Penulis: Nurul Azizah
Mudanews.com OPINI – Sejak awal saya sudah curiga kegaduhan di tubuh PBNU benar atau salah, sengaja atau tidak sudah didesain sedemikian rupa agar di media sosial dan di dunia nyata itu gaduh. Entah siapa yang membuat skenario ini, yang jelas masyarakat Indonesia sudah cerdas bahwa selama masa kepemimpinan PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) adalah periode PBNU yang pro mantan Presiden Joko Widodo. Baik Rois Aam Syuriah PBNU KH Miftachul Akhyar, Ketum PBNU Gus Yahya, Sekjen Saifullah Yusuf, Ketua PBNU KH. Ahmad Fahrur rozi merupakan satu kesatuan pendukung Jokowi dan kroni. Bahkan dukungan itu berlanjut ke Paslon 02 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka untuk kelanjutan dari program-program yang digagas presiden sebelumnya.
Masih ingat saat Joko Widodo menghadiri pengukuhan Pengurus Besar Nahdatul Ulama masa Khidmat 2022-2027 dan Harlah ke-96 NU yang digelar di Balikpapan Sport and Convention Center, Kota Balikpapan Provinsi Kalimantan Timur pada Senin, 31 Januari 2022.
“NU merupakan potensi bangsa yang sangat besar,” ujar Presiden Joko Widodo kala itu. Selain memiliki kekuatan yang sangat besar dan jaringan organisasi yang sangat lengkap yang tersebar di seluruh pelosok negeri dan luar negeri.
Sebagai rasa terimakasih kepada PBNU atas dukungan kepada Jokowi maka dibangunlah Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta (UNU Yogjakarta). Uang pembangunan diambilkan dari uang rakyat yaitu dari APBN dan dikerjakan oleh Kementerian PUPR setelah ada permohonan dari PBNU ke Presiden. UNU Yogjakarta yang berlokasi di Ring Roat Barat, Gamping Sleman. UNU Yogyakarta diresmikan oleh presiden Jokowi pada tanggal 31 Januari 2024, bertepatan dengan resepsi Harlah ke-101 NU.
Take and give pasti berlaku, Jokowi memberi dan PBNU menerima, sebaliknya PBNU harus memberi dukungan sepenuhnya kepada Jokowi, jangan pernah sekalipun PBNU memberikan kritikan atas kinerja dan program-program Jokowi. Tentunya Program Jokowi adalah keberlanjutan. Banyak warga NU yang mendapat arahan entah dari pengurus PBNU, PWNU, PCNU, MWCNU, Ranting NU bahkan pengurus anak ranting NU agar memilih Paslon 02 Prabowo Subianto dan Gibran. Bahkan banyak pengurus struktural NU menghendaki Paslon 02 menang dengan satu putaran.
Tidak hanya itu saja, pemerintah Jokowi juga memberikan ijin tambang (IUP) kepada ormas keagamaan diantaranya diberikan ke PBNU sebagai perwakilan ormas NU. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 25/2024 tentang perubahan PP 96/2021 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara.
Coba dicek pasal dalam UU Minerba, apakah ada pasal yang memberikan mandat kepada pemerintah untuk memberikan prioritas penerbitan IUPK kepada ormas keagamaan. Kalau tidak ada, berarti pemberian ijin tambang ke PBNU adalah pelanggaran secara terang benderang. Pemberian IUPK harus memperhatikan kepentingan daerah bukan kepentingan ormas keagamaan.
Masyarakat yang tahu tentang tentang IUPK pasti geleng-geleng kepala. Kok bisa ormas keagamaan seperti NU (PBNU) dapat ijin tambang dengan gampang. Padahal IUPK (izin usaha pertambangan khusus) adalah ijin yang diberikan pemerintah kepada badan usaha (BUMN, BUMD atau Swasta melalui lelang) untuk mengelola kegiatan pertambangan di wilayah strategis dan ditetapkan dengan wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK).
Lha tenan, didalam tubuh PBNU terjadi konflik internal, Rois Aam Syuriah PBNU KH Miftachul Akhyar memecat Ketum PBNU Gus Yahya. Gus Yahya tidak terima akhirnya memecat Gus Ipul sebagai sekjen PBNU. Bahkan konflik internal ini mendapat sorotan keras dari mantan ketum PBNU KH. Said Agil Siradj (SAS). Bahkan KH. Said Agil mengusulkan agar PBNU mengembalikan izin konsensi tambang yang diberikan oleh pemerintah era Jokowi kepada pemerintah sekarang, karena dinilai lebih banyak mudharat (kerugian) seperti konflik internal dan masalah lingkungan, daripada manfaatnya, serta meminta NU fokus pada bidang sosial dan pendidikan. Ada potensi bahaya besar keutuhan organisasi dan rusaknya ekosistem. Kiai SAS menganggap pemberian izin tambang merupakan “jebakan” mengalihkan fokus NU dari peran utamanya.
Saat isu ijazah palsu Jokowi gencar dibahas di media sosial, PBNU diam seribu bahasa, ya karena mereka sepakat bahwa ijazah Jokowi itu asli. Isu Ijazah Gibran itu palsu bahkan Gibran tidak tamat SMA, PBNU juga diam seribu bahasa. PBNU sekalipun tidak pernah kritik pemerintah baik era Jokowi maupun era presiden Prabowo.
Dan yang paling dipertanyakan oleh masyarakat saat terjadi bencana banjir bandang dan tanah longsor, tidak ada satupun relawan Jokowi yang kenceng membela Jokowi terjun langsung ke lokasi banjir bandang di Sumatera Utara, Sumatra Barat dan Aceh. Banser NU yang biasanya diterjunkan langsung ke lokasi bencana, ini juga belum ada instruksi langsung dari PBNU.
Pengurus PBNU masih sibuk dengan konflik internal dan berusaha untuk damai (islah). Kayak anak kecil, rebutan mainan tambang, bertengkar kemudian didamaikan dan akhirnya berpelukan saling memaafkan.
Endingnya KH. Miftahul Akhyar memohon maaf kepada warga Nahdliyyin khususnya dan masyarakat pada umumnya atas kegaduhan yang terjadi di PBNU.
Kelihatan sekali, PBNU dijadikan alat untuk mengecoh kasus-kasus besar yang menimpa negeri ini karena ulah para pejabat dan penguasa yang suka berbohong, demi memperkaya diri, keluarga dan kroni demi ambisi menguasai negeri.
Nurul Azizah penulis buku Muslimat NU Militan Untuk NKRI dan Dari Perempuan NU Untuk Indonesia.

