Pentingkah Pendidikan Politik Bagi Mahasiswa?

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Oleh: Ibnu Arsib Ritonga

MUDANews.com – Mendengar kata politik, mayoritas mahasiswa di Indonesia sangat alergi dengannya. Politik seolah-olah suatu barang haram yang harus dijauhi, dianggap suatu momok yang sangat menakutkan. Banyak diantara mahasiswa Indonesia dengan sengaja dan tidak sengaja menjauhinya karena dianggap sangat menguras pikiran. Terkadang politik dianggap pemicu terjadinya konflik, apalagi melihat dinamika perpolitikan di Indonesia (politik praktis) saat ini, mulai dari tingkat nasional hingga tinggkat daerah.

Tidak terlepas dari itu, perpolitikan (politik non-praktis) ditingkat kampusnya sendiri pun banyak mahasiswa yang membencinya. Dari segi lain, kita terkadang menemukan adanya suatu sistem yang memang sengaja dibuat supaya mahasiswa membencinya namanya politik. Dalam tulisan singkat ini, dengan semampu penulis akan menguraikan suatu kondisi dimana mahasiswa saat ini sangat banyak membenci politik, terlalu cepat menyimpulkan hal-hal buruk terkait politik itu sendiri. Perlu kami jelaskan juga, fokus tulisan ini adalah tentang politik mahasiswa di kampus sebagai ajang pendidikan politik, jangan diartikan dengan keadaan politik praktis yang terjadi saat ini atau yang sebelum-sebelumnya di dalam masyarakat atau negara kita ini.

Sebelum itu, saya ingin mempertanyakan kenapa ada mahasiswa membenci politik? Sadarkah bahwa kita tidak pernah bisa lepas dari politik? Sadarkah kita semakin membenci politik maka semakin terjadilah konflik yang kita hadapi dalam bermasyarakat? Yang lebih terpentingnya lagi sadarkah kita bahwa kita adalah makhluk sosial?

“Negara” dalam Negara

Kampus adalah suatu “negara” dalam negara. Kenapa demikian? Betulkah seperti itu? atau bukankah kampus itu adalah lembaga pendidikan, tempat para mahasiswa belajar, memperdalam suatu ilmu pengetahuan dan tempat mendapat gelar kesarjanaan?

Dari pertanyaan-pertanyaan di atas, dapatlah kiranya kita memberikan jawaban “ya”. Perlu kita ketahui, pertanyaan terakhir tentunya bersifat normatif. Memang seperti itulah yang diharapkan dari suatu Perguruan Tinggi (kampus). Akan tetapi, perlu kita ketahui dunia kampus atau dunia bermahasiswa tidak sesempit itu. Para mahasiswa-mahasiswa Indonesia terdahulu telah menunjukkan berbagai bentuk aktivitasnya jauh lebih luas dari hanya sekedar belajar dan mendapatkan status pendidikan yang menempel.

Kampus adalah “negara” dalam negara. Ini adalah bentuk pernyataan aktualisasi terhadap apa yang harus dilakukan oleh kampus. Secara sistem, kampus mempunyai sistem sendiri. Sistem yang tidak bertentangan dari sistem negara riilnya. Akan tetapi, walaupun tidak terlepas dari sistem di negara yang ditempatinya, sistem itu dibuat dengan asas jauh dari keberpihakan kepentingan-kepentingan yang tidak baik, apalagi menciderai asas pendidikan yang telas tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.

Secara struktur atau secara organisatoris kampus memilikinya. Misalnya, di tingkat mahasiswa mempunyai lembaga-lembaga pemerintahan mahasiswa, contoh adanya lembaga/badan mahasiswa legislatif, seperti adanya Badan/Majelis/Perwakilan Mahasiswa di tingkat universitas dan juga di tingkat fakultas. Selain dari itu, adanya juga lembaga atau badan eksekutif mahasiswa, pimpinannya sering disebut sebagai “Presiden Mahasiswa” dan atau juga “Gubernur Mahasiswa” lengkap dengan kabinet-kabinetnya dan sampai struktur terendah. Struktur organisasi intra (dalam kampus) kemahasiswaan ini layak seperti struktur organisasi pemerintahan di negara riil.

Untuk apakah hal itu dibentuk atau dirintis oleh tokoh-tokoh mahasiswa dahulu? Tentunya tidak lain dan tidak bukan bahwa itu untuk wadah untuk suatu proses pembelajaran bagi mahasiswa, karena mahasiswa kelak akan menjadi masyarakat nyata. Dengan proses pembelajaran organisasi tadi, maka generasi kedepannya akan lebih matang dan lebih mampu menghadapi kondisi-kondisi masyarakat dan juga lebih dewasa ketika menghadapi masalah. Sungguh sangat disayangkan ketika ada mahasiswa tidak memanfaatkan masa-masa mahasiswanya untuk hal-hal yang kita sebutkan tadi.

Budaya-budaya organisasi mahasiswa intra tadi adalah suatu modal persiapan ketika terjun dan menjadi masyarakat itu sendiri, di samping adanya juga pengaruh dari organisasi-organisasi ekstra kemahasiswaan. Proses pelatihan kecakapan memimpin, mengatur (management), ketanggapan sosial dan aktivitas-aktivitas pro-aktif lainnya, akan mewujudkan masyarakat yang berkualitas kelak kemudian. Proses (pendidikan politik) yang sangat penting ini seharusnya disadari oleh mahasiswa kemudian terjun di dalamnya, sebelum waktu bermahasiswa selesai.

