Pendidikan Telah ‘Dikeroyok’ Biaya Mahal & Regulasi Amburadul

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Orang kebanyakan acapkali menyebut-nyebut lahir sebagai manusia itu adalah musibah bila tidak pernah mengeyam pendidikan & terlahir pernah mengeyam pendidikan apalagi hingga ke jenjang perguruan tinggi adalah suatu anugerah gusti Allah yang tak boleh terlewatkan begitu saja.

Pendidikan sejatinya telah menjadi objek vital bagi kemajuan bangsa bahkan menjadi salah satu subjek penentu bagi regenerasi emas bangsa kedepan.

Populasi manusia semakin bertambah dan bahkan melonjak pesat seiring waktu bergulir.
Semakin kerasnya tensi antar individu maupun kelompok membuat dinamika kebangsaan perlahan menimbulkan jurang pemisah yang dalam, biasa sering kita sebut sebagai kesenjangan sosial atau disparitas sosial.

Menurut Aristoteles seorang Filsuf Yunani bahwa setiap individu manusia disebut zoon politicon yang artinya hewan yang bermasyarakat atau diperas lagi maknanya menjadi manusia adalah makhluk sosial.

Lalu apa latar belakang Aristoteles mencetuskan pertama kalinya bahwa manusia adalah zoon politicon?

Aristoteles dahulu hidup dari keluarga yang sederhana dan lingkungan yang keras dan penuh kekisruhan. Hingga sampai suatu waktu dirinya pada pengamatan yang klimaks hingga muncul lah gagasannya untuk merumuskan tentang zoon politicon yakni
bahwa manusia itu makhluk sosial adalah makhluk yang aktif bersosialisasi dengan sesamanya, ide dan gagasannya demi sekelilingnya dan bangsanya, hingga nantinya sampailah manusia itu pada kesempurnaan identitas dan jati diri manusia yang sesungguhnya dengan bahasa sederhananya manusia yang berjiwa tenang.

Mengapa demikian manusia harus bersosialisasi? Tak terbantahkan lagi bahwa kodrat manusia adalah untuk bersosial.Manusia tidak bisa hidup sendirian. Manusia memerlukan manusia lain. Secara kodrati, manusia adalah makhluk yang memiliki kecenderungan untuk hidup dalam kebersamaan dengan yang lain untuk belajar hidup sebagai manusia. Manusia adalah makhluk yang mencari kesempurnaan dirinya dalam tata hidup bersama. Manusia lahir, tumbuh dan menjadi insan dewasa karena dan bersama manusia lain. Maka makna secara implisit zoon politicon atau manusia sebagai makhluk sosial secara langsung bermaksud menegaskan bahwa hanya dalam lingkup tata hidup bersama kesempurnaan manusia akan menemukan keutuhannya.

Hidup dan perkembangan manusia, bahkan apa yang disebut dengan makna dan nilai kehidupan manusia hanya mungkin terjadi dalam konteks kebersamaan dengan manusia lain.

Dikaitkan lagi zoon politicon Aristoteles oleh Adam Smith adalah Makhluk Sosial artinya memiliki interaksi sosial yang perwujudannya melalui pendidikan.

Ya benar, penulis dan mungkin pembaca sepakat bahwa pendidikan merupakan instrumen penting dalam memajukan proses interaksi sosial dalam zona zoon politicon yang dimaksud Aristoteles tersebut.

Mobilitas Sosial seseorang pun saat ini diukur oleh seberapa tinggi jenjang pendidikan yang dienyam nya.
Di Indonesia sendiri kita pasti mengenal Kita Hajar Dewantara sebagai Bapak Pendidikan di Negeri Khatulistiwa ini.

Beliau dahulu menelurkan cikal bakal pendidikan di Indonesia dengan ide, gagasan dan buah fikiran. Yang sampai hari ini masih dipakai salah satunya yakni Tut Wuri Handayani yang artinya menciptakan situasi kondusif dan dibelakang mendorong (dukungan moral).

Dunia Pendidikan di era gadgetisasi saat ini sangat jauh dari sikap egalitarianisme.
Gadget kini ada ditengah-tengah masyarakat Indonesua bagaikan dua mata pisau yang salin berhadap-hadapan sedangkan masyarakat ditengah-tengahnya.

