Demokrasi dan Permusyawaratan (Antara Kebiadaban dan Berpradaban Tinggi)

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Oleh : Ali Wardi SH 
Mantan Aktivis Badko HMI Sumut

MUDANEWS.COM – Musyawarah dan demokrasi adalah metoda, cara manusia menghadapi hidup secara bersama-sama, sebagai makhluk sosial melakukan kebaikan dan menyelesaikan masalah yang timbul di antara mereka. Cara manusia membangun peradaban.

Metoda lahir dari pikiran dan interaksi sosial sesama manusia dan manusia dengan alam.

Keduanya dari latar belakang peradaban yang berbeda dan tentu keduanya diikuti oleh sejarah, bobot dan tabiat masing-masing.

Menyatukan demokrasi dengan musyawarah adalah sebuah kesalahan, itulah masalah yang sedang dialami bangsa ini. Musyawarah tumbuh dan menjadi karakter serta identitas bangsa ini, sedang demokrasi adalah cangkokan dari bangsa lain.

Demokrasi adalah paket metodologi yang sesuai dengan peradaban Barat yang biadab karena peradaban Barat itu sudah meninggalakan Tuhan sejak lama, sedang musyawarah menyatu, fitrah, bersesuaian dan justru diperintahkan oleh Tuhan.

Demokrasi dan Musyawarah bukan sekedar sebuah kata atau metoda yang berdiri sendiri, tapi ia lokomotif dari sebuah rangkaian nilai-nilai dari khazanah alam pikiran dan budi yang berbeda. Sekali lagi, menyatukannya adalah kesalahan fatal bangsa ini.

Demokrasi itu vote, pola kuantitatif untuk mencari kualitatif, sedangkan
musyawarah untuk mufakat itu kualitatif berbasiskan kuantitatif.
Pertanyaannya, mengapa bangsa ini menghinakan diri dengan demokrasi ?

Musyawarah itu adalah mahkota dari sebuah bangsa beradab. Ia mustahil dapat dilakukan oleh bangsa biadab. Untuk dapat menjadikan bangsa ini menggunakan demokrasi dan meninggalkan musyawarah mufakat, yang merupakan jati dirinya, maka bangsa ini harus dibuat dan dijadikan dahulu menjadi biadab.

Apa itu biadab ? Ia adalah masyarakat individualis yang gampang sekali diadu domba, memutuskan silaturahmi dan persaudaraan, mengabaikan kebersamaan bahkan mengabaikan Tuhan.

Demokrasi itu mengabaikan apapun yang punya nilai tinggi dalam habitat musyawarah. Masyarakat pengguna musyawarah mufakat seluruhnya harus didegradasi hingga menjadi masyarakat biadab agar dapat menggunakan demokrasi dengan sempurna sebagaimana biadabnya bangsa-bangsa yang menjadi tempat asal dari demokrasi.

Selanjutnya, mari kita coba refleksi kembali ke belakang, kita untaikan rasa menyelami dimensi sejarah. Kita coba pahami detik demi detik dan denyut demi denyut peristiwa demi peristiwa yang terjadi pada bangsa ini, bagaimana bangsa-bangsa biadab sejak lama sudah memisahkan bangsa ini dengan musyawarah dengan terstruktur, sistematis dan masive sampai kita lupa kepada keunggulan, ketinggian dan mulianya musyawarah mufakat bahkan kita bisa dibuat lupa kepada diri kira sendiri. *

- Advertisement -

Berita Terkini