pemberitaan detikcom hingga Senin (13/7/2020), Tommy berurusan dengan hukum mulai awal era reformasi.

Urusan hukum

Dia menjadi terdakwa kasus tukar guling gudang Bulog dengan kerugian negara Rp 96 miliar. Singkat cerita, pada 22 September 2000, majelis kasasi yang diketuai Hakim Agung M Syafiuddin Kartasasmita menghukum 18 bulan penjara dan denda Rp 30,6 miliar.

Pada 26 Juli 2001, Hakim Syafiuddin Kartasasmita tewas ditembak. Tommy Soeharto menjadi tersangka kasus penembakan Syafiuddin. Tommy menjadi buronan polisi. Dia dicari-cari.

Kepala Satuan Reserse Umum Polda Metro Jaya, Kompol Tito Karnavian, mencari Tommy alias Ibrahim. Dia dan Tim Cobra-nya mengintai persembunyian Tommy di Jalan Maleo, Bintaro. Akhirnya 28 November 2001, Tito mencokok Tommy.

Pada Juli 2002, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis Tommy dengan 10 tahun penjara. Pada 2006, Tommy bebas. Beberapa tahun kemudian, dia melangkah ke gelanggang politik.

Kembali ke politik

Dalam Musyawarah Nasional Partai Golkar di Riau tahun 2009, Tommy sempat diisukan masuk dalam bursa calon ketua umum (caketum). Namun saat itu Tommy kekurangan dukungan sehingga tidak jadi caketum.

Pada 2012, Tommy mendirikan Partai Nasional Republik (Nasrep). Partai ini tidak lolos verifikasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menjadi peserta Pemilu 2014.

Pada 2015, Tommy muncul lagi di perbincangan soal Golkar. Saat itu, Golkar sedang kisruh dilanda perpecahan. Tommy mengusulkan penyelenggaraan munas luar biasa (munaslub) untuk membahas islah. Pembahasan tentang Munaslub ini muncul saat pertemuan antara Tommy Soeharto dan Aburizal Bakrie yang juga dihadiri oleh Ade Komarudin, Fuad Hasan Mansyur, Titiek Soeharto dan Akbar Tandjung.

Pada 2016, Tommy sempat diisukan bakal maju sebagai caketum, namun ternyata tidak menjadi kenyataan. Dia malah mendukung Ade Komaruddin sebagai Caketum Golkar, tapi akhirnya yang terpilih sebagai Ketum adalah Setya Novanto.

Lepas dari Golkar, Tommy mendirikan Partai Berkarya. Partai ini didirikan pada 15 Juli 2016 dan menatap Pemilu 2019. Sejumlah jenderal purnawirawan ikut erapat, yakni eks Menko Polhukam Laksamana (Purn) Tedjo Edhy Purdijatno dan eks Danjen Kopassus Mayjen (Purn) Muchdi Purwoprandjono hingga eks Komandan Pusat Polisi Militer Mayjen (Purn) Syamsu Djalal. Tommy menjadi Ketua Dewan Pembina, Muchdi menempati Ketua Dewan Kehormatan. 11 Maret, Tommy menjadi Ketua Umum Partai Berkarya.

Waktu bergulir, muncul isu Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Berkarya. Munaslub akan digelar pada 11 Juli 2020.

Tommy Sang Ketum mengancam akan mencopot kadernya yang mendesak Munaslub karena itu tidak seesuai AD/ART Partai Berkarya. Namun ancaman Tommy tak mempan, Munaslub tetap digelar di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu (11/7) kemarin.

Tommy datang membubarkan acara itu. Ternyata, Munaslub juga tidak bubar. Malahan, Munaslub bisa menghasilkan ketua umum terpilih. Muchdi PR menjadi Ketum Partai Berkarya yang baru. Tommy digulingkan oleh Muchdi PR.

Sumber : detik.com

- Advertisement -

Berita Terkini