Oleh : Levina Meisya Putri*
Mudanews.com OPINI – Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) di era globalisasi telah mengubah cara manusia hidup, bekerja, dan berinteraksi. Digitalisasi, kemajuan teknologi informasi, serta inovasi yang terus bermunculan memberi banyak kemudahan dan peluang, termasuk bagi masyarakat Indonesia. Namun, di balik kemajuan tersebut, muncul pula berbagai tantangan, seperti penyalahgunaan teknologi, kesenjangan akses digital, degradasi etika, serta memudarnya nilai-nilai kebangsaan. Di tengah arus perubahan inilah, Pancasila memiliki peran penting sebagai penuntun arah perkembangan IPTEK.
Pancasila bukan sekadar dasar negara yang bersifat formal, melainkan nilai hidup yang relevan dalam menjawab tantangan zaman. Globalisasi yang didorong oleh kemajuan IPTEK membawa nilai-nilai baru yang tidak selalu sejalan dengan karakter bangsa Indonesia. Tanpa pijakan nilai yang kuat, masyarakat—khususnya generasi muda—rentan terjebak dalam budaya instan, individualisme, dan sikap konsumtif. Oleh karena itu, Pancasila berfungsi sebagai filter moral agar kemajuan teknologi tetap berpihak pada kepentingan manusia dan bangsa.
Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa mengajarkan bahwa kemajuan teknologi harus disertai tanggung jawab etis dan moral. IPTEK seharusnya dikembangkan bukan semata-mata untuk mengejar keuntungan ekonomi, tetapi untuk kemaslahatan bersama. Setiap inovasi teknologi perlu mempertimbangkan dampaknya terhadap kehidupan sosial, lingkungan, dan nilai kemanusiaan, sehingga teknologi tidak kehilangan sisi kemanusiaannya.
Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab menegaskan bahwa IPTEK harus menjadi sarana untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Teknologi idealnya membantu memperluas akses pendidikan, layanan kesehatan, serta memperkuat kesejahteraan sosial. Sebaliknya, maraknya hoaks, pelanggaran privasi, ujaran kebencian, dan diskriminasi di ruang digital menunjukkan pentingnya etika dalam penggunaan teknologi. Di sinilah nilai Pancasila menjadi pengingat bahwa kemajuan IPTEK harus tetap beradab.
Di tengah keberagaman bangsa Indonesia, sila Persatuan Indonesia memiliki relevansi yang sangat kuat. Media digital dan teknologi informasi seharusnya dimanfaatkan sebagai ruang mempererat persaudaraan, bukan memecah belah masyarakat. Dengan menjunjung nilai persatuan, teknologi dapat menjadi sarana membangun toleransi, solidaritas, dan rasa cinta tanah air di era global yang semakin terbuka.
Nilai Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan juga menemukan konteksnya di era digital. Kebebasan berekspresi di ruang siber perlu diiringi sikap bijak, dialogis, dan bertanggung jawab. Pancasila mendorong masyarakat untuk menggunakan teknologi sebagai ruang diskusi yang sehat, bukan sebagai arena konflik dan polarisasi.
Sementara itu, sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia menegaskan pentingnya pemerataan manfaat IPTEK. Kesenjangan digital antara wilayah perkotaan dan pedesaan masih menjadi persoalan nyata. Karena itu, pengembangan teknologi harus diarahkan pada prinsip inklusivitas dan keadilan, agar kemajuan IPTEK benar-benar dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Peran pendidikan Pancasila menjadi semakin strategis dalam membentuk generasi yang cakap secara digital sekaligus berkarakter. Pendidikan tidak hanya berfokus pada penguasaan teknologi, tetapi juga pada pembentukan etika, tanggung jawab, dan kesadaran sosial. Hal ini penting agar generasi muda mampu memanfaatkan IPTEK secara bijak dan produktif.
Pada akhirnya, Pancasila dan IPTEK bukanlah dua hal yang saling bertentangan, melainkan saling melengkapi. Pancasila menjadi fondasi nilai yang memastikan bahwa kemajuan teknologi tetap berpihak pada kemanusiaan, persatuan, dan keadilan sosial. Dengan berpegang pada Pancasila, Indonesia dapat mengembangkan IPTEK secara berkelanjutan untuk membangun bangsa yang maju, berdaulat, dan bermartabat.***
*Mahasiswa S1 Yniversitas Sebelas Maret Surakarta
—

