Pandemi Covid-19, IGI Usulkan Siswa Masuk Sekolah Dua Kali Sepekan

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Jakarta – Ikatan Guru Indonesia mengusulkan jadwal masuk siswa ke dipangkas jadi dua hari seminggu jika kebijakan kembali masuk sekolah diterapkan di tengah pandemi corona.

Hal ini diungkap Ketua Umum IGI Muhammad Ramli Rahim merespons wacana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membuka kembali sekolah di tengah wabah covid-19 atau corona.

“Dan cukup 4 jam di sekolah dengan sistem guru piket,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Selasa (9/6).

Ramli menjelaskan hal tersebut memungkinkan jika sekolah menerapkan metode belajar campur atau blended learning. Artinya pembelajaran daring dan luring dilakukan secara bergantian.

Jadi, lanjutnya, ketika siswa masuk sekolah guru tak perlu menerangkan materi lagi. Melainkan hanya tinggal konsultasi jika ada kesulitan selama menjalani pembelajaran daring.

Ia menilai menggabungkan pembelajaran daring dan luring dapat memangkas banyak waktu belajar dan mengajar. Sehingga pembelajaran di tatanan hidup baru nanti, katanya, bisa lebih efektif diterapkan.

Ketika pembelajaran daring, guru disarankan memberikan materi pembelajaran melalui aplikasi terlebih dahulu. Kemudian baru pembelajaran dilakukan.

“[Dengan begini] guru lebih mudah menyampaikan materinya. Dan cukup 20 menit untuk 1 pelajaran, yang selama ini [bisa memakan waktu] 35 menit untuk SD, 40 menit untuk SMP dan 45 menit untuk SMA,” jelasnya.

Pada pembelajaran tatap muka Ramli memperhitungkan jika siswa dan guru hanya berkonsultasi, waktu bisa dipangkas menjadi 10 sampai 15 menit per mata pelajaran.

Pengunduran Tahun Ajaran Baru

Sementara itu, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia menyuarakan agar tahun ajaran baru diundur hingga pandemi selesai.

Usulan tersebut disuarakan berdasarkan pengaduan yang didapat JPPI, yakni sebanyak 59 persen pelapor dikatakan setuju penerimaan peserta didik baru (PPDB) dan tahun ajaran baru diundur sampai pandemi berakhir.

“Dari semua pengaduan yang terkumpul, hanya 24 persen yang setuju dengan PPDB dan tahun ajaran baru pada Juli 2020,” ujar keterangan pers PJJI yang diterima CNNIndonesia.com.

Kemudian sebanyak 17 persen pelapor mengaku setuju PPDB dan tahun ajaran baru diundur hingga 2021.

Mereka yang tidak setuju tahun ajaran baru dimulai Juli memiliki sejumlah alasan. Yakni karena khawatir siswa terpapar corona ketika bersekolah.

JPPI mengatakan banyak sekolah yang belum siap menerapkan protokol kesehatan karena keterbatasan sarana dan juga sumber daya.

Kemudian juga banyak orang tua yang mengaku tak mampu membayar sumbangan pembinaan pendidikan (SPP), khususnya bagi siswa di sekolah swasta.

PJJI mengingatkan bahwa pembelajaran daring pun tak efektif dilakukan selama pandemi. Untuk itu penundaan tahun ajaran baru dinilai sebagai solusi.

Direktorat Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebelumnya menyatakan penundaan tahun ajaran baru tak jadi pilihan. Ini karena penundaan tahun ajaran baru bisa mengindikasikan masalah lain. Salah satunya terkait siswa yang sudah dinyatakan lulus, maupun yang sudah masuk perguruan tinggi melalui jalur SNMPTN.

Pembukaan sekolah sendiri rencananya dilakukan pertengahan Juli 2020 atau pada tahun ajaran 2020/2021. Keputusan tersebut sementara akan dilakukan di hanya daerah di zona hijau.

CNNIndonesia.com juga telah berupaya mengonfirmasi rencana pembukaan sekolah kepada Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, namun belum mendapat jawaban.

Sumber : CNNIndonesia.com

- Advertisement -

Berita Terkini