Pendidikan di Indonesia saat ini kurang menarik karena telah berkurangnya apresiasi pemerintah atau tenaga pendidik untuk membentuk watak dan fikiran. Tenaga pendidik dan regulasi pemerintah hanya sebatas manifestasi dari lahan dan pencarian makan untuk perut dan anak cucu mereka dan sekutunya tanpa memikirkan kepentingan bangsa dan kemajuan negeri saat ini.

Pendidikan saat ini hanya mengisi otak tapi tak membentuk watak hingga sampai lah pada suatu masa nantinya kalau boleh diprediksi wajah Indonesia kedepan akan tenggelam dan dikuasi oleh si sipit dan sibarat dari semenanjung free and port.

Selanjutnya, tenaga pendidik juga kurang open minded (terbuka) dengan hal-hal yang berbau ide, gagasan, kreatifitas, inovasi, minat, bakat dan tata krama dari peserta didik.
Pendidik sedikit berjalan ditepi rel pendidikan yang telah digagas rapi oleh Ki Hajar Dewantara dahulu, yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.

Agaknya berat, atau jauh panggang daripada api melihat situasi Pendidikan Indonesia terkini dimeja kepsek sudah ada bon dan nama calon peserta didik titipan, psikologis guru terganggu akibat gaji belum dibayar lalu psikologis murid juga ikut terganggu akibat membengkaknya biaya pendidikan mulai dari jenjang Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi.

Lalu kita katakanlah ini salah Presiden, Menteri, Kepala Daerah dan Fungsional Pemerintahan lainnya?

Bukan itu pointnya. Mereka memang salah, tapi jauh dari itu. kita harus refleksi dan sadar.
Sesungguhnya sudah menjadi tanggung jawab kita bersama tentang maju mundurnya bangsa ini apalagi dunia pendidikan di Indonesia yang telah saya sebutkan diatas pendidikan sebagai objek vital kemajuan bangsa.

Kita prihatin kadang melihat biaya pendidikan mahal, sistem pendidikan dan tenaga didik terhadap peserta didik amburadul, kemarin tentang zonasi bermasalah, distribusi buku akademik atau sering disebut buku tematik (paket) bermasalah tentang kurikulum yang tidak merata, UN yang masih kabur.

Ya sebenarnya pendidikan kita telah dikoyak-koyak bahkan dikeroyok dengan dua hal itu, pertama biaya membengkak mahal dan kedua sistem nya yang amburadul.
Skema pendidikan itu harus diubah lah, sesederhana mungkin lah pendidikan itu dijalankan.

‘Jangan ikuti sistem global, toh kearifan lokal kita juga bagus sistemnya’ artinya adalah barat itu memang doyan belajar karena mindset dan kulturnya memaksa untuk itu, minimal mereka kutu buku lah beda dengan bangsa ini, lebih doyan gadget daripada baca.
Sampailah pada saran saya kepada dunia pendidikan, sederhana yang saya maksud begini, utamakan gagasan atau nilai-nilai moral atau etik ke nurani peserta didik : learning by doing (belajar sambil mengerjakan) contoh : hidupkan lagi kerja bakti, gotong royong, resensi buku bersama, nyanyi bersama. Intinya menumbuh kembangkan kebersamaan dahulu setelahnya silahkan tumbuhkan mental persaingan saya yakin pasti mental dan jiwa mereka sehat dan kuat. Jangan kebalik, sekarang masuk sekolah atau perguruan tinggi cuma say hai hallo, senyum, lalu tekun belajar, dalam hati udah gemes liat kawannya karena nilai nya lebih tinggi dari pada nya hingga akhirnya timbullah beragam persaingan sampai-sampai kepersaingan percintaan.

Wallahu’alam.
Balada Pendidikan.
Butuh solusi cerdas dan konkritnya dari pihak yang bertanggung jawab tentang pendidikan, agar anak-anak bangsa ini tidak banyak ditipu-tipui oleh orang-orang asing dengan beragan modusnya yang biasa ada seperti MLM kah, Trade kah dan lain-lainnya.

Jayalah Indonesiaku, Majulah Pendidikan ku.

Muhammad Najib
Mahasiswa Fakultas Syari’ah & Hukum UIN SUMATERA UTARA MEDAN

Alumni MAN 2 MODEL MEDAN

- Advertisement -

Berita Terkini