Akan tetapi, realitas saat ini harapan yang kita bicarakan jauh dari dari praktiknya. Kembali ke awal pembicaraan tadi, mayoritas mahasisa Indonesia telah apatis dan mencari kesenangan belaka (hedonis) dan menghindar dari budaya-budaya (berorganisasi) yang kita sebutkan tadi. Hal ini dapat kita buktikan dengan minimnya mahasiswa bergabung dalam suatu organisasi baik di intra kampus dan ekstra kampus. Contoh lain adalah, ketika diadakannya pesta demokrasi (pemilihan presiden mahasiswa misalnya) di kampus, terlihat minim sekali partisipasi mahasiswa yang menyukseskan kegiatan itu, padahal itu adalah pendidikan politik yang sangat penting.

Kegiatan tersebut malah dianggap tidak penting, padahal kegiatan itu adalah suatu pendidikan yang nyata baginya, apalagi bagi mahasiswa-mahasiswa yang mempelajari tentang hal itu secara teoritis. Mari sejenak kita bayangkan, seperti apa negara ini ke depan kalau di isi oleh generasi-generasi yang apatis, generasi-generasi yang tidak mempunyai modal sosial dan generasi-generasi yang hanya mencari kesenangan nisbi.

Menurut penulis, ada suatu persefsi atau suatu paradigma (cara pandang) seorang mahasiswa yang salah ketika berada di dunia kampus atau di dunia kemahasiswaan. Dia hanya menganggap tugasnya menjadi seorang mahasiswa hanya belajar un sich saja, maksudnya adalah datang ke kampus, duduk di ruangan kuliah, mendengarkan dosen dan kemudian pulang hingga semester demi semester diselesaikannya. Terlihat ada mahasiswa, kuliahnya seperti semasa di sekolah menengah, yang membedakannya hanya jenjang dan tidak memakai seragam lagi. Tapi, aktivitasnya tetap sama.

Cara pandang tadi harus dihilangkan. Kita tidak mengatakan apa yang dilakukan tadi sepenuhnya salah, tapi hal itu akan mempersempit makna dari peran juga fungsinya seorang mahasiswa. Sejatinya dunia mahasiswa itu atau dunia kampus itu adalah proses pendidikan politik, proses pembangunan karakter, pematangan ide pemikiran, kedewasaan sikap dan pematangan untuk menjadi generasi rakyat Indonesia yang berkualitas kelak kemudian hari.

Kampus Harus Wujudkan Pendidikan Politik

Pendidikan politik sangat penting sekali melihat ditengah-tengah minimnya minat mahasiswa berorganisasi dan kepeduliannya terhadap keadaan yang dialami masyarakat saat sekarang. Belum lagi kita sering sekali menemukan adanya suatu sistem di dalam kampus mencoba menjauhkan mahasiswa dari proses pendidikan politik, misalnya menjauhkan mahasiswa dari organisasi, dari masyarakat dan dari aspek sosial lainnya.

Dengan padatnya jadwal kuliah, pemberian tugas-tugas yang begitu banyak dan pemberlakuan absensi tolak ukur,dan yang lainnya, ini adalah bukti bahwa pembungkaman sistem birokrasi kampus terhadap mahasiswa supaya mahasiswa tidak sempat memikirkan keadaan-keadaan dan jauh dari hal-hal yang kita sebutkan tadi.

Pendidikan politik seharusnya harus diajarkan kepada mahasiswa supaya menimbulkan kesadaran sosial. Mahasiswa jangan dicetak menjadi robot-robot pekerja. Kampus harus mendorong agar mahasiswanya meningkatkat minat bakat, memberikan penyadaran akan peran dan fungsinya di masa yang akan datang. Mahasiswa harus didukung agar dapat berorganisasi karena itu bagian dari pendidikan politik. Selain peningkatan intelektual lewat sarana-sarana ilmiah, peningkatan kualitas karakter, moral dan sikap harus diwujudkan sebagai aplikasi dari pendidikan politik.

Dengan pendidikan politik, maka kita akan sadar betapa pentingnya politik itu dalam pembangunan bangsa dan negara. Perlu kita ingat kembali, politik itu telah melekat disetiap orang. Tidak ada orang yang bisa lepas darinya. Selama dia masih manusia (makhluk sosial) tentu politik sangat penting. Kiranya kita jangan sampai mengharamkan politik.

Budaya-budaya mahasiswa di kampus (dalam konteks keorganisasian dan budaya akademik) adalah bagian dari pada pendidikan politik yang harus diwujudkan. Dia tidak melihat dari mana mahasiswanya berasal, dari fakultas mana dan dari jurusan apa. Politik itu jangan pernah diartikan dengan unsur kebencian. Perlu kami ingatkan kembali, bahwa pendidikan politik yang kita maksudkan dalam pembahasan ini bukanlah politik praktis. Politik itu bukanlah tujuan, tapi dia adalah suatu upaya atau upaya cara menuju tujuan, tentunya tujuan yang baik untuk kemaslahatan ummat. Dengan tulisan singkat ini, maka dapat dijawab bahwa pendidikan politik itu sangat penting bagi mahasiswa secara khusus, dan penting untuk seluruh manusia secara umum.

Ibnu Arsib Ritonga adalah mahasiswa UISU yang bercita-cita kuat untuk menjadi penulis

- Advertisement -

Berita Terkini