Mudanews.com OPINI | Negara ini hidup dari penggalian batu bara, ekstraksi mineral, sedot minyak dan gas dari perut bumi dan deforestasi untuk tanam sawit. Semua dilakukan atas nama Pembangunan bangsa untuk kepentingan bersama.
Namun yang terjadi justru sebaliknya : SDA mengalir ke LN, pengusaha lokal cukup bahagia jadi kacung di negeri sendiri. Hanya 10% yang bisa berfoya-foya dengan monopoli ijin.
Amandemen Pasal 33 UUD 45 membuat pemodal punya legitimasi hukum untuk menguasai bumi, air dan isinya dengan mengatasnamakan mengelola. Masyarakat harus membayar biaya pengelolaan yang tidak murah.
Seliter minyak goreng, BBM, tiga kilo gas LPG dan sebotol air mineral harganya ditentukan pengelola. Milik kita yang seharusnya gratis menjadi badrol harga.
Hari ini 80% pendapatan negara berasal dari memeras hak warga (kata lain dari Pajak). Pendapatan dari SDA hanya 10%
Itupun tidak pernah cukup untuk membiayai negara. Hutang LN menjadi candu bagi Pemerintahan yang malas berusaha. Semakin memanjakan rakyat semakin tinggi tambahan hutang. Tiap Presiden melakukannya
Celakanya hari ini 20% penerimaan pajak tahunan habis hanya untuk membayar bunga utang. Pokok utangnya entah kapan terbayar yang pasti menjadi “sandera ekonomi” oleh “londo kapitalis”.
Indonesia yang nampak megah di infrastruktur, sesungguhnya rapuh di pengelola kebijakan. Syarat menjadi warga sejahtera harus pintar korup diteladankan para elitnya.
Yang idealis cukup duduk di pojokan sejarah. Mencatat satu persatu daftar dosa tiap rezim kepada rakyat dan alam.
….kadang terbersit malu jadi orang Indonesia
–
@Dahono Prasetyo

