HMI di Persimpangan Jalan

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Kemarin tepat tanggal 05 Februari 2020 seluruh kader Himpunan Mahasiswa Islam ber-euphoria dalam merayakan Dies Natalis yang ke-73 organisasi mahasiswa terbesar di Indonesia ini. HMI lahir pada tanggal 05 Februari 1947 dua tahun setelah kemerdekaan Indonesia. Ayahanda Lafran Pane sebagai tokoh nasional penggagas berdirinya organisasi ini.

Usia HMI saat ini sudah 73 tahun, sudah sepuh jika diibaratkan usia seorang manusia. Usia ini memang belum genap 100 tahun, tapi sudah bisa dikatakan matang dalam menghadapi berbagai dinamika pergerakan dalam ranah mahasiswa. HMI adalah organisasi yang mahasiswa yang besar, yang berisi banyak kader-kader yang ikut berperan aktif dalam percaturan politik di negeri ini. Banyak kader-kader lulusan HMI pasti menjadi pemimpin yang mumpuni dalam bidang apapun.

Tapi penulis sama sekali tak tertarik untuk menjelaskan romantisme keperkasaan pragmatisme politis yang dilakukan para kadernya di kancah nasional. Yang ingin penulis jelaskan adalah, dengan usia 73 tahun, masihkah HMI sebagai organisasi mahasiswa yang bernafaskan keislaman dan keindonesiaan ini mampu menjadi organisasi keummatan dan kebangsaan? Ditengah-tengah menipisnya nilai-nilai idealisme di dalam tubuh HMI?

Dahulu HMI ditakuti oleh PKI dan sempat akan dibubarkan oleh bung Karno, tapi HMI masih eksis dalam pergerakan melawan kezaliman. Dahulu kader-kader HMI garda terdepan dalam melawan Orde Baru hingga ikut berperan dalam melahirkan Reformasi.
Inilah HMI, siap bertempur dalam melawan penindasan dan kezaliman. Bergerak dengan sepenuh hati untuk melawan stigma dan penindasan. Bukankah kita merindukan ini semua?

Penulis berusaha menggambarkan HMI ini dalam bait-bait kalimat :

73 tahun usia mu wahai Himpunan ku tapi engkau masih saja menampung penyamun, kader-kader yang hanya menggunakan nama mu untuk mengenyangkan perutnya semata. Engkau masih saja menampung kader-kader yang jauh sisi Keislamannya dan bodoh dalam memahami nilai-nilai kebangsaan mu, mungkin ikut meruntuhkan agama mu ini juga bangsamu.

Engkau masih saja menampung kader-kader buta khittah perjuangan dan Nilai-nilai dasar dalam perjuangan. Engkau masih saja menampung kader-kader yang senangnya hanya berpolitik praktis, dan senang dengan pola gerbong-gerbong dalam politik. Engkau masih saja menampung kader-kader yang anti-membaca, minim pengetahuannya bahkan membenci diskusi. Engkau masih saja menampung kader-kader yang senang berjabat tangan dengan pejabat tapi anti duduk dengan rakyat, katanya ini strategi untuk rakyat juga, tapi padahal ketika nanti menjabatpun tak mampu membuat rakyat tenang.

73 Tahun usia mu himpunanku, tapi banyak sekali kader-kadermu yang tak mengerti kalimat turut Qur’an dan Hadist dalam Hymne mu yang setiap saat dinyanyikan ketika acara-acara mu. Banyak sekali kader-kader mu yang katanya loyal kepadamu, cinta kepadamu, tapi tak tau apa-apa mengenai aturan mu. Banyak sekali kader-kader mu yang bersumpah ketika dilantik tapi kitab suci Agamamu dijadikan permainan ketika selesai pelantikan.

Jangan sampai di usiamu yang ke 73 Tahun ini, engkau berada dipersimpangan jalan, bahkan dipinggir jurang karena kader-kader mu.

Tapi walaupun begitu masih banyak kader yang mencintaimu dengan tulus, bergerak karena umat, menanamkan sikap-sikap keislaman dan kebangsaan dalam setiap pergerakannya. Masih ada yang tak menjual mu demi perutnya semata.
HMI ku sayang, HMI ku malang.

Begitulah penulis menggambarkan HMI dalam bait-bait kalimat. Semoga HMI terus jaya dan mampu terus berkontribusi ditengah-tengah dinamika ummat dan bangsa. Dan mampu melahirkan kader-kader umat yang berkualitas dan jauh dari kepentingan individual dan kelompok tapi mementingkan kepentingan Umat dan Bangsa. YAKUSA

Oleh : Januari Riki Efendi, S.Sos
Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana jurusan Pemikiran Politik Islam UINSU dan Pegiat Literasi.

- Advertisement -

Berita Terkini