Gerindra Sang Perusak

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Jangan di kira memenangkan pemilu itu seolah semuanya sudah ringan di jalani.

Fase yang paling sulit adalah meng’akomodir kepentingan partai dalam jabatan di pemerintahan. Membagi jatah dan memberikan mandat pada personal itu bukan gampang. Masing-masing partai pendukung pasti menganggap dirinya berperan besar atas kemenangan, dan layak mendapatkan jatah jabatan yang di inginkan.

Contohnya aja Nasdem, saat PKB meminta jatah 10 menteri, Nasdem langsung berontak bahwa perjuangan Nasdem memenangkan Jokowi itu lebih besar dari PKB.

Padahal mereka bukan partai, gak ada sumbangsih suara dalam pencalonan. Suara mereka hanya saat pemilu di langsungkan. Dengan fatwa dan politik identitas yang mereka bawakan, maka mereka sukses membrawhsing jemaahnya untuk memilih Jokowi. Lalu, muncul sebuah tekanan bahwa mereka harus dapatkan jatah menteri.

Golkar sendiri pastinya akan sewot juga kalau PKB, Nasdem meminta jatah lebih. Karena perolehan suara mereka lebih besar dibandingkan keduanya. Sudah selayaknya Golkar lah yang mendapatkan jatah lebih banyak dibandingkan ke duanya.

Mencoba jadi ahli NUJUM..

Panasnya situasi bagi2 kekuasan di kubu Jokowi, semakin terjadi ketika melihat manuver Gerindra yang mulai mau membuka pintu dengan nama rekonsiliasi.

Walau lawan politik di pentas pemilu, Gerindra memiliki mahar yang tinggi ketika di ajak bergabung. Informasi tentang Gerindra akan membuat situasi negeri ini berubah.

Dollar turun brooo…saat Prabowo bertemu Jokowi di MRT.

Liat tuh, gimana hebatnya nama Prabowo ketika mulai mau turun gunung mendekat. Di bandingkan Nasdem, Golkar dan PKB, jelas Gerindra memiliki nilai tawar yang gak murahan.

Pertemuan hari ini antara PDIP dan Gerindra membuat kubu koalisi Jokowi memanas. Pertemuan yang tidak melibatkan Luhut Panjaitan ini di sinyalir pertemuan babak baru untuk Indonesia yang berubah. Sambutan PDI-P pada Gerindra menjadikan ketar-ketir kubu koalisi.

Bayangin..

Dengan gak ada Gerindra di koalisi, pembagian jatah aja udah saling gonggong antara mereka. Gimana kalau ada Gerindra? Apalagi Gerindra di terima PDI-P selaku sutradara sosok Jokowi.

Wuihhh….pastinya jika benar koalisi, bukan jatah kue kecil bagi Gerindra.

Kemungkinan jatah Menko akan mereka dapatkan. Dan pastinya bukan satu jabatan untuk Gerindra. Ini karena nilai tawar Gerindra emang bukan murahan. Beda dengan Golkar Nasdem dan PKB.

Menko Luhut, sudah mengibarkan bendera putih kala pertemuan PDI-P dan Prabowo di kabarkan secara luas. Kunjungannya ke makam Benny Moerdani dan merenung di sana sambil berkata nasibnya akan sama dengan Benny Moerdani adalah sinyal bahwa dirinya kemungkinan besar akan di lepas dari jabatan.

Sebelumnya, sosok Luhut di berikan tugas mendekati Prabowo. Apa daya, berungkali ia mengajak, Prabowo tidak mau mengikuti ajakannya. Dalam militer, jika tugas itu gagal, maka seorang prajurit harus mengakui kekalahannya. Dan Luhut sadar diri kala pertemuan Mega dan Ps bukan karena andil dirinya.

Prabowo dan Luhut itu terlihat mesra namun dalam pandangan selalu berbeda. Prabowo menganggap bahwa banyaknya aset bangsa yang terancam dan juga lemahnya koordinasi pemerintah dalam mengawasi aset bangsa seperti BUMN tidak lepas dari andil Luhut dan Rini.

Jangan tanya gimana hubungan luhut dan Rini.
Jika berkoalisi, pasti syarat prabowo adalah singkirkan Luhut dan rini dari posisinya.

