Politik Kotor Dianggap Lumrah di Indonesia, Tak Terlepas DKI Jakarta

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANews.com, Jakarta – Jatuh pada hari ini, Rabu (15/2), pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang dilakukan secara serentak di beberapa provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia sesuai ketentuan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Salah satunya adalah pemilihan Gubernur DKI Jakarta yang termasuk dalam salah satu provinsi yang juga ikut melakukan Pilkada dan menjadi sorotan oleh berbagai pihak karena banyak hal kontroversial disamping DKI Jakarta memang sebagai Ibu Kota Negara Indonesia.

Dalam pemilihan umum ataupun Pilkada, masih sangat sering dijumpai kasus kecurangan, baik yang nampak ataupun tidak melalui pengawasan oleh Bawaslu. Dan kali ini, berdasarkan informasi yang diperloleh ternyata Pilkada yang seyogyanya merupakan tempat di mana masyarakat DKI Jakarta menggantungkan harapannya kepada calon pemimpin idaman mereka telah ternodai dengan temuan-temuan kecurangan yang didapat oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia (Bawaslu RI).

Kali ini terdapat temuan yang sangat sering dan lumrah terjadi di kancah perpolitikan Indonesia, yakni politik uang (money politics), kampanye negatif dan kampanye kotor.

Berdasarkan keterangan dari Daniel Zuchron, Anggota Bawaslu RI, pada perkembangan terakhir yakni pada H-2 Pilkada DKI Jakarta mereka masih menemukan beberapah hal yang terindikasi merugikan masyarakat.

Daniel Zuchron mengatakan, “Tim menemukan pembagian voucher di kawasan Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan Jakarta Selatan”. Hal ini merupakan indikasi adanyanya pengarahan suara ke salah satu calon.

Terkait dengan kampanye kotor, Zuchron juga menjelaskan hal ini terjadi di beberapa daerah, yakni Jakrta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Selatan dan Jakarta Utara. Termasuk juga kampanye negatif di daerah ini

Kemudian kembali dipaparkan olehnya bahwa money politik juga ditemukan oleh Bawaslu RI, dengan modus pembagian sembilan bahan pokok (sembako) kepada masyarakat. Yang sudah barang tentu hal ini merupakan bentuk stimulasi untuk mengarahkan masyarakat untuk memilih salah satu calon Gubernur dan Wakil Gubernur.

Tidak hanya sampai di situ, Zuchron juga menjelaskan bahwa para tim kampanye calon Gubernur dan Wakil Gubernur juga tidak menaati peraturan untuk membersihkan alat peraga kampanye yang masih terlihat di beberapa titik di Kota Jakarta.

“Tim juga masih menemukan alat peraga masih terpasang di beberapa daerah Ibu Kota,” tegasnya.

Hal ini membuktikan bahwa masyarakat Indonesia masih belum mengalami pendewasaan dalam menyikapi sistem demokrasi yang selama ini digaung-gaungkan akan membawa bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik.

Baik dari sudut pandang calon maupun pemilih, di antaranya hingga kini belum memiliki proses pendewasaan tersebut.

Yang hingga kini tidak dapat diprediksi ialah sampai kapan masyarakat Indonesia terus menganggap hal kotor ini menjadi hal yang lumrah dan biasa terjadi dalam kancah perpolitikan Indonesia?[jo]

- Advertisement -

Berita Terkini