Covid-19 Siswa Setengah Daring?

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Covid-19 merusak dan mempersempit segala ruang kehidupan masyarakat salah satunya dalam ruang lingkup pendidikan. Semenjak Covid-19 menyerang Indonesia pada awal maret 2020 sampai saaat ini, kasus Covid-19 masih menjadi pandemi yang belum terselesaikan.

Di Indonesia sendiri, Covid-19 ini membuat pemerintahan Indonesia mengeluarkan kebijakan. Kebijakan-kebijakan telah dikeluarkan Pemerintah Pusat maupun Daerah, dengan harapan penularan Covid-19 dapat ditekan serendah mungkin. Kebijakan diawali dari social distancing, physical distancing, PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) sampai dengan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

Akibat pandemi ini, banyak perguruan tinggi dan sekolah tutup. Seperti dilansir dari pendapat UNICEF Amerika Serikat pada tanggal 9 Maret, hampir 300 Juta peserta didik diliburkan karena terkena dampak penutupan institusi pendidikan. Akhirnya dari pembelajaran yang awalnya tatap muka berubah menjadi pembelajaran berbasis daring atau pembelajaran jarak jauh. Pembelajaran jarak jauh sendiri sebenarnya menuai pro dan kontra dikalangan masyarakat, sebab pembelajaran jarak jauh yang dinilai kurang memberikan manfaat terhadap siswa.

Fenomena ini bisa kita liat dari banyaknya siswa yang hanya akan masuk ketika guru mengabsen saja. Setelahnya mereka meninggalkan kegiatan belajar dan mengajar secara daring. Belum lagi beberapa orang tua yang tidak sepenuhnya paham bahwa pembelajaran jarak jauh penting untuk siswa, banyak sekali orang tua yang kerap menyuruh anaknya melakukan kegiatan lain di tengah pembelajaran Daring.

Belum lagi tersebarnya isu pembelajaran jarak jauh ini akan dipermanenkan, dilansir dari Kompas.com bahwa pembelajaran jarak jauh ini akan dipermanenkan. Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, dengan adanya pembelajaran jarak jauh ini, pemanfaatan teknologi yang saat ini sedang ada, bisa memberi kesempatan kepada sekolah untuk melakukan berbagai macam modeling kegiatan belajar, Nadiem juga menyampaikan bahwa dengan adanya pembelajaran jarak jauh, para guru dan orang tua bisa beradaptasi dengan kemajuan jaman atau teknologi.

Terlepas dari persoalan pembelajaran jarak jauh akan di permanenkan atau tidak, tetapi menurut saya, jika pembelajaran jarak jauh ini akan menjadikan siswa setegah daring, artinya siswa melakukan segala hal menggunakan teknologi saja, tingkat kemalasan siswa akan bertambah, sebab segala hal akan mudah diakses dengan pembelajaran daring, siswa bisa membuka google ketika pembelajaran terjadi.

Siswa juga kehilangan kesempatan mendapatkan ilmu guru atau yang kita sebut rasa, guru tidak bisa digantikan dengan teknologi. Jika kita fikirkan teknologi dan guru adalah dua hal yang tidak bisa saling di gantikan, di dalam teknologi atau google kita bisa mengakses apa saja. Jika bertanya soalan sejarah maka terknologi/google akan mampu menjawabnya, jika kita tanya perihal fisika, teknologi/google juga mampu menjawabnya.

Hal tersebut sungguh tidak bisa dimiliki guru. Guru hanya bisa menjawab pertanyaan yang sesuai dengan bidang pendidikannya saja. Misalnya guru sejarah hanya akan membahas sejarah, guru fisikapun hanya akan membahas soal fisika saja. Tetapi seperti yang kita ketahui ada sesuatu di dalam diri guru yang tidak bisa digantikan oleh teknologi.

Guru adalah seseorang yang digugu dan ditiru, mereka bertanggungjawab untuk seluruh siswa yang di didiknya, karena ada sesuatu di dalam diri guru yang kita sebut rasa, sehingga tanggungjawab guru terhadap peserta didik tidak bisa diabaikan begitu saja. Apalagi makna pendidikan sebenarnya adalah memanusiakan manusia menurut teori humanistik.

Jika siswa di didik oleh teknologi apakah kita bisa menjamin ia mendapatkan hasil pendidikan yang diharapkan dalam Pasal 1 UU RI Nomor 20 Tahun 2003 ayat 1 “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran. Agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan Negara”.

Siswa setegah daring? Bagaimana kondisi Negara ini jika nanti 20 sampai dengan 30 tahun lagi para siswa yang sekarang melakukan pembelajaran jarak jauh akan mengambil peranan penting untuk kemajuan suatu negeri, di dalam jiwanya tidak terisi rasa-rasa manusiawi, tidak terisi spiritual keagamaan, yang saya rasa tidak bisa didapatkan dari teknologi. Bukankah para siswa ini akan menjadi sebuah pemuda? Pemuda yang akan menjadi tombak peradapan sebuah negeri. Para siswa saat ini akan melestarikan kembali kalimat kuno yang kiranya sudah pupus diantara kita “Gema Ripah loh Jinawi”.

Penulis : Rizkina Hayati Tambunan (Mahasiswa Pendidikan IPS Universitas Negeri Medan, yang tegabung dalam kelompok KKN-DR 37 belajar menulis di DIKSI)

- Advertisement -

Berita Terkini