Revolusi Dunia Pendidikan

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Seperti anda mengajari anak-anak yang merangkak, naluriahnya ingin segera berdiri. Setelah pintar berdiri segera ingin berjalan. Setelah pintar berjalan segera ingin berlari melesat dan berkelebat.

Hal yang naluriah ingin tergesa-gesa seperti itu, sesuatu yang sangat wajar saja. Tetapi berhati-hatilah semua yang tergesa-gesa membuka peluang dominasi nafsu atas yang lainnya dan sering ditemani oleh setan.

Kajian ini adalah soal bagaimana pendidikan menjadi pemandu menghadapi situasi yang ingin serba cepat, pragmatis dan instan di era Industri 4.0 dan Smart Society 5.0.

Dampak Ikutan Revolusi Industri 4.0

Di dunia modern yang serba cepat dengan lahirnya Revolusi Industri 4.0, istilah yang sering menjadi prinsip utamanya adalah bukan yang besar mengalahkan yang kecil, tetapi yang cepat mengalahkan yang lamban.

Tetapi cepat tentu bukan tergesa-gesa. Cepat membutuhkan ketepatan dan kepastian bahwa semua dilakukan dengan penuh perhitungan. Hitungan yang tidak hanya serba kuantitatif tetapi mengabaikan yang kualitatif. Kecepatan dan ketepatan memproduksi jumlah atau kuantitas musti dibarengi dengan kualitas yang baik dan sempurna.

Di beberapa negara maju dan modern, Revolusi Industri 4.0 yang berprinsip cepat, tepat, produktif dan berkualitas telah pula membawa dampak buruk terhadap terdisrupsinya nilai-nilai dan martabat kemanusiaan, sehingga melahirkan revolusi baru Smart Society 5.0. Kemajuan teknologi secanggih apapun tidak boleh mendisrupsi nilai-nilai dan harkat martabat kemanusiaan.

Revolusi kemanusiaan tentu bukan sekadar mengantisipasi betapa sesuatu yang serba cepat tetapi tergesa-gesa itu bisa seperti metafora anak-anak yang dari awal diajari oleh ibu atau orang lain untuk “berjalan” (tentu berjalan dimaksudkan dalam makna yang luas) justru setelah bisa berjalan ingin segera berlari, berkelebat dan melesat cepat meninggalkan yang mengajari berjalan (tidak lagi mengenal atau mengingat siapa yang mengajarinya berjalan).

Hal semacam ini acap kita lihat dalam kehidupan keseharian kita di semua sendi kehidupan. Selalu yang demikian itu meski bisa berjalan bahkan berlari, berkelebat dan melesat tetapi bagai zombie yang tak bernyawa dan memiliki ruh.

Ruhani tetap penting karena ia yang akan memandu pikiran, laku dan perbuatan. Tanpa panduan ruhani semua prinsip yang cepat mengalahkan yang lamban dipandu oleh nafsu dan menghalalkan segala cara.

Bagaimana orang ingin cepat memiliki segalanya tetapi serba instan dan pragmatis dengan cara mengambil hak-hak orang lain dengan curang, memanipulasi, berbohong dan ingkar janji atau wanprestasi.

Dalam makna lebih luas tidak lagi peduli akan norma dan nilai, ingin memanen di kebun orang lain atau tanpa berjuang, ikhtiar dan usaha tetapi ingin menikmati dengan rakus yang dipandu dengan keserakahan.

Revolusi Kemanusiaan di Pendidikan

Penunjukkan Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan dan Pendidikan Tinggi adalah sesuatu yang revolusioner, karena tidak mengikuti pakem sebelumnya, misalnya tidak bergelar Profesor, tidak dari kalangan akademisi dan Ormas keagamaan tertentu.

Ditengah pro dan kontra, Menteri Pendidikan Nadiem Makarim mulai menyahuti perintah Presiden Joko Widodo dengan segera melakukan perubahan kurikulum.

Tampaknya perubahan kurikulum diprediksi untuk membumikan sistem pendidikan dan pembelajaran dari mulai Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Menegah Umum (SMU) agar lebih memiliki hubungan dan keterkaitan langsung dengan realitas lingkungan kehidupan terutama kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, rekayasa industri dan pasar tenaga kerja.

