Mudanews.com Lampung – Universitas Ma’arif Lampung (UMALA) sukses menggelar kegiatan Sinergi Kebangsaan dengan tema “Bersama Menjaga NKRI dari Radikalisme dan Terorisme” pada Senin (29/9/2025)
Dalam kegiatan tersebut, UMALA menghadirkan narasumber nasional Ken Setiawan, seorang mantan radikalis yang telah insyaf dan kini mendirikan NII Crisis Center atau Pusat Rehabilitasi Korban NII.
Hadir dalam kegiatan ini Pejabat Polres Kota Metro, Kodim 0411, Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Kesbangpol, Kemenag, FKDM dan Civitas Akademik, serta Para Mahasiswa.
Rektor Universitas Ma’arif Lampung Dr. Agus Setiawan, melalui Wakil Rektor 1 bidang pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat Dr. Muhammad Yusuf menyampaikan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman para mahasiswa terkait bahaya radikalisme dan terorisme serta langkah-langkah konkret dalam pencegahannya di lingkungan pendidikan.
Kami sengaja menghadirkan Pak Ken Setiawan karena beliau pernah terlibat dalam kelompok radikal dan kini aktif dalam gerakan anti-radikalisme serta program deradikalisasi,”
Dia menjelaskan mahasiswa memiliki peran strategis sebagai agen utama dalam menangkal penyebaran paham radikalisme di tengah masyarakat dan dari kegiatan itu diharapkan dapat ditularkan kembali ke lingkungan sekitar.
Sementara itu, sebelum memulai pemaparan, Ken menayangkan video profil tentang latar belakangnya yang dulu anti terhadap Pancasila, menganggapnya taghut atau berhala yang layak di tolak dilingkari dan ditinggalkan, tapi kini ia menerima dan mengkampanyekan Pancasila sebagai kesepakatan bersama untuk pemersatu bangsa yang heterogen, sebab Pancasila mengandung nilai nilai luhur dan cita cita ideal yang bersumber dari budaya asli Indonesia.
Ken menekankan pentingnya memahami makna Sila Pertama Pancasila, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, bukan hanya sebagai bentuk ikrar cinta kepada Tuhan, tetapi juga ikrar cinta kita kepada tanah air.
Kita boleh peduli terhadap peristiwa kemanusiaan di negara lain seperti Palestina, tapi juga jangan sampai menutup mata terhadap persoalan kemanusiaan di tanah air, jangan sampai kecintaan kita terhadap tanah air tumpah darah Indonesa luntur, apalagi sampai membenci negara sendiri, tambah Ken
“Kalau kita menelusuri sejarah, Nabi Muhammad bukan hanya tokoh spiritual, tapi adalah figur yang sangat nasionalis. Beliau sangat mencintai tanah kelahirannya di Mekkah, dan beliau adalah sosok pejuang persatuan, keadilan, dan kesejahteraan masyarakatnya Mekkah pada saat itu,” jelas Ken.
Perjuangan nabi Muhammad tidak mudah, bahkan setelah 13 tahun yang sering disebut masa Darun Nadwah nabi belum berhasil, lalu setalah mengukur kekuatan dan dirasa belum mampu menghadapi penguasa quraish, akhirnya Nabi hijrah dari Mekkah ke madinah.
Setelah di Madinah, Nabi mengupayakan persatuan dengan berbagai macam perjanjian atau kesepakatan diantaranya adalah Piagam Madinah dan Perjanjian Najran.
Piagam Madinah adalah sebuah konstitusi dan dokumen perjanjian tertulis pertama yang disusun oleh Nabi Muhammad setelah hijrah ke Madinah pada tahun 622 Masehi, yang bertujuan menyatukan berbagai suku dan agama di sana, meletakkan dasar keadilan, kesetaraan, kedamaian, dan toleransi melalui prinsip-prinsip kehidupan sosial dan politik yang mengatur hubungan antara Muslim, Yahudi, dan kelompok lainnya sebagai satu komunitas warga negara Madinah.
Sedangkan Perjanjian Najran adalah perjanjian damai antara Nabi Muhammad SAW dan delegasi Kristen dari Najran yang mengunjungi Madinah, yang isinya menjamin keamanan, kebebasan beragama, dan hak-hak harta benda kaum Kristen, serta adanya bantuan cuma-cuma dari kaum Muslim dalam perbaikan gereja mereka.
Perjanjian ini menekankan toleransi, perdamaian, dan penghormatan terhadap keyakinan dan hak-hak umat beragama lain.
Menurut Ken, selama ini sebagian umat Islam hanya menganggap nabi Muhammad sebagai pemimpin ibadah spiritual, tidak sedikit diantara umat islam selalu memperdebatkan ritual ibadah misalnya cara nabi sholat, nabi makan, nabi tidur, bahkan tidak sedikit akhirnya saling membid’ahkan dan saling mengkafirkan karena beda tafsir.
Padahal Nabi Muhammad sejatinya adalah sosok pemimpin negara ( negarawan) yang berhasil membangun masyarakat mekkah, bahkan sampai ke seluruh wilayah Arab menjadi harmonis, adil, sejahtera aman dan damai, walaupun latar belakangnya berbeda beda. Walaupun ketika setelah nabi meninggal akhirnya masyarakatnya dan pengikutnya terpecah belah kembali karena berebut kekuasaan.
Jadi jika kita mau meneladani jejak Nabi, kita bukan mengikuti budaya Arab saj, tapi meneladani strategi perjuangan Nabi dalam mempersatukan masyarakat yang berbeda beda dalam beberapa perjannian seperti Piagama madinah dan Perjanjian najran.
Kita sebagai warga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), jika mau meneladani jejak Nabi juga harus semangat cinta terhadap tanah air.
Ken menegaskan bahwa keberagaman suku, agama, dan latar belakang di Indonesia harus dijadikan kekuatan untuk bersatu dan membangun kedamaian.
“Kalau masyarakat memahami makna Ketuhanan Yang Maha Esa, bahwa Tuhan itu satu dan menciptakan seluruh umat manusia apapun latar belakangnya, maka kita bisa menerima perbedaan sebagai rahmat,” tambahnya.
Lebih lanjut, Ken menyebut bahwa pemahaman mendalam terhadap sila pertama secara otomatis akan melahirkan bonus-bonus nilai dalam sila-sila berikutnya.
“Kalau sila pertama dipahami, maka kita akan mendapat bonus sila kedua yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab, sila ketiga yaitu persatuan Indonesia, dan seterusnya hingga keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” tegasnya.
Ken mengakhiri pesannya dengan mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menjadikan perbedaan sebagai kekuatan, bukan kelemahan.
“Perbedaan adalah takdir yang harus dikelola dengan baik agar kita bisa saling mengenal dan melengkapi, tambah Ken
Masing masing diri kita punya tugas dan peran untuk Bela Negara sesuai dengan bidang kita masing masing untuk menjaga dan melindungi Negara kesatuan Republik Indonesia dari Ancaman, Tantangan, Hambatan dan Gangguan (ATHG), jadi bukan hanya tanggung jawab aparat saja, tapi tanggung jawab kita bersama.
Jika masing masing diri seluruh masyarakat Indonesia menyadari tugas dan peran kita, maka niscaya akan tercipta suasana harmoni, keamanan, dan kedamaian meski kita berasal dari latar belakang yang berbeda-beda,” pungkas Ken Setiawan.