Orang Tua Malu Menyekolahkan ABK di SLB: Egois atau Kurang Paham?

Breaking News
- Advertisement -


Oleh: Ika Prihatiningsih, S.sos*

Mudanews.com OPINI – Terdapat seorang ibu yang diam-diam memperhatikan anaknya yang berkebutuhan khusus (ABK) bermain di halaman sekolah inklusi, hatinya selalu terganggu apakah anaknya benar-benar mendapatkan perhatian yang cukup?Ingin hati memasukkannya ke SLB tetapi rasa malu yang sering tiba-tiba muncul membuat langkah kaki terhenti.

‎Masalah ini bukanlah hal baru, banyak orang tua ABK mengalami konflik antara keinginan memberikan pendidikan terbaik dan perasaan malu yang tak terduga ketika menyekolahkan anak di SLB, padahal fakta menunjukkan kebutuhan pendidikan ABK lebih terpenuhi di sana daripada di sekolah inklusi.

‎Rasa malu yang dirasakan orang tua ABK seringkali berasal dari stereotip masyarakat yang masih melekat. Banyak orang masih melihat SLB sebagai tempat untuk anak yang tidak normal atau kurang cerdas, padahal kenyataannya SLB adalah lembaga pendidikan yang dirancang khusus untuk memenuhi kebutuhan belajar ABK dengan berbagai jenis gangguan, mulai dari disleksia, autisme, ADHD hingga gangguan fisik. Orang tua tak jarang takut dilihat oleh tetangga, teman, atau keluarga sebagai orang yang gagal dalam mendidik anak, atau khawatir anak akan dikenai stigma dan dibully jika diketahui bersekolah di SLB.

‎Selain itu, kurangnya pemahaman tentang fungsi SLB juga menjadi penyebab. Banyak orang tua mengira sekolah inklusi adalah pilihan lebih baik karena anak bisa berinteraksi dengan teman-teman yang normal, tanpa menyadari bahwa fasilitas, tenaga pengajar, dan kurikulum di sekolah inklusi belum selalu mampu menyesuaikan diri dengan kebutuhan spesifik ABK. Akibatnya, mereka rela menyembunyikan kondisi anak dan memaksanya di lingkungan yang tidak sesuai, hanya untuk menghindari rasa malu yang ditimbulkan oleh SLB.

Faktanya, Kebutuhan ABK Lebih Terpenuhi di SLB

‎Berbeda dengan stereotip yang melekat, SLB menawarkan fasilitas dan layanan yang dirancang secara profesional untuk memenuhi kebutuhan pendidikan ABK. Berikut adalah beberapa alasan mengapa kebutuhan anak lebih terpenuhi di SLB;

  1. Tenaga pengajar yang terlatih. Guru di SLB memiliki pelatihan khusus untuk menangani berbagai jenis gangguan pada ABK, sehingga mampu memberikan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan kecepatan dan gaya belajar masing-masing anak :
  2. Kurikulum yang disesuaikan. Kurikulum di SLB tidak hanya berfokus pada akademik, tapi juga keterampilan hidup, keterampilan sosial, dan pengembangan potensi khusus anak, seperti seni, musik, atau keterampilan kerja.
  3. Fasilitas yang memadai. SLB dilengkapi dengan fasilitas khusus seperti kursi roda yang mudah diakses, ruang terapi bicara, ruang terapi fisik, dan alat bantu belajar yang disesuaikan, yang jarang ada atau kurang lengkap di sekolah inklusi.
  4. Lingkungan yang aman dan mendukung. Di SLB, anak ABK berada di antara teman-teman yang memiliki kondisi yang sama atau serupa, sehingga mereka merasa diterima, tidak terasing, dan lebih percaya diri untuk mengembangkan diri.

‎Di sisi lain, meskipun sekolah inklusi memiliki tujuan yang bagus (memasukkan ABK ke dalam lingkungan pendidikan umum), kenyataannya banyak sekolah inklusi belum siap secara infrastruktur dan sumber daya. Guru seringkali tidak memiliki pelatihan yang cukup, fasilitas tidak memadai, dan kurikulum tidak disesuaikan, sehingga ABK sulit mengikuti pembelajaran dan cenderung terpinggirkan.

‎Mengatasi rasa malu adalah langkah terpenting yang harus diambil orang tua ABK untuk memberikan masa depan yang lebih baik bagi anak. Berikut adalah beberapa cara yang bisa dilakukan;

  • Meningkatkan pemahaman sendiri. Orang tua perlu mempelajari lebih banyak tentang kondisi anak, fungsi SLB, dan manfaat pendidikan yang tepat untuk ABK. Semakin paham, semakin kecil rasa malu yang dirasakan.
  • Berbicara dengan orang lain yang memiliki pengalaman sama. Bergabung dengan komunitas orang tua ABK dapat membantu orang tua merasa tidak sendirian. Mereka bisa berbagi pengalaman, nasihat, dan dukungan satu sama lain, sehingga lebih percaya diri untuk membuat keputusan yang tepat.
  • Mengubah pandangan masyarakat dengan contoh. Orang tua bisa menjadi contoh dengan secara terbuka dan bangga menyekolahkan anak di SLB. Dengan menunjukkan bahwa anak bisa berkembang dan sukses di SLB, mereka bisa membantu mengubah stereotip dan pandangan masyarakat terhadap ABK.
  • Berkomunikasi dengan anak. Ceritakan kepada anak mengapa SLB adalah pilihan terbaik untuknya, dan beritahu bahwa orang tua bangga dengan dia. Hal ini akan membantu anak merasa diterima dan lebih percaya diri.
    Rasa malu adalah emosi yang wajar, tapi jangan biarkan emosi itu menghalangi anak mendapatkan pendidikan yang layak. SLB bukanlah tempat yang harus ditutupi rahasia, melainkan lembaga pendidikan yang memberikan harapan dan kesempatan bagi ABK untuk berkembang. Sebagai orang tua, tugas kita adalah memilih yang terbaik untuk anak, meskipun itu berarti melangkah keluar dari zona nyaman dan mengatasi rasa malu yang ada.***

‎ *Ika Prihatiningsih, S.sos  (Relawan anak-anak berkebutuhan khusus Klaten)


Berita Terkini