Hal ini diperlukan agar lulusan setiap tingkatan pendidikan tidak menjadi para Ronin yang tidak lagi memiliki majikan tempat mengabdi –sebagaimana istilah ini dipakai di Jepang untuk menggambarkan lulusan sekolah menengah umum yang tidak lulus tes masuk perguruan tinggi atau sekolah lain yang lebih tinggi.

Atau paling tidak, meskipun tidak lulus masuk perguruan tinggi atau tidak bisa melanjutkan pendidikan, lulusan SMU akan menjadi tenaga kerja produktif yang siap mengisi pasar tenaga kerja.

Begitu juga dengan lulusan perguruan tinggi juga diharapkan siap memasuki pasar dunia kerja yang semakin maju dengan dukungan teknologi, digitalisasi, automatisasi dan penerapan Sistem Informasi Manajemen (SIM) di organisasi bisnis dan organisasi publik.

Bahkan diutamakan lulusan SMU dan Perguruan Tinggi akan siap bukan hanya menjadi pencari kerja tetapi juga menjadi pencipta lapangan kerja dengan menjadi wirausaha.

Kurikulum pendidikan yang akan mendekatkan dunia pendidikan dengan realitas kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, rekayasa industri dan pasar tenaga kerja melalui penerapan Industri 4.0 menuntut perlunya diperhatikan dampak ikutan lainnya.

Pertama, membangun pendidikan itu adalah suatu pembangunan yang maha agung. Karenanya kurikulum yang hendak dirubah tidak boleh menjadikan manusia seperti zombie atau robot dengan hanya membangun fisiknya saja tetapi abai dengan nilai-nilai kemanusiaan. Perubahan kurikulum musti melanjutkan kembali pembangunan revolusi mental yang nyaris hampir tak terdengar, agar pembangunan pendidikan membangun jiwa dan raganya.

Kedua, perubahan kurikulum tidak boleh menghambat proses pendidikan yang mencerahkan, yaitu pendidikan yang berfokus pada mencari kebenaran dari koherensi kenyataan-kenyataan (basa), kemampuan untuk menangkap arah atau gerak dari peristiwa (masa), keserasian rasa seni atau keindahan seni (rasa bahasa) dan kemampuan untuk menerima yang sakral dan yang suci (yasa).

Ketiga, dan yang terpenting bahwa perubahan kurikulum tidak boleh merubah prinsip bahwa karakter, sikap kepribadian dan akhlak (Atittude) yang paling utama dibandingkan dengan kemampuan, kapasitas intelektual, kecerdasan dan keunggulan pengetahuan (Knowledge) juga kemahiran, keahlian dan keterampilan (Skill) yang profesional.

Sepintar dan secerdas apapun, semahir, seahli dan seterampil apapun bila tidak memiliki karakter, sikap kepribadian dan akhlak yang terpuji tidak ada gunanya dan bukan cita-cita serta tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Karenanya karakter, sikap dan kepribadianlah yang utama untuk membangun Indonesia Maju.

Penutup

Belajar dari beberapa negara maju dan modern yang telah meyakini bahwa penerapan Industri 4.0 tidak boleh menggerus atau mendisrupsi nilai-nilai dan harkat martabat kemanusiaan sehingga perlu dibarengi dengan Smart Society 5.0.

Maka perubahan kurikulum bila nantinya semakin mendekatkan dunia pendidikan dengan realitas kehidupan, kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, rekayasa industri dan pasar tenaga kerja tidak boleh mengabaikan nilai-nilai, harkat dan martabat kemanusiaan.

Kita ingin Indonesia Maju, yaitu Indonesia yang tidak tertinggal dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan perkembangan dunia, tanpa harus menyebabkan Indonesia kehilangan jati diri dan karakternya.

Membangun pendidikan berarti membangun nasionalisme dan karakter bangsa, sebagaimana Ir. Soekarno menyebutnya sebagai national and character building. Membangun pendidikan berarti membangun jiwa dan raga warga bangsa untuk Indonesia maju dan sejahtera. [WT, 7/11/2019] Like and Share!

Oleh: Wahyu Triono KS
Dosen FISIP Universitas Nasional dan Founder Taman Pendidikan LEADER Indonesia Depok

- Advertisement -

Berita Terkini