Mudanews.com Surakarta UNS – Dewan Profesor (DP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta selenggarakan Talk Show dan Seminar Nasional bertema “Akulturasi Saintek dan Budaya dalam Menjaga Integritas Bangsa” di Ruang Aula gedung Sekolah Pascasarjana lantai 6 UNS Surakarta, 29 Agustus 2025. Dalam kesempatan tersebut dipandang kemanfaatan prinsip akulturasi budaya dengan saintek jadi penopang keberlangsungan keragaman nilai luhur dan tradisi di tengah kancah perkembangan berbagai inovasi sains dan teknologi. Talk Show dan Seminar Nasional dengan tema “Akulturasi Saintek dan Budaya dalam Menjaga Integritas Bangsa” membuka kesempatan berbagi ilmu dan menggalang solusi untuk menyikapi, meningkatkan dan memperkaya pengalaman dalam berkontribusi menjaga integritas bangsa yang lebih inklusif dalam pembangunan berkelanjutan.
Ketua Dewan Profesor (DP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D dalam sambutannya menyampaikan bahwa forum yang kita bangun ini untuk bertukar pikiran dari ilmu yang berbeda. Masyarakat tidak hanya berdiskusi dengan ilmu yang dipelajari, tetapi berdiskusi dengan ilmu yang lain. Akulturasi saintek dan ilmu humaniora akan menarik. Para saintis bisa komunikasi dan bertukar pikiran, maka tidak akan ada permasalahan negara. Bahwa pentingnya diskusi, para saintis saling tukar pikiran dan berdiskusi sekaligus menjadi budaya bagus yang perlu dikembangkan perguruan tinggi,” sambut Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D.
Mengawali acaranya, sebagai Keynote Speaker, Prof. Dr. Ahmad Najib Burhani, M.A selaku Direktur Jenderal Sains dan Teknologi Kemdiktisaintek sampaikan bahwa Indonesia tidak memiliki sumber daya yang cukup dalam bidang sains dan teknologi. Sebuah teknologi yang menjawab kebutuhan sehari-hari. Sains dan teknologi merupakan sebuah produk dari budaya. Adopsi teknologi dan seni dapat menjadi nilai-nilai budaya. Pengembangan budaya sebagai kendaraan teknologi. Upaya mengembangkan sains dan budaya melalui budaya riset, sikap dan perilaku ilmiah serta sains menjadi solusi bagi masyarakat,” terang Direktur Jenderal Sains dan Teknologi Kemdiktisaintek.
Kebersamaan
Narasumber dengan tema “Budaya Hidup Sehat untuk Bangsa yang Kuat Menuju Indonesia Emas 2045” dibawakan Prof. Dr. Hartono, dr. M.Si selaku Rektor UNS Surakarta. Saat ini Indonesia menargetkan visi besar Indonesia Emas 2045, yaitu menjadi negara maju, produktif, dan berdaya saing global. Untuk mencapai cita-cita tersebut, diperlukan sumber daya manusia yang sehat secara fisik, mental, produktif, serta berbudaya. Budaya hidup sehat menjadi kunci penting karena bukan hanya persoalan gaya hidup, melainkan investasi jangka panjang yang dapat mengurangi beban biaya kuratif dan meningkatkan produktivitas sosial-ekonomi bangsa. Roadmap menuju Indonesia Emas dapat dirumuskan melalui budaya hidup sehat, melahirkan sumber daya manusia produktif, sumber daya manusia produktif membentuk bangsa kuat dan bangsa yang kuat akan mengantarkan kita menuju Indonesia Emas 2045,” terang Prof. Dr. Hartono, dr. M.Si.
Selanjutnya, Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, Prof. Dr. I Nyoman Sukerna, S.Kar., M.Hum menyampaikan materi “Seni dan Praktik Budaya dalam Pembangunan Perdamaian”. Seni dan praktik budaya merupakan kekuatan pendorong esensial membentuk dan mendukung upaya membangun kembali harmoni sosial, memulihkan trauma, dan merekatkan kembali masyarakat yang terpecah akibat konflik di Indonesia. Landasan utama pendekatan pada kearifan local, ekspresi artistic, dan tradisi komunal memfasilitasi dialog, membangun kembali rasa saling percaya, dan menumbuhkan rasa kebersamaan melampaui identitas konflik,” terang Prof. Dr. I Nyoman Sukerna, S.Kar., M.Hum.
Kesadaran dan Apresiasi
Sedang tema “Nilai Konservasi-Hayati Dalam Perspespektif Budaya Adi Luhung Bangsa” dibawakan Prof. Dr. Sugiyarto, M.Si, Guru Besar Biologi Konservasi Prodi Biologi FMIPA UNS yang juga Rektor Universitas Tidar Magelang. Ada interelasi kuat antara keberagaman sumberdaya alam dan budaya Indonesia dengan intergritas bangsa. Hal ini sejak awal disematkan semboyan bangsa “bhinneka tunggal ika”. Kesadaran akan keberagaman dan kesamaan arah pengelolaan untuk satu tujuan mulia merupakan modal besar bagi tercapai cita-cita bersama bangsa Indonesia,” ujar Prof. Dr. Sugiyarto, M.Si.
Filosofi “memayu hayuning bawana” bagi masyarakat Jawa dan “tri hita karana” bagi masyarakat Bali merupakan konsep luhur dalam pengelolaan sumberdaya alam dengan melakukan harmonisasi hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan Tuhan dan manusia dengan alam. Dengan merujuk filosofi tersebut dimaknai bahwa menghargai, memanfaatkan dan melestarikan alam (termasuk kekayaan hayati) juga bermakna memanusiakan manusia serta sebagai wujud ketaatan pada Tuhan Yang Maha Esa. Apakah ini merupakan ciri manusia Pancasilais?,” terang Prof. Dr. Sugiyarto, M.Si.
Sedangkan tema “Warisan Tembang Dan Gendhing Untuk Kemajuan Budaya Bangsa” dibawakan Prof. Dr. Drs. Dhanang Respati Puguh, M.Hum, Guru Besar Universitas Diponegoro Semarang. Indonesia memiliki khazanah tembang dan gendhing yang sangat kaya. Ribuan tembang dan gendhing telah diciptakan oleh para pujangga, empu, seniman, dan seniwati Indonesia. Tembang dan gendhing itu merupakan bagian dari warisan budaya Indonesia. Di dalamnya terkandung nilai luhur yang penting bagi bangsa Indonesia tidak hanya masa lampau, tetapi juga kekinian dan masa depan bangsa Indonesia. Tembang dan gendhing memiliki kedudukan yang penting dalam kemajuan budaya bangsa. Menurut sejarah, melalui para pujangga, empu, dan seniman-seniwati, tembang dan gendhing digunakan dalam pembangunan kebudayaan nasional, pembangunan karakter bangsa dan diplomasi kebudayaan,” terang Prof. Dr. Drs. Dhanang Respati Puguh, M.Hum.
Banyak kalangan menyatakan bahwa generasi muda kurang berminat terhadap tembang dan gendhing. Meskipun pernyataan ini tidak sepenuhnya benar, namun tetap perlu mendapatkan perhatian. Permasalahan lain yang juga menjadi tantangan adalah arus budaya asing yang semakin deras dan dapat memarjinalkan keberadaan tembang dan gendhing. Untuk melestarikan tembang dan gendhing, perlu dilakukan strategi yang tepat. Strateginya dengan meningkatkan kesadaran dan apresiasi masyarakat terhadap tembang dan gendhing,” terang Prof. Dr. Drs. Dhanang Respati Puguh, M.Hum.**(Red)