India dan Politik Diskriminatif

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Ada yang salah dengan Undang-Undang di India yang belum lama ini di sahkan oleh Perdana Menteri Narendra Modi. Narendra Modi sendiri adalah Perdana Menteri India yang berasal dari partai sayap kanan nasionalis Hindu, Bhartiya Janata Party (BJP). Konflik horizontal yang terjadi di India bermula dari penolakan baik oleh oposisi dan masyarakat Muslim di India. Bagaimana mungkin Undang-Undang ini tidak menggelisahkan umat Muslim, karena sama sekali ini menunjukkan sikap diskriminatif pemerintah India terhadap Umat Muslim disana.

Ada 3 Undang-Undang yang disahkan oleh Perdana Menteri, yaitu :
1. Citizenship Amendment Bill (CAB). CAB ini sendiri berbunyi mengenai Tujuan undang-undang ini adalah menawarkan amnesti kepada imigran gelap non-Muslim yang berasal dari tiga negara tetangga, Pakistan, Bangladesh dan Afghanistan.

2. Pasal 370 Kashmir. Sebuah ketetapan konstitusi, yang disebut Pasal 370, menjamin otonomi besar dan status khusus bagi kawasan yang mayoritas penduduknya Muslim ini. Tahun 2019, pemerintahan Modi memutuskan untuk mencabut Pasal 370, dan ini memunculkan kekhawatiran adanya kerusuhan. Bagi banyak warga Kashmir, Pasal 370 merupakan justifikasi agar mereka tetap menjadi bagian dari India. Dengan mencabut pasal ini, BJP mungkin mencoba mengubah demografi di negara bagian dengan mayoritas Muslim ini dengan cara memberi hak kepada penduduk non-Muslim untuk membeli properti dan tinggal di kawasan itu secara permanen.

3. National Register of Citizens (NRC)
NRC merupakan daftar penduduk di negara bagian Assam yang bisa membuktikan diri bahwa mereka datang di India sebelum tanggal 24 Maret 1971, sehari sebelum Bangladesh memisahkan diri dari Pakistan.

India dan Politik Diskriminatif
Perdana Menteri India Narendra Modi

Penduduk di sana kebanyakan suku Bengali dan Assam, serta sejumlah suku-suku lain. Sekitar sepertiga dari 32 juta penduduk Assam adalah Muslim, membuat negara bagian ini menjadi negara bagian dengan proporsi Muslim terbesar kedua di India – sesudah Kashmir. Kebanyakan dari mereka adalah keturunan dari imigran yang telah tinggal di sana sejak masa kolonialisme Inggris. Mereka berkata kini mereka menjadi sasaran negara dan pemerintah federal. (dikutip BBC World Service, 12/12/19)

Ketiga Undang-Undang itu baik yang disahkan ataupun yang dicabut oleh pemerintahan Modi menjadi pucuk utama konflik yang terjadi di India. Dari ketiga Undang-Undang itu yang paling diskriminatif adalah pengesahan Citizenship Amendment Bill (CAB). Bunyi Undang-Undang tidak asing seperti Undang-Undang yang ditetapkan oleh Donald Trump ketika awal-awal menjabat sebagai Presiden USA dalam menanggulangi Imigran yang datang dari negara mayoritas Islam. Undang-Undang ini seperti “membebek” dari Undang-Undang tersebut. Ditambah lagi kehangat Modi dengan Donald Trump tentu saja memunculkan spekulasi kearah sana.

RUU kewarganegaraan tersebut muncul setelah keputusan Mahkamah Agung yang menyerahkan kelompok-kelompok untuk mengendalikan situs Hindu yang diperebutkan, di mana sebuah masjid abad ke-16 dihancurkan oleh para fanatik Hindu pada tahun 1992 untuk pembangunan sebuah kuil di sana.

Kemudian RUU sah pada 11 Desember 2019 dan memicu demonstrasi luas di negara bagian timur laut Assam, karena para pengunjuk rasa khawatir migran ilegal dari negara tetangga Bangladesh yang mayoritas Muslim menjadi penduduk legal.

India dan Politik Diskriminatif
Ilustrasi

Tentu konflik India-Pakistan menjadi dendam yang tertanam kuat menjadi konflik agama di India. Kashmir, New Delhi, dan tempat-tempat lainnya menjadi lapangan berdarah bagi rakyat muslim yang memprotes dengan ekstremis Hindu yang mendukung RUU hasil Buatan Modi.

Bukankah mereka yang membantai Umat Islam yang hanya menyuarakan hak-haknya adalah lebih mengerikan dari seorang teroris? Bayangkan, pemerintah yang dikomandoi Polisi ikut bersama membantu ekstremis Hindu untuk membantu membantai umat Islam disana?

Bukankah pemerintahan yang menghalalkan pembantaian terhadap kelompok tertentu adalah pemerintah yang Rasis, Fasis dan intoleran. Pemerintahan India dibawah Partai BJP yang dikomandoi Mondi adalah pemerintahan Teroris dan diskriminatif, walaupun alasan demi alasan yang disampaikan oleh Modi yang mengatakan umat Islam tidak perlu cemas, tetap dasar UU itu telah menyakiti dan mendiskriminasi kebebasan beragama dan mengancam identitas umat Islam disana.

Lalu, bagaimana tanggapan Dunia? Saya kira sudah selayaknya Modi dan Partainya dibawa ke Mahkamah Internasional untul diadili atas pembantaian demi pembantaian yang terjadi akibat keputusan politiknya? Apakah bisa? Waalahu alam bissawwab.

Penulis : Januari Riki Efendi, S.Sos
Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana jurusan Pemikiran Politik Islam UINSU dan Pegiat Literasi.

- Advertisement -

Berita Terkini