Pancasila sebagai Navigasi IPTEKS yang Etis di Tengah Arus Globalisasi

Breaking News
- Advertisement -

 

Oleh: Mohammad Yogi Caniggia*
Mahasiswa S1 Teknik Industri, UNS

Mudanews.com OPINI | Dunia saat ini berada dalam pusaran globalisasi yang bergerak sangat cepat, didorong oleh kemajuan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Seni (IPTEKS) yang kian melampaui batas-batas kedaulatan negara. Bagi mahasiswa Teknik Industri seperti saya, fenomena ini tampak nyata melalui penetrasi teknologi digital, otomasi, hingga penggunaan artificial intelligence dalam sistem produksi dan manajerial. Namun, di balik efisiensi dan kemudahan yang ditawarkan, globalisasi juga membawa tantangan ideologis yang serius, terutama potensi hilangnya jati diri bangsa akibat dominasi nilai-nilai pragmatis dan konsumerisme global. Pada titik inilah, Pancasila harus dipahami bukan sekadar sebagai dasar negara yang statis, melainkan sebagai pedoman hidup dan kompas etika yang menuntun arah pengembangan teknologi agar tetap berpijak pada nilai kemanusiaan dan kebangsaan.

Peran pertama dan utama Pancasila dalam perkembangan IPTEKS adalah sebagai filter moral. Dalam sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, terkandung amanat bahwa setiap pencapaian ilmu pengetahuan dan teknologi harus menjadi wujud rasa syukur serta tanggung jawab manusia kepada Sang Pencipta. Di era modern, inovasi teknologi kerap lahir tanpa pertimbangan dampak spiritual dan etis. Sebagai calon insan industri, prinsip ini menuntut kita untuk tidak semata mengejar kemajuan teknis, tetapi juga menimbang apakah teknologi tersebut merusak tatanan moral atau justru memperkuat integritas manusia. Inovasi yang bebas nilai dan kehilangan kendali etika hanya akan melahirkan kemajuan yang kering serta berpotensi destruktif bagi kemanusiaan itu sendiri.

Selanjutnya, keterkaitan IPTEKS dengan sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, menjadi semakin relevan dalam realitas dunia kerja dewasa ini. Globalisasi kerap menempatkan manusia semata sebagai alat produksi demi keuntungan ekonomi, sehingga nilai kemanusiaan terpinggirkan. Kehadiran Pancasila mengingatkan bahwa pengembangan teknologi harus ditujukan untuk kesejahteraan manusia dan peningkatan harkat martabatnya. Dalam disiplin Teknik Industri, nilai ini tercermin dalam prinsip ergonomi, desain sistem kerja, serta penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang tidak hanya berorientasi pada produktivitas, tetapi juga menjamin keselamatan, kenyamanan, dan kesehatan pekerja. Teknologi tidak boleh menjadi alat penindasan baru, melainkan sarana yang mempermudah beban hidup manusia secara beradab.

Pancasila juga memainkan peran krusial dalam menjaga kedaulatan bangsa melalui sila ketiga, Persatuan Indonesia. Di tengah derasnya arus informasi dan teknologi komunikasi global, risiko perpecahan akibat polarisasi digital semakin nyata. Oleh karena itu, pengembangan IPTEKS harus dilandasi visi nasionalisme yang kuat, agar teknologi menjadi penguat identitas bangsa, bukan celah disintegrasi. Inovasi dalam rantai pasok dan logistik nasional, misalnya, merupakan wujud konkret penerapan IPTEKS untuk menyatukan Indonesia dari Sabang sampai Merauke, baik secara ekonomi maupun sosial. Teknologi harus menjadi jembatan yang menghubungkan keberagaman serta memastikan kemajuan di satu wilayah dapat mendorong pertumbuhan wilayah lainnya.

Dalam konteks keadilan sosial, sila keempat dan kelima menegaskan bahwa pengembangan IPTEKS di era globalisasi harus selaras dengan semangat kerakyatan dan pemerataan. Akses terhadap teknologi tidak boleh dimonopoli oleh segelintir elite atau korporasi besar, sementara kesenjangan digital masih menjadi persoalan serius. Oleh karena itu, riset dan inovasi—termasuk yang dikembangkan oleh mahasiswa—harus berpihak pada kepentingan rakyat banyak. Pengembangan sistem produksi inklusif bagi UMKM atau inovasi teknologi tepat guna yang murah dan mudah diakses masyarakat di daerah terpencil merupakan contoh nyata implementasi keadilan sosial dalam IPTEKS. Inovasi semacam inilah yang menjadi esensi pemerataan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sebagai penutup, Pancasila merupakan fondasi kokoh yang menjaga stabilitas dan arah bangsa di tengah arus globalisasi yang kian deras. Sebagai warga negara, kita memikul tanggung jawab moral untuk mengintegrasikan nilai-nilai luhur Pancasila ke dalam setiap rancangan sistem dan inovasi teknologi yang kita bangun. Pengembangan IPTEKS tanpa pijakan Pancasila berisiko kehilangan arah dan identitas, sementara Pancasila tanpa dukungan IPTEKS akan kesulitan menjawab tantangan zaman yang semakin kompetitif. Dengan menjadikan Pancasila sebagai dasar nilai, kita tidak hanya membangun kecerdasan intelektual, tetapi juga menumbuhkan peradaban yang bermartabat serta berkontribusi positif bagi kemajuan Indonesia di kancah global.***

*Mahasiswa S1 Teknik Industri, UNS

Berita Terkini