Potret Pemimpin Muda

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Beberapa kali saya membaca postingan di media sosial atau berita media mainstream dan bertemu secara langsung dengan anak-anak muda dengan usia di bawah 40 tahun atau 45 tahun yang berniat akan maju pada perhelatan pesta demokrasi pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota pada 2020 rasa kekaguman saya begitu saja hadir dan mengalir.

Tentu saja banyak alasan bagi saya untuk mendiskusikan tentang anak muda di panggung pilkada. Selain melihat pengharapan kita pada idealisme praktik demokrasi juga ingin memotret tentang kesiapan kita menyongsong lahirnya para pemimpin muda.

Idealisme Anak Muda

Tentu saja ada beberapa alasan yang menyebabkan saya menaruh rasa kagum pada anak-anak muda yang bersiap maju di panggung Pilkada.

Pertama, secara sosiologis-politis bila ditinjau dari teori arena, dimana ketika demokrasi berpegang pada prinsip bahwa masyarakat atau pemilih dijadikan sebagai arena maka hanya yang memiliki sumber daya politik dan ekonomi yang akan menguasai arena dan memenangkan pertarungan.

Logika sosiologis-politis semacam itu tidak akan terbantahkan dan bagi kalangan anak-anak muda yang umumnya memiliki keterbatasan suber daya politik karena bukan pemilik atau penentu kebijakan politik dan keterbatasan sumber daya ekonomi karena keterbatasan finansial dan kapital masih meyakini bahwa demokrasi tidak sekadar penguasaan arena dan dimilikinya sumber daya politik dan ekonomi tetapi ada faktor-faktor lain yang menjadi acuan atau preferensi.

Kedua, era milenial yang ditandai dengan munculnya atau bangkitnya gerakan profesional para anak-anak muda yang bukan saja siap mengisi lapangan pekerjaan baru tetapi juga siap menciptakan lapangan pejerjaan dengan berbagai kreasi, inovasi dan prestasi ditunjang oleh perkembangan revolusi industri 4.0 merubah cara pandang, acuan atau preferensi politik anak-anak muda untuk menjadi a politis.

Sementara para anak-anak muda yang terjun ke dunia politik dan bersiap memasuki arena pertarungan politik pada Pilkada 2020 meyakini bahwa pemilih anak muda yang a politis, apatis atau masa mengambang yang mayoritas dari kalangan anak muda dengan jumlah usia produktif mencapai 60 persen dari jumlah penduduk sebagai dampak dari bonus demografi diyakini akan berpartisipasi aktif secara politik dengan memilih para calon dari kalangan anak muda di panggung Pilkada.

Sepertinya anak-anak muda yang tengah bersiap maju pada Pilkada 2020 percaya dan meyakini bahwa sumber daya dan investasi sosial anak-anak muda yang aktivis dan keotentikan serta idealisme yang merupakan kekayaan terakhir dari para anak muda adalah sumber daya utama untuk memenangi Pilkada bukan lagi sekadar bersandar pada sumber daya politik dan sumber daya ekonomi semata.

Kebutuhan dan Harapan

Pertanyaan yang layak untuk diajukan terhadap kepercayaan dan keyakinan dari para anak muda yang bersiap maju di panggung Pilkada adalah seberapa besar daya dukung, potensi dan strategi secara internal dan eksternal calon kepala daerah dari kalangan anak muda dapat memenuhi apa yang menjadi kebutuhan dan harapan masyarakat pemilih dapat dipenuhi bila kelak terpilih menjadi kepala daerah.

Untuk menguji daya dukung dan potensi anak muda terhadap kebutuhan dan harapan masyarakat pemilih itu yang menjadi indikator apakah demokrasi lokal kita dikuasai oleh kepentingan politik dan ekonomi semata atau berdasarkan kedaulatan rakyat yang ditandai dengan keyakinan para pemilih pada calon anak muda yang secara idealisme kelak memenuhi kebutuhan dan harapan mereka.

Bagaimana para calon kepala daerah dari kalangan anak muda memiliki daya dukung, potensi dan strategi meyakinkan para pemilih bahwa kelak bila terpilih maka seluruh kebutuhan dasar (physiological needs), kebutuhan rasa aman (safety needs), kebutuhan sosial (social needs), kebutuhan akan harga diri (esstem need) dan kebutuhan aktualisasi diri (self actualization) sebagaimana teori kebutuhan berdasarkan Abraham H. Maslow (1943) dari para masyarakat pemilih dapat terpenuhi.

Hal selanjutnya yang perlu menjadi pertimbangan bagi para calon kepala daerah dari kalangan anak muda adalah bagaimana daya dukung, potensi dan strategi yang dimiliki untuk meyakinkan para pemilih bahwa kelak bila terpilih menjadi pemimpin atau kepala daerah akan merealisasikan apa yang menjadi harapan masyarakat pemilih berdasarkan teori harapan Victor H. Voorm (1964).

Bahwa intensitas kecendrungan untuk melakukan dengan cara tertentu tergantung pada intensitas harapan bahwa kinerja akan diikuti dengan hasil yang pasti dan daya tarik dari hasil kepada individu.

Orang-orang akan termotivasi untuk melakukan hal-hal tertentu guna mencapai tujuan apabila mereka akan mengarah pada pencapaian tujuan tersebut.

Penutup

Kita tengah menunggu potret macam apa yang akan disuguhkan oleh para calon kepala daerah dari kalangan anak muda di panggung Pilkada 2020.

Apakah dengan keterbatasan sumber daya politik dan sumber daya ekonomi para anak muda yang berada di panggung Pilkada nantinya di 2020 menampilkan potret politik demokrasi yang mengagumkan dan mempesona dengan menjaga idealismenya.

Atau justru mempraktikkan demokrasi dengan politik transaksional melalui para investor politiknya dengan membayar kontan semua di depan apa yang menjadi kebutuhan dan harapan para pemilih.

Sehingga ketika kelak menjadi pemimpin lokal atau daerah mempraktikkan rent seeking, shadow state, ologarki politik model baru dan politik patron and clien relationship.

Pada tarik menarik antara idealisme yang menjadi kekayaan terakhir bagi para anak muda dan pemimpin muda dengan politik transaksional itulah kita diajak ikut aktif menjadi pelaku dan penentu utamanya. Lake and Share. [WT,05/03/202]

Oleh: Wahyu Triono KS
Dosen FISIP Universitas Nasional Founder SSDI dan LEADER Indonesia

- Advertisement -

Berita Terkini