Catatan Siang “Pembukaan Lapangan Kerja yang Lebih Besar dan Berkualitas”

Breaking News
- Advertisement -

Oleh : Timboel Siregar

Mudanrws.com OPINI | Pemerintah optimisi menargetkan Pertumbuhan Ekonomi di 2026 sebesar 5,4 persen dengan target penciptaan lapangan kerja sebanyak 3 – 4 juta. Pertumbuhan Ekonomi di 2026 masih akan diperhadapkan pada tantangan Global dan Domestik Indonesia. Demikian juga pembukaan lapangan kerja yang tahun ini (Agustus 2024 – Agustus 2025) hanya tercipta sebanyak 1,99 juta, tentunya target 3 – 4 juta pembukaan lapangan kerja di 2026 akan dipertanyakan oleh publik.

Tantangan Global seperti ketidakpastian geopolitik yaitu perang Israel – Palestina, Rusia – Ukraina, Kamboja – Thailand di regional, dan Konflik dagang (tarif Trump), yang akan mempengaruhi rantai pasok dan perdagangan. Demikian juga tentang arah suku bunga Federal Reserve yang akan mempengaruhi nilai tukar rupiah.

Tantangan domestic kita yaitu APBN 2026 yang diperhadapkan pada pemulihan bencana alam banjir di Sumatera dan beberapa daerah lainnya, serta focus pemerintah pada Program unggulan pemerintah seperti Makan Bergizi Gratis dan Koperasi Desa Merah Putih yang menuntut pembiayaan besar dari APBN.

Tentunya Tantangan cukup berat yang dihadapi Pertumbuhan Ekonomi 2026, yang ditargetkan Pemerintah sebesar 5,4 persen, akan mempengaruhi pembukaan lapangan kerja di 2026, yang juga diperhadapkan pada kualitas lapangan kerja yang diciptakan.

Mengacu pada BPS, Agustus 2025, pembukaan lapangan kerja sejak Agustus 2024 hingga Agustus 2025 sebesar 1,99 juta dengan komposisi lapangan kerja formal 200 ribu pekerja dan 1,66 lapangan kerja informal. Tentunya pembukaan lapangan kerja baru yang hanya 1,99 juta ini pada tahun pertama Pemerintahan Prabowo ini, akan diperhadapkan pada janji pemerintah Prabowo untuk membuka 19 juta lapangan kerja selama 5 tahun. Kalau hanya rata-rata 2 juta per tahun maka yang tercipta hanya 10 juta, jauh dari janji 19 juta lapangan kerja.

Pembukaan lapangan kerja yang didominasi oleh sektor informal hanya menambah jumlah pekerja informal yang memang identik dengan pekerja minim perlindungan baik upah, jaminan sosial, K3, dan kepastian kerja.

Yang berkualitas adalah bila pembukaan lapangan kerja formal lebih banyak sehingga pekerja mendapatkan kepastian upah layak, jaminan sosial dan K3, dan kepastian jam kerja serta kepastian bekerja. Dan menjadi keniscayaan, pembukaan lapangan kerja saat ini dan ke depan lebih didominasi oleh sektor padat modal dan padat teknologi.

Pertumbuhan Ekonomi ditentukan oleh Konsumsi Rumah Tangga (RT), Investasi, Pengeluaran Pemerintah, Ekspor dan Impor, tentunya membutuhkan daya beli masyarakat yang bisa menggerakkan barang dan jasa sehingga bisa mendorong investasi masuk, demikian juga Pengeluaran Pemerintah yang bisa membuka lapangan kerja formal sangat diharapkan, dan kinerja ekspor lebih baik akan mendukung kinerja industri lokal yang berorientasi ekspor, serta impor produk yang dibatasi akan mendukung produk dalam negeri akan laku dijual di pasar domestic Indonesia.

Secara umum saat ini permasalahan lapangan kerja di Indonesia masih diperhadapkan pada beberapa hal, seperti Iklim investasi yang tidak baik karena masih maraknya korupsi sehingga menciptakan biaya tinggi, serta ketidakpastian politik Indonesia yang masih diwarnai persolan politik dalam negeri yang menciptakan ketidakpastian bagi investor.

Demikian juga struktur Angkatan kerja yang masih didominasi oleh lulusan SMP dan lulusan SD (sebanyak 53%) serta rendahnya skill pekerja kita akan mempengaruhi serapan angkatan kerja di sektor padat modal dan teknologi. Kecenderungan saat ini dan ke depan, lapangan kerja yang akan dibuka didominasi sektor padat modal dan teknologi.

Tantangan structural masih terus terjadi yaitu Mismatch keterampilan yaitu banyak lulusan baru belum sesuai dengan kebutuhan industri. Digitalisasi yang marak, Perubahan teknologi menuntut keterampilan baru, terutama di bidang digital dan otomasi. Dan urbanisasi, yaitu pertumbuhan angkatan kerja lebih terkonsentrasi di kota besar, menimbulkan ketimpangan kota dan desa.

Pemerintah belum mampu menahan eksistensi industri sektor padat karya yang mampu mempekerjakan lebih banyak pekerja. Satu demi satu sektor padat karya berguguran seperti di sektor tekstil, alas kaki, dsb yang akan menambah pengangguran terbuka.

Fokus pada Program MBG dan Koperasi Merah Putih yang mengambil alokasi APBN cukup besar akan menggerus alokasi anggaran untuk sektor produktif yang bisa membuka lapangan kerja formal. Demikian juga, Pos Transfer ke Daerah yang akan berkurang sekitar Rp. 200 Triliun di 2026 juga akan menghambat pembangunan daerah sehingga mempengaruhi pembukaan lapangan kerja di daerah.

Bencana alam di beberapa daerah seperti Bencana Sumatera akan menyedot APBN dan APBD untuk membantu korban bencana alam dan proses pemulihannya (infrastruktur). Pemerintah belum maksimal meningkatkan sektor pariwisata, perikanan, kelautan dan pertanian yang membuka lapangan kerja lebih banyak menjadi sektor formal.

Dari seluruh uraian di atas saya agak pesimis pembukaan lapangan kerja lebih dari 2 juta di 2026 nanti, apalagi untuk pembukaan lapangan kerja di sektor formal. Tentunya permasalahan lapangan kerja yang disebutkan di atas harus dijawab oleh Pemerintah untuk membuka lapangan kerja 3 – 4 juta di 2026.***

Tabik

Timboel Siregar

Berita Terkini