Sri Mulyani: “Guru Itu Beban Negara”, Netizen: “Bagaimana dengan Koruptor dan Pemalak pajak.”

Breaking News
- Advertisement -

 

Penulis : Nurul Azizah

Mudanews,com OPINI – Hari ulang tahun (HUT) ke 80 Republik Indonesia dicederai dengan munculnya banyak video menteri keuangan Sri Mulyani: “Guru itu beban negara.” Sontak saja penulis panas kupingnya. Bagaimana tidak panas, maksudnya apa dari pernyataan Sri Mulyani Indrawati (SMI) tersebut.

Setelah penulis telusuri sumber video tersebut saat SMI melakukan kunjungan di forum Konvensi Sains, Technologi dan industri ITB (7/8/2025).

Potongan video yang menyatakan “guru itu beban negara” sangat viral hingga tulisan ini dibuat Senin, 18/8/2025.

Bukan hanya karena menyebut rendahnya gaji guru sebagai “tantangan keuangan negara” tetapi karena juga menyebut tentang tunjangan kinerja guru dan dosen yang dianggap guyon dan enteng oleh SMI. Tetapi ucapan SMI ini sangat melukai hati pendidik. Semoga semua pendidik terutama di daerah pedalaman tidak mendengarkan celoteh SMI yang tidak manusiawi dan diluar nalar.

Gaya bicaranya enteng tanpa perasaan dosa sama sekali. Belum juga ada kenaikan gaji guru malah dituduh sebagai “beban negara”. Satu kata untuk SMI “ASU,” (anjing).

Itulah pelampiasan kemarahan para guru atau netizen 62. SMI sudah hilang rasa kemanusiaannya, hilang rasa kepedulian kepada guru dan dosen. Netizen 62 langsung geger akibat ungkapan SMI, yang sangat merendahkan profesi guru dan dosen. Keberadaan mereka dianggap menghambat kemajuan negara. Karena telah menjadi beban berat bagi negara.

Guru di sekolah swasta itu rela tidak digaji. Bahkan ada yang belum digaji selama satu tahun lebih. Tetapi setiap hari masih saja mengajar dengan modal “min haitsu la yahtasib” artinya mendapatkan rejeki dari arah yang tak disangka-sangka. Bermodal pengetahuan dan ijazah S1 kependidikan, guru ikut mencerdaskan anak bangsa. Tidak pernah ikut demo agar gajinya diberikan dan sedikit ada tunjangan.

Guru yang jarang menerima gaji tepat waktu selalu bermodal doa, semoga Allah memberikan rejeki bagi guru tersebut. Karena guru yang bersangkutan selalu punya keyakinan selama masih ada nyawa, Insyaallah Allah akan memberikan rejeki kecuali sudah wafat maka rejekinya terputus.

Bu Sri Mulyani tidak pernah tahu, bahwa masih banyak guru swasta yang hidupnya pas-pasan. Kerja serabutan, sebelum berangkat ngajar pagi hari, guru jualan tempe di pasar sebelum subuh sudah berangkat kerja pulang jam 6 pagi terus bergegas mengajar. Ada pula guru yang nyambi jadi ojek online dari sore sampai larut malam.

Kalau guru sudah sejahtera apakah pekerjaan sambilan ini akan terus dikerjakan? Apakah pemerintah tahu tentang penderitaan guru swasta. Ini bukti nyata bahwa pemerintah tidak serius memikirkan kesejahteraan guru.

Beban negara yang banyak apakah sudah disalurkan dengan baik ke guru? Sampai SMI bilang “Guru Itu Beban Negara”

Kalau jadi beban, apakah SMI sudah pernah jadi guru. Gaji guru itu sangat kecil sekali dibandingkan dengan profesi lain. Sehingga banyak generasi muda yang tidak mau jadi guru, ya karena beban kerja banyak tetapi gaji tidak mencukupi. Coba kalau gaji guru besar pasti banyak yang berebut menjadi guru. Tidak zamannya lagi guru itu pahlawan tanpa tanda jasa. Hidup yang serba kekurangan ini, masih ditemukan guru yang hidup atas belas kasihan orang. Hidup seadanya, sederhana dan tidak banyak tuntutan.

Apakah di Indonesia guru dan dosen pantas hidup sederhana? Sehingga belum ada kesejahteraan bagi guru, guru sudah dianggap menjadi beban negara.

Memang sebagian dari dana bantuan operasional sekolah (BOS) yang dari pemerintah sebagian untuk membayar gaji guru swasta. Apakah pernyataan SMI ini pertanda dana BOS akan dihentikan.

Penulis tahu alasan SMI menyatakan hal tersebut, ya karena ingin mengurangi pengeluaran negara. Yaitu dengan menghentikan dana BOS atau mengurangi tunjangan guru dan dosen. Kalau ini berhasil pengeluaran negara bisa ditekan. Tapi efeknya akan berkurangnya kualitas pendidikan di Indonesia. Pasti banyak guru swasta atau negeri yang mogok mengajar. Terus kegiatan mencerdaskan anak bangsa jadi kacau. Banyak anak pulang sekolah gasik, karena gurunya tidak berangkat. Yang repot juga orang tua. Anaknya jadi tidak belajar malah bermain.

Coba Bu Sri Mulyani itu menyita harta para koruptor. Penulis yakin keuangan negara bertambah banyak kalau koruptor dimiskinkan. Semua kekayaan disita untuk negara. Atau sebagian kecil uang dari hasil sitaan negara diberikan untuk sedikit kesejahteraan guru dan dosen.

Sri Mulyani terus membuat kebijakan-kebijakan yang menekan hidup rakyat miskin tetapi tidak menengok kekayaan para korupsi di negeri ini.

Koruptornya dilindungi, uang negara yang dirampok dibiarkan dan malah tidak menjadi beban negara. Sementara gaji guru swasta dan negeri tidak kunjung naik. Boro-boro naik, belum saja gaji guru dinaikkan malah dituduh menjadi beban negara. Inilah cara SMI yang mewakili pemerintah untuk menindas rakyat kecil termasuk di dalamnya profesi guru dan dosen.

Sri Mulyani terus berbicara di banyak kesempatan kalau APBN tekor dipertengahan tahun 2025 hingga mencapai Rp 204,2 T.

Mengapa APBN tekor hingga Rp 204,2 T ya biang keroknya Sri Mulyani sendiri beserta para pejabat lain era Presiden Prabowo. Para pejabat tidak kena efisiensi anggaran. Malah pengadaan mobil dinas pejabat sebesar Rp 931 juta per unit. Hitung jumlah pejabat era Presiden Prabowo ratusan. SMI menganggarkan untuk makan dan Snack tiap menteri saat rapat adalah Rp 171.000,- setiap rapat, padahal menteri itu seringnya rapat terus. Tarif hotel Dinas ASN tahun 2026 sebesar Rp 9,3 juta per malam. Belum lagi gaji anggota DPR RI akan dinaikkan sebesar Rp 3 juta perhari. Kalau sebulan bisa Rp 100 juta. Sehingga banyak orang kaya, pengusaha, politikus, artis pengen banget jadi anggota DPR. Para koruptor, menteri, anggota DPR MPR itu tidak menjadi beban negara. Malah beban negara jatuh pada guru.

Nurul Azizah, penulis buku “Dari Perempuan NU Untuk Indonesia”

Berita Terkini