Pembelajaran Jarak Jauh?

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) telah memaksa jutaan sekolah di dunia memutuskan untuk melakukan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

Begitu juga dengan pemerintah Indonesia telah mumutuskan penerapan PJJ mulai dari Pendidikan Anak Usia dini (PAUD), Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Madrasah Tsanawiyah, Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan juga Perguruan Tinggi.

Bahkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nabiel Makarim berencana ingin memutuskan untuk PJJ menjadi model pembelajaran yang permanen.

Reaksi Masyarakat

Belakangan model Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) meskipun dimaksudkan sebagai cara paling efektif untuk mencegah penularan COVID-19 tetapi paling tidak model PJJ ini telah menimbulkan berbagai reaksi dan permasalahan bagi masyarakat.

Pertama, PJJ memberi tugas tambahan bagi orang tua untuk: mempersiapkan seluruh perangkat dan media pembelajaran seperti gadget, laptop, personal computer, jaringan internet atau kuota data internet.

Selain itu, orang tua juga mendapat tugas tambahan untuk membimbing putra putrinya yang masih usia sekolah dapat menguasai dan mengakses berbagai perangkat dan aplikasi yang digunakan untuk media pembelajaran, melalui google calass room, google meet atau zoom dan lain sebagainya.

Tidak cukup itu saja, orang tua juga dipaksa untuk mendampingi putra putrinya dapat mengetahui dan menguasai setiap mata pelajaran, membantu putra dan putrinya menyelesaikan tugas dan terpenting lagi memberi pengertian dan motivasi agar putra dan putrinya memiliki kesabaran, tidak mudah bosan dan memiliki motivasi yang tinggi dalam belajar.

Kedua, PJJ juga mengharuskan sekolah dapat mengadopsi berbagai Sistem Informasi Manajemen (SIM) dengan menggunakan dukungan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk mendukung model Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang efektif dan efisien.

Sekolah juga musti mempersiapkan perangkat yang memadai, kesiapan tenaga pendidik yang musti memiliki kemampuan teknologi dengan model PJJ dan memiliki inovasi dan kreativitas agar materi pembelajaran tidak membuat para siswa bosan atau jenuh dalam belajar.

Masalah PJJ

Tentu saja model PJJ ini tetap menimbulkan berbagai permasalahan terutama bagi orangtua dan para siswa di rumah.

Pertama, meskipun Indonesia sebagai salah satu negara yang telah bergabung dalam The Word Summit on Information Society (WSIS), dimana sejak tahun 2015 Indonesia mesti berkomitmen agar seluruh pusat pelayanan publik di Indonesia telah terhubung dengan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).

Diantara yang musti dan harus terhubung dengan TIK adalah seluruh desa dan membangun akses komunitas, seluruh sekolah dasar dan menengah, seluruh pusat riset dan pengembangan ilmu pengetahuan, seluruh perpustakaan publik, museum, kantor pos dan arsip nasional, seluruh pusat kesehatan dan rumah sakit, seluruh kementerian pemerintah, menyesuaikan kurikulum sekolah dasar dan menegah agar berbasis informasi, memastikan seluruh populasi di tanah air telah memiliki akses terhadap televisi dan siaran radio, memberikan semangat dan insentif pada industri pengembangan konten TIK dan memastikan bahwa separuh penduduk dunia telah memiliki akses terhadap TIK.

Pada realitanya komitmen untuk semua desa dan semua pusat pelayanan publik telah terhubung dengan TIK mulai 2015, tetapi sampai saat ini masih banyak daerah yang belum terhubung dengan TIK. Hal ini menjadi masalah dan kendala dalam penyelenggaraan PJJ.

Bila pun jaringan TIK ada tetapi tidak semua keluarga memiliki kemampuan yang sama untuk bisa secara mandiri menyiapkan perangkat dan kuota data untuk menjalankan aplikasi PJJ.

Kedua, penguasaan teknologi aplikasi pembelajaran model PJJ tidak sepenuhnya bisa dikuasai atau friendly bagi semua siswa dan orang tua, sehingga menjadi penghambat dan permasalahan tersendiri dalam pelaksanaan PJJ.

Ketiga, pembelajaran dengan model PJJ lebih banyak memberikan penugasan pada siswa yang secara psikologis belajar model PJJ menjadi tidak menyenangkan justeru menjadi beban dan siswa merasa tertekan dan tidak merdeka dalam belajar.

Keempat, dalam proses pendidikan seluruh aspek pembelajaran dalam ranah afektif, psikomotorik dan kongnitif, ada hal-hal khusus yang tidak bisa dilakukan melalui pembelajaran model PJJ, tetapi memerlukan tatap muka langsung atau praktik dan studi lapangan.

Selain itu, ada hal yang sifatnya psikologis yang tidak bisa tergantikan selain dengan pertemuan tatap muka secara langsung.

Sampai Kapan PJJ?

Lantas bagaimana solusi yang hendak kita tawarkan terhadap posisi yang menjadi dilema antara belajar online melalui PJJ atau offline melalui tatap muka langsung tetapi tetap menjaga protokol kesehatan.

Sampai kapan PJJ ini akan diberlangsungkan? Apakah makna PJJ ini bagi setiap kita, apakah menjadi ujian kesabaran bagi kita?

Pilihannya tampaknya lebih menarik untuk mendampingi dan menjadi guru dan teladan yang mengajari putra putri generasi Indonesia masa depan menggantikan peran guru di sekolah melalui PJJ dibandingkan dengan pembelajaran model langsung di kelas tetapi akan menimbulkan kekhawatiran dan ancaman semakin melonjaknya angka positif COVID-19.

Pada pilihan yang penuh dilema ini tampaknya kita dan semua orangtua, para siswa, pemerintah dan seluruh stake holder segera menambah deretan pertanyaan yang panjang.

Bagaimana dan sampai kapan PJJ akan dihentikan dan siswa dan siswi kembali belajar on site dan bertatap muka secara langsung?

Kita masing-masinglah yang bisa menjawab pertanyaan tentang PJJ itu bagaimana dan sampai kapan. Semakin sabar dan sanggup kita menahan diri dan mampu menerapkan kelaziman baru dalam menata kehidupan, menjaga kebugaran, kekebalan dan kesehatan dengan tetap disiplin dalam menerapkan kelaziman baru sesuai protokol kesehatan untuk pencegahan COVID@19, maka akan semakin cepat proses pelaksanaan pembelajaran model on site atau tatap muka dan interaksi langsung dilakukan. [WT, 23/07/2020]

Oleh: Wahyu Triono KS
Dosen Administrasi Publik FISIP Universitas Nasional

- Advertisement -

Berita Terkini