Indonesia Ini Sebenarnya Negara Apa?

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Saya sampai sekarang masih bingung dengan corak negara Indonesia ini yang saya lihat masih tidak konsisten dalam menerapkan dasar negaranya. Yaa secara de jure memang negara ini berdasarkan Pancasila, tapi secara de facto negara ini jauh dari pengamalan Pancasila.

Seperti yang dikatakan oleh Sujiwo Tejo dalam salah satu acara televisi Indonesia Lawyers Club (ILC) dia mengatakan, “kalau pancasila itu ada, seharusnya BPJS gk naik, pendidikan murah dan bahan pokok tidak selalu naik” begitulah kira-kira dalam bahasa saya ungkapan Sujiwo Tejo.

Founding Fathers negeri ini sudah sepakat mencetuskam dasar negara Indonesia adalah Pancasila hingga bertahan sampai sekarang. Tetapi ketika dicetuskan saya yakin bahwa founding fathers negeri ini memiliki dasar yang kuat dalam mempertahankan NKRI ini dari gangguan setiap pihak-pihak yang akan merusak NKRI ini.

Tetapi saya kira saat ini Pancasila hanya jadi guyonan semata bagi pejabat negeri ini, dan bohong jika dikatakan para pejabat negeri ini benar-benar menjunjung tinggi Pancasila. Jika Pemerintah memang menjunjung tinggi Pancasila, tidak akan muncul istilah “salam pancasila” yang mengusik kaum beragama di negeri ini yang sudah dijaga oleh Pancasila itu pada poin pertamanya. Belum lagi ini diawali dari pernyataan Ketua BPIP yang menyatakan musuh terbesar Pancasila adalah agama. Ini tentu bertentangan dengan semangat Pancasila itu sendiri yang menjunjung tinggi agama.

Jika kita katakan negeri ini lebih mirip negeri liberalis yang berusaha memisahkan agama dengan pemerintahan pasti banyak yang tidak sepakat. Tapi itulah realitanya, orang-orang beragama di negeri ini dilarang memilih karena perintah agama, hingga muncullah pernyataan Ahok yang menyatakan “jangan tertipu dengan Al-Maidah 51”. Dan ini berbuntut panjang, terpecahlah kubu yang menggunakan fatwa ulama dalam politik dan sisi pemerintah sendiri berusaha mempertentangkan itu.

Negeri ini seperti negeri Kapitalis, dimana kaum buruh digaji kecil, honorer guru berpuluh-puluh tahun bekerja tapi gaji tak pernah meningkat. Perusahaan-perusahaan menetapkan outsourching sesuak hatinya, gaji masyarakat juga kadang jauh dari kerja yang dilakukan. Bukankah ini menyalahi semangat Pancasila yang menyatakan “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Belum lagi kita berbicara adab, tentunya jauh dari yang diharapkan. Masih banyak Korupsi, Kolusi dan Nepotisme di negeri ini, dan ini diamini oleh Partai-Partai Politik, hingga dengan semangatnya melindungi Koruptor yang berada satu Partai dengan mereka.

Jika berbicara Persatuan, isu-isu pemisahan Agama dan Nasionalis bukan hal yang asing dinegeri ini. Kadang diciptakan untuk memecah belah rakyatnya sendiri, entah untuk keuntungan siapa, kita tidak tahu. Keadilan juga bukan hal yang indah di negeri ini, seorang pencuri coklat bisa dipenjara setara dengan koruptor, hukum tumpul keatas dan tajam kebawah.

Apakah negeri ini negeri komunis? Ini yang paling ditentang, tapi kenyataannya negeri ini tidak selalu menganggap Tuhan ini ada, para pejabat negeri ini disumpah dengan Kitab-Kitab kepercayaannya, tapi setelah sumpah, layaknya manusia tak bertuhan menindas rakyat dengan kebijakan-kebijakan yang kontra keadilan sosial. Mereka menyembah jabatan dan uang, serta golongan. Rakyat dinomor seribukan, bahkan tak dianggap ada. Biarlah mereka kenyang.

Setelah menulis berbagai realita tetap saja kita bersikeras bahwa negeri ini negeri Pancasila, tak mampu menerima kenyataan bahwa Pancasila hanya tinggal gambar burung dan tulisan, selebihnya, tidak ada.

Lalu, negeri ini negeri apa? Bisa dikatakan negeri yang penuh kebohongan. Kebohongan pejabatnya dalam mengakui Pancasila sebagai Dasar Negara tapi pengaplikasiannya layaknya kaum Liberal, Kapitalis dan Komunis.
Semoga negeri ini terbebas dari para penjual-penjual Nama Pancasila untuk kepuasan perutnya.

Penulis : Januari Riki Efendi, S.Sos
Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana jurusan Pemikiran Politik Islam UINSU dan Pegiat Literasi.

- Advertisement -

Berita Terkini