Rakyat Jelata Vs Pejabat

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – “Sejuta kata makanan tidak akan mengenyangkan” Tan Malaka katakan itu.

Hampir semua media menulis tentang Prabowo Subianto, Megawati dan Puan Maharani pandai memasak. Di seberang provinsi paling barat seorang gadis bersekolah menahan sakit perut, karena di rumahnya tidak ada beras.

Bagaimana bisa Indonesia mendapatkan anak yang sehat dan unggul dalam akademik. Di dalam survei seorang anak yang ke sekolah sarapan terlebih dahulu nilai akademik akan bertambah.

Di dalam Istana pesta makanan dan minuman di seberang paling barat propinsi Atjeh timur gadis kecil menahan lapar.

Mahyudin Kubar lebih sigap bertindak dengan berikan bantuan pada gadis kecil yang dari keluarga tidak mampu. Lebih bijaksana lagi dalam postingan FB beliau tidak boleh menyalahkan siapapun.

Kemarahan dan kekesalan harus diluahkan kepada siapa? Kekompakan pamer keahlian memasak Puan Maharani, Prabowo, Megawati di ekspose media tak henti. Tak lupa Istana pun dengan riuh pesta menutup berita pelajar yang bersekolah menahan lapar.

Dimana ketahanan pangan dalam debat Presiden?

Semuanya hanya retorika belaka. Para kaum Borjuis sibuk melobi deal-deal kekuasaan. Kampanye dan janji manis membunuh rakyat jelata perlahan-lahan seperti diabetes.

Tugas pemerintah mencerdaskan kehidupan anak bangsa, sepertinya dilalaikan. Jelas, itu melanggar konstitusi yang tertulis dalam UUD 45.

Jadi teringat nasehat Puan Maharani yang notabene seorang menteri mengingatkan, rakyat jelata harus kurangi konsumsi beras. Itu solusi terkeren dari anak mantan seorang Presiden.

Janji kampanye para Capres telah terkubur di perut Bumi. Asumsikan skenario terburuk beberapa tahun ke depan. Sepertinya banyak kejutan yang akan bikin spot jantung rakyat jelata saat pemerintahan mengambil kebijakan atau keluarkan Perpres.

Anak pejabat akan selalu istimewa dari anak rakyat jelata. Salut dan respect, untuk manusia yang menepikan kehormatan dengan perebutan kekuasaan. Manusia yang mengedepankan humanisme sisi kemanusiaan menolong orang lain.

Terlihat di sini, orang kaya melihat kemiskinan itu seperti komedi. Sedangkan, kemiskinan itu sendiri adalah tragedi. Infrastruktur yang seharusnya memudahkan logistik masuk daerah, sepertinya gagal membuat perbaikan ekonomi apalagi mengenyangkan perut rakyatnya.

Jadi teringat media massa menulis statement Die Hard Joko Widodo … “Presiden Jokowi seperti Umar Bin Khattab, tengah malam melihat kondisi rakyatnya.” Jika memang demikian, seharusnya hari ini Presiden Jokowi mendengar berita gadis di rumahnya tidak punya sebutir beras, akan segera mengirim satu truk beras ke rumah gadis itu.

Teruntuk para elit sedang bermanuver bicara kekuasaan, sebaiknya melihat ke bawah sebentar. Agar keserakahan dan sifat ujub sedikit tergerus serta mengingat ke mana akan kembali. Kalian sebenarnya abdi rakyat, bukan seorang nabi yang harus disembah.

Surabaya 8 Agustus 2019
Sayuh

- Advertisement -

Berita Terkini