Pengutipan Uang Buku di SMAN 15 Medan Langgar Permendikbud?

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Laporan: Dhabit Barkah Siregar

MUDANews.com, Medan (Sumut) – Oknum guru SMA Negeri 15, Dra ASS disinyalir melakukan praktik pungutan liar (pungli) terhadap para siswanya. Praktik itu dilakukan dengan cara memungut uang komite sekolah dan uang buku senilai Rp 1 juta. Siswa yang dibebankan dengan pungutipan itu, dimulai dari kelas 10 hingga kelas 12.

“Kalian harus lunasi semua itu,” aku salah seorang murid yang enggan menyebut namanya, menirukan ucapan ASS, Kamis (9/2).

Para murid, merasa tertekan atas desakan ASS guna melunasi uang buku tersebut. Dan para murid pun terpaksa menurutinya.

Sementara itu, saat dikonfirmasi, Kepsek SMA Negeri 15, Darwin Sitorus mengatakan, dirinya tidak mengetahui akan praktik pungutan uang buku yang berlangsung di sekolah yang dipimpinnya. Terlebih lagi, pungutan yang mengatasnamakan uang buku dan uang komite sekolah.

“Saat ini saya tak pernah tahu kalau di sekolah yang saya pimpin ini telah melakukan pungutan dengan dalih uang buku dan uang komite sekolah,” akunya.

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Utara (Sumut), Abyadi Siregar mengatakan, pihaknya harus melihat duduk permasalahan dulu. Mengenai pengutipan uang buku di sekolah, pihaknya harus menyelidiki dahulu mengenai informasi itu.

“Jadi di Permendikbud ini, sekolah boleh meminta uang kepada orang tua. Asal bentuknya sumbangan atau bantuan. Nah, di sini yang harus kita lihat, itu pungutan atau bantuan atau sumbangan,” jelas Abyadi di ruangannya, Jalan Majapahit No 2, Kecamatan Medan Petisah, Kamis (9/2).

Menurutnya, pungutan yang dilakukan ASS melanggar Peraturan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No 75 Tahun 2016.

“Jadi yang jelas ini pelanggaran. Menurut Permendikbud No 75 Tahun 2016 itu tidak dibenarkan memungut uang buku,” katanya.

Tentunya, sambung Abyadi, penarikan uang oleh sekolah kepada peserta didik maupun orangtua atau wali yang bersifat wajib, mengikat serta jumlah dan jangka waktunya ditentukan, hal ini merujuk kepada pelanggaran Pasal 12 huruf a dalam Permendikbud No 75.

“Kalau ini penjualan buku. Penjualan buku itu pun tidak boleh. Itu masuk di Permendikbud, Pasal 12 huruf a,” terangnya.

Abyadi menjelaskan, dalam temuannya, kasus pungutan di lembaga-lembaga pendidikan negeri di Sumut, khususnya Medan masih sangat tinggi. Dengan begitu, dirinya menilai, Pemerintah Daerah, melalui Dinas Pendidikan (Disdik) masih tergolong lemah dalam mengawasi dan menindak praktik pungutan. Hal tersebut terkesan seperti mengabaikan Permendikbud.

“Jadi, kita pun (Ombudsman) mengawasi berdasarkan ini (Permendikbud). Selanjutnya hasil pengawasan kita serahkan ke pemerintah. Kalau pemerintah tidak mengambil sikap, berarti ini (Permendikbud) tidak ada gunanya. Artinya apa? Bahwa Permendikbud no 75 tahun 2016 dikangkangi di Medan,” sebutnya.

Dalam pengawasan, menurutnya dalam Permendikbud itu tidak disebutkan sanksi tegas kepada oknum yang melanggar pasal-pasal. Di dalamnya, hanya ada pengembalian uang secara utuh hasil pungutan yang tidak sesuai Permendikbud.

“Saya kira nantinya, harus kami surati Menteri bahwa peraturan itu tidak dipandang di Sumatera Utara. Sehingga Menteri harus membuat peraturan yang regulasinya lebih jelas dan tegas,” tandasnya.

Secara terpisah, Sekretaris Daerah (Sekda) Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu), Hasban Ritonga mengatakan, akan menyelidiki kegiatan pungutan itu.

“SMA Negeri 15 Medan? Kalau pengutipan kepada siswa itu diluar dari komite, atau yang mengutip guru, nanti kita akan selidiki. Terima kasih ya, terima kasih atas informasinya,” kata Hasban di Gedung lama Pemprovsu, Jalan Diponegoro, Kecamatan Medan Petisah.[jo]

- Advertisement -

Berita Terkini