Mudanews.com LampungĀ – Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMA Provinsi Lampung menggelar seminar bertema “Tata Kelola Pendidikan Akuntabel dan Integritas” pada Jumat, 17 Oktober 2025, di Ball Room Hotel Emersia Bandar Lampung.
Seminar ini diikuti oleh 400 peserta yang terdiri dari kepala sekolah SMA Negeri se-Provinsi Lampung dan bendahara Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dengan fokus pada peningkatan kualitas manajemen sekolah dan kurikulum.
Acara ini menghadirkan sejumlah narasumber, termasuk Inspektur Jenderal Kemendikdasmen Faisal Syahrul SE, M.Pd, Inspektur Provinsi Lampung Drs. Bayana M.Si CGCAE, perwakilan Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, dan Kepala Bidang Pemuda dan Pendidikan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Lampung, Ken Setiawan.
Ken Setiawan, yang merupakan mantan radikalis dan pendiri NII Crisis Center, menjelaskan peta gerakan radikalisme di Indonesia yang mengerucut pada jaringan Lampung.
Ia menegaskan bahwa kelompok radikalisme dan terorisme kini telah mengubah pola perekrutan mereka, beralih ke propaganda dan perekrutan melalui media sosial (medsos).
“Kelompok teror memanfaatkan sistem algoritma yang ada di media sosial untuk menyebarkan propagandanya sekaligus menentukan sasaran empuk merekrut anggota,” tegas Ken.
Ia menyebut media sosial telah menjadi ‘alat perang’ utama dalam bentuk penggiringan opini dan propaganda yang sulit dihindari.
Target utama mereka saat ini adalah kalangan perempuan, anak-anak, dan remaja, yang kerentanannya dipengaruhi faktor psikologis, sosial, dan minimnya literasi digital.
*Ken Setiawan: Virus Radikalisme Seperti COVID, Menyasar Siapa Saja*
Ken Setiawan mengadakan simulasi contoh perekrutan kelompok radikal, dengan Kepala Sekolah SMA Negeri 6 Metro, Sunarti, M.Pd., sebagai relawan.
Ia mengingatkan betapa berbahayanya ideologi ekstrem.
“Virus radikalisme dan terorisme itu seperti virus COVID yang bisa menimpa siapa saja. Bahkan ada pelajar SMP yang diamankan aparat karena sudah siap melakukan aksi peledakan kantor polisi,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, minimnya literasi digital dan penggunaan internet tanpa filter membuat anak-anak mudah terpengaruh, di mana ideologi ekstrem kerap dianggap mampu menjawab pencarian jati diri atau rasa ketidakpuasan mereka terhadap isu sosial.
Ken menghimbau pentingnya sosialisasi bahaya intoleransi radikalisme di sekolah dan mendesak orang tua untuk selalu mengawasi aktivitas gadget putra-putrinya.
“Hari ini ancaman dalam genggaman gadget, paham radikalisme dan terorisme kini menyasar melalui media sosial sehingga masyarakat susah mengidentifikasi.
Targetnya saat ini adalah kalangan muda, remaja, dan anak-anak, ini menjadi salah satu prioritas perhatian kami dalam upaya pencegahan agar masyarakat waspada,” tutup Ken.(Red)