Negeri Rampok Dirampok

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Suatu hal yang wajar negeri ini tak akan pernah sehat walau pejabat politiknya berpura-pura menutupi keburukan para elitnya. Para pejabat selalu berucap kontradiktif dari kenyataan dan realita yang terjadi. Yaah, inilah negeri para ketua. Negeri dengan beribu pejabat politik tapi minim negarawan, negeri dengan hasil retotika semata para pejabatnya dan minim ilmu moralitas.

Negeri ini banyak perampoknya, dari kelas elit sampai kelas teri. Tapi perampok-perampok kelas elit inilah yang menarik untuk dikaji. Pejabat negeri ini tidak pernah lelah dan bosan melakukan transaksi hitam demi sejengkal perutnya, berbicara layaknya malaikat ketika di layar TV tapi bejatnya bukan main dibelakang layar TV.

Sebut saja kasus yang sedang hangat, yaitu kasus Wahyu Setiawan seorang Komisioner KPU yang tertangkap tangan (OTT) kasus korupsi oleh KPK, dan diduga telah menerima suap sebanyak 900 juta oleh salah satu Kader PDIP untuk memuluskan dirinya masuk parlemen kala Pileg 2019. Yaa Wahyu Setiawan tentunya telah mencoreng lembaga independen negeri ini dengan melakukan transaksi “haram” yang seharusnya tak boleh terjadi.

Lagi, ada kasus yang sangat hangat dan kasus ini bisa disebut Mega Kasus, karena kerugian rakyat mencapai 13 triliun lebih. Yaitu kasus Jiwasraya, kasus yang mengalahkan skandal Bank Century saat ini. Kasus ini luar biasa, hingga merugikan rakyat tak tanggung-tanggung, pemegang polis asuransi rugi ratusan hingga milyaran rupiah. Tentu perampok yang dalam kasus ini bukan main-main. Merampok uang rakyat tak tanggung-tanggung. Entah pendidikan moral yang salah ketika di sekolah atau dikampus seakan-akan tak sedikit orang cerdas di negeri ini melakukan tindakan “merampok” uang rakyat.

Moralitas menjadi urusan belakangan ketika kepentingan pribadi dan kelompok menggerogoti isi hati dan otak. Negeri ini tak habis-habisnya mencetak kader “culas” “perampok” dan “penipu”. Padahal negeri ini memiliki Pancasila dan UUD 45 yang sangat ideal jika diikuti dengan benar. Tapi tak disangka, mereka yang merasa Pancasilais itulah yang nyatanya merampok negeri ini.

Bagai buah simalakama, negeri yang berkumpul para perampok ini ternyata juga dirampok, dirampok sumber daya alamnya oleh negeri Tirai Bambu yang selama ini dielu-elukan dan dianggap “dewa” penyelamat investasi di negeri ini. Tiongkok adalah investor terbesar di Indonesia, wajar saja disebut “sahabat” oleh pejabat negeri ini. Tapi sayangnya negeri ini tak bisa membedakan bagaimana bersikap terhadap sahabat, pencuri, atau sahabat yang mencuri.

Bahkan Presiden juga mengatakan tidak ada kapal asing di teritorial Natuna, yang ada adalah di Zona Ekonomi Eksklusif. Ini membuat rakyat bertanya, apa bedanya? Padahal ZEE juga seharusnya tak diganggu oleh Kaal Asing manapun. Tetap saja bagai singa yang hadir langsung di Natuna, tapi pernyataannya layaknya anak Bayi yang disumpal mulutnya dengan permen. Sekali lagi tak heran negeri ini dirampok, karena mental pejabatnya pun mental perampok.

Mari berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa agar negeri ini dihindarkan dari para perampok. Salam.

Penulis : Januari Riki Efendi, S.Sos
Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana jurusan Pemikiran Politik Islam UINSU dan Pegiat Literasi.

- Advertisement -

Berita Terkini