Sebuah syarat yang mahal bagi kubu Jokowi mengingat sepak terjang luhut yang sudah banyak bekerja dan pastinya banyak memegang rahasia negara atas getolnya pemerintah membina kerjasama dengan Tiongkok.

Konstrentasi Gerindra, apabila tidak menang pemilu minimal bisa mengawasi pemerintah melalui keterlibatan dalam koalisi. Emang terdengar sebuah alasan basi. Koalisi gimanapun pasti ngarep jabatan. Jika benar koalisi atanta Gerindra dan Jokowi, mungkin ini sejarah bagi politik Indonesia di mana pertama kali partai yang kalah merapat ke partai yang menang.

Dalam kacamata kita yang awam, kalah 2x jadinya.

Tapi, itulah politik yang harusnya kita dewasa menyikapi. Bukan salah parpol apabila mereka mengabaikan loyalitas pendukungnya. Melainkan salahkan diri kita sendiri karena berharap terlalu besar pada sosok yang di puja. Dalam politik, mencintai dan membenci terlalu dalam itu gak ada.

Kembali ke konflik di internal koalisi jokowi…

Masuknya Gerindra jika benar berkoalisi, akan membuat situasi di internal mereka menjadi panas. Opsi tetap di pegang oleh PDI-P sebagai sang sutradara. Sosok Ma’ruf Amin sebagai perpanjangan NU saja bisa di parkir tidak bersuara oleh mereka. Jika seperti itu, apakah NU akan dapatkan keinginan mereka atas sebuah menteri?

“Jangan lah, udah ada PKB kenapa lagi mau terpisah jatahnya? Bukankah PKB itu NU?”

Pasti begitu kata para partai koalisi. Udah dapat posisi wakil, lalu mau apa lagi? Mau jatah menteri, pasti dapat di jatah menteri agama di mana sudah jadi tradisi. Tapi lebih dari itu, kayaknya bakalan susah. Jika ada tambahan, posisi menteri nya bukan menteri yang bonafid. Bukan menteri yang memegang urusan yang vital. Bisa jadi nanti di buatkan menteri khusus untuk akomodir kepentingan mereka.

Nasdem bakalan dapet 2-3 jatah menteri karena perolehan suara mereka yang bagus. Golkar pun demikian 2-4 kementrian akan mereka dapatkan. Sisanya, para partai kecil yang ngap2an di bawah akan dapatkan jatah 1 menteri sebagai bukti keterlibatan mereka di pemenangan.

Untuk menteri yang mengurus masalah vital, opsinya selalu dipegang PDI-P. Kehadiran Gerindra akan membuat mereka berbagi walau jatah tetap PDIP yang berkuasa.

Prediksi saya, jika Gerindra berkoalisi, maka jatah menko milik Luhut akan mereka pegang dan menteri BUMN adalah satu yang di incar. Selanjutnya, silahkan bagi2 pada pemburu di bawah sana.

Gerindra emang membuat banyak pihak meradang. Sudah kalah pun masih buat sakit hati. Sampai sini, saya masih manggut2 dengan manuver gerindra yang berjuang ‘demi bangsa’.

“Berjuang bukan selalu berada di pihak yang berlawanan. Di dalam pun bisa juga di katakan berjuang”.

Bagaimanapun senyumnya kubu koalisi atas kemenangan yang ada, yang jelas masuknya Gerindra ke tengah mereka adalah sebuah ancaman atas jatah kekuasaan. Dan ini, bukan perkara gampang mendamaikan orang yang kelaparan.

Dan rakyat, akan melihat ini sebagai pembelajaran baru bagi pengalamannya terlibat di pentas politik Indonesia. Walaupun hanya sebagai pengamat, mereka akan menilai dan memutuskan. Bisa menerima, tapi tidak akan bisa melupakan.

Untuk suara yang akan datang, mereka sudah siap pada siapa akan diberikan.

Di ujung sana, PKS mengamati sambil bermain catur. Permainan catur PKS terlihat ringan walaupun perdana menteri sudah di makan lawan. PKS masih memiliki kuda tangguh dan benteng yang kuat bertahan.

Dan PKS yakin, bawa esok akan menampilkan pelangi indah untuk mereka ..

Selamat berjuang partai ‘idaman’…?

By Setiawan Budi

- Advertisement -

Berita Terkini