Orator Non Background

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Demonstrasi merupakan satu di antara beberapa cara atau bentuk menyampaikan aspirasi yang identik mengatasnamakan ataupun memperjuangkan hak kaum tertindas.

Demonstrasi biasa dilakukan di gedung DPR ataupun DPRD yang dianggap prasarana penyampaian aspirasi melalui orang-orang yang “nge-klaim” sebagai wakil rakyat.

Dalam penyampaian aspirasi tentu kreatifitas atau cara-caranya pun beragam pula mulai dari musikalisasi, teatrikal hingga orasi yang berapi-api membakar semangat rekan-rekan demonstran.

Nah, ada yang menarik teman-teman sekalian. Disebuah daerah yang bukan ibukota provinsi, ada seorang orator yang selalu mencuri perhatian demonstran. Silahkan baca sampai habis ya, nanti namanya saya beri tau.

Lanjut ya, orator tersebut berasal dari kaum minoritas demonstran yaitu perempuan. Beliau seorang “demonstran” aktif sejak semester I dikampus yang satu satunya terletak di jalan lintas sumatera.

Orator perempuan ini, setiap memegang toa aspirasi, dengan semangat milenial selalu menyampaikan dengan lantang dan menantang. Terakhir kali, tampil dipanggung orasi yaitu saat aksi pembebasan rekan mahasiswa yang ditahan oleh pihak kepolisian.

Yang menariknya bagi saya bukan terletak diorasinya, melainkan asal-usulnya. Sudah menjadi hal yang biasa apabila orator laki-laki maupun perempuan apabila memiliki latar belakang organisasi. Akan tetapi tanpa latar belakang orator inilah yang membuat dirinya berbeda atau ciri khas tersendiri sehingga berbeda dengan orator lainnya. Karena kalau orator telah memiliki latar belakang, mungkin hal yang wajar, karena bisa saja ada semacam pelatihan orator atau manajemen aksi gitu.

Mungkin pengalaman lama-lama diaspal itu mungkin yang mempengaruhinya hingga sampai ketitik tersebut. Dan tambahan, beliau sedikit berbeda dengan perempuan lainnya. Perbedaan itu bisa dilihat dari minuman favoritnya yaitu “Double Espresso”. Kerenlah diajak sebagai kawan ngopi.

Hingga “dipenghujung usianya” sebagai mahasiswa, orator yang biasa sebut “orator non background” ini masih enggan untuk memiliki background. Sesuai janji penulis diatas, akan tetapi kesepakatan dari orator perempuan tersebut yang boleh disebutkan hanya marganya yaitu “Boru Panjaitan”.

Mungkin, daerah tersebut rindu akan orator-orator perempuan. Penulis berharap ada lahirnya orator-orator perjuangan dari kalangan perempuan dari daerah tersebut dan daerah lainnya yang mampu menggoncang, menggugah mulai dari perasaan sampai hati nurani penguasa negeri ini bahkan perasaan kaum adam.[]

Penulis: S. Rangkuti (Kader HMI Cabang Kisaran-Asahan)

- Advertisement -

Berita Terkini