Impeachment Presiden di tengah-tengah Covid-19, Layakkah?

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Pembicaraan mengenai pemakzulan atau Impeachment atau pemberhentian Presiden mulai menghangat kembali setelah adanya diskusi yang digagas oleh Mahasiswa UGM mengenai Impeachment Presiden dipandang dari sisi Hukum Tata Negara. Sebenarnya isu ingin masyarakat yang meminta Presiden untuk mundur bukan sekali ini saja, tapi memang sudah berada pada taraf pembicaraan hingga ke pakar-pakar hukum.

Tentunya kita sudah tahu adanya ancaman dan kriminalisasi yang dihadapi oleh Mahasiswa UGM yang terlibat sebagai Panitia Diskusi online tersebut juga yang dihadapi oleh para pemateri. Ini menjadi duka kita bersama sebagai akademisi dan kaum intelektual melihat masih adanya mereka-mereka yang “belum dewasa” dalam bernegara, dan belum siap menerima perbedaan pandangan. Jika sudah dewasa dalam bernegara, tentunya tidak akan ada ancaman atau kriminalisasi terhadap apapun bentuk diskusi akademik yang bertujuan untuk mencerdaskan anak bangsa.

Kembali berbicara Impeachment atau pemakzulan Presiden di tengah-tengah Covid-19 ini, Pakar Hukum Tata Negara, Dr. Refly Harun mengatakan tentunya sangat sulit jika mengharapkan Impeachment Presiden di tengah-tengah Covid19 ini, karena jika pun terjadi nanti Presiden terpilih yang baru akan beradaptasi ulang dan ini membuat kesulitan tersendiri.

Dia juga mengatakan bahwa ada 3 kategori untuk meng-Impeachment Presiden menurut Pasal 7A UUD 1945 yaitu:
1) Melakukan Pelanggaran Hukum termasuk berkhianat pada Negara dan Korupsi.
2) Melakukan Perbuatan Tercela,
3) Tidak memenuhi syarat lagi sbagai Presiden/Wakil Presiden.
Itulah tentunya yang harus menjadi pertimbangan-pertimbangan utama jika memang Presiden akan dimakzulkan atau diberhentikan.

Jika melihat setiap point pasal pada UUD 1945 tentu adanya pemahaman yang lebih spesifik dalam pandangan hukum, seperti kalimat berkhianat terhadap negara. Berkhianat kepada negara bisa memiliki pemahaman yang luas. Bisa mendirikan negara diatas negara, membuat gerakan untuk melawan konstitusi, atau penulis berpendapat bisa juga kebijakan-kebijakan yang jauh dari nilai Pancasila atau Konstitusi negara dan tindaka-tindakan lainnya.

Pemakzulan Presiden pernah terjadi pada Soekarno pada tahun 1967, Soeharto pada tahun 1998, Habibie dan Gus Dur pun juga dimakzulkan. Pemakzulan yang terjadi tidak terlepas dari kepentingan politik tertentu saja, tentu kita sangat berharap itu semua tidak terjadi.

Kira-kira setelah melihat syarat-syarat pemakzulan Presiden pada UUD 1945 jika merujuk kebijakan-kebijakan Presiden selama dua periode ini yaitu seperti Perppu Ormas Tahun 2017, Omnibus Law yang merugikan rakyat, UU No. 1 tahun 2020 Pasal 27 tentang penanganan Covid-19, UU Minerba, Kenaikan BPJS, pengesahan Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang tidak memasukkan TAP MPR hingga dikhawatirkan munculnya kembali Ideologi Komunis, Hutang negara yang berlipat ganda, pendidikan semakin merosot, kemiskinan meninggi, kriminalisasi terhadap kaum akademik dan pengkritik istana, penerimaan TKA Asing yang terus berjalan dll, apakah bisa dikatakan Presiden saat ini sudah masuk kategori pada kategori nomor satu dalam syarat Impeachment? Salam.

By : Januari Riki Efendi, S.Sos
Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana jurusan Pemikiran Politik Islam UIN-SU dan Pegiat Literasi.

- Advertisement -

Berita Terkini