Mudanews.com OPINI – Pernahkah anda mendengar kata ATM? Ya Kata ATM yang dimaksud bukan Anjungan Tunai Mandiri. Tetapi Amati Tiru Modifikasi.
Setiap saya menyampaikan Kuliah Kewirausahaan di Kelas untuk para mahasiswa, saya selalu menyampaikan ATM itu, meski saat ini sering saya tambah dengan T, menjadi ATM-T (Amati Tiru Modifikasi -Terapkan).
Dalam perspektif kreativitas dan inovasi bagi para pengusaha rintisan (start-up) seperti lumrah, wajar dan biasa saja. Sehingga dalam konteks seperi ini, akhirnya bermunculan berbagai produk tiruan atau jasa layanan yang mirip dan serupa dengan produk dan layanan yang sudah ada sebelumnya.
Lihatlah produk yang serupa untuk berbagai jenis makanan dan minuman, jasa aplikasi penjualan online dan berbagai aplikasi pemasaran dan penjualan digital.
Apa yang membedakannya? Dari segi kulaitas barang dan layanannya tentu berbeda karena telah dimodifikasi, bisa dengan kualitas lebih bagus atau justru dengan kualitas dibawah produk yang sudah ada, tetapi harganya lebih murah dan kompetitif.
***
Untuk mengatur agar ATM (Amati Tiru Modifikasi) tidak menyalahi aturan, pemerintah Indonesia telah memberlakukan aturan yang ketat melalui aturan royalti untuk Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan Merek yang diatur oleh beberapa undang-undang dan peraturan, seperti UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan PP No. 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.
Penggunaan HKI dan merek secara komersial mengharuskan pembeli memberikan imbalan royalti kepada pemiliknya, yang dapat diatur melalui perjanjian lisensi, yang mencakup pembayaran di muka (initial fee) dan pembayaran berkelanjutan (ongoing royalty). Pengenaan pajak atas royalti, seperti PPN dan PPh, juga berlaku sesuai ketentuan yang berlaku.
Tentu saja ketentuan itu untuk produk barang dan jasa layanan yang sudah terdaftar dan dicantumkan memiliki Hak Karya Intelektual (HKI) dan Merek.
Bagaimana dengan produk barang dan jasa layanan yang belum memiliki Hak Karya Intelektual (HKI) dan Merek? Sepertinya tidak terlindungi secara hukum. Padahal semestinya tetap musti dan harus dilindungi dan terlindungi.
Sedangkan yang telah memiliki Hak Karya Intelektual (HKI) dan merek saja bisa dengan serampangan dilanggar dan bayak pihak berani memalsukan produk dan jasa layanan milik orang lain dengan bertameng kreativitas dan inovasi yang sangat populer tadi yaitu ATM.
***
Untuk karya-karya ilmiah dalam terbitan Buku, Jurnal dan sejenisnya saat ini sudah sangat ketat diatur dengan standar internasional agar tidak melakukan plagiarisme.
Banyak yang melanggar standar akademik semacam itu telah mendapatkan sanksi yang sangat tegas, mulai dari peringatan sampai dengan pemecatan.
Bagaimana dengan yang lainnya untuk produk barang dan jasa, produk seni, musik/lagu, produk podcast dan lainnya. Tentu saja bila mengikuti standar internasional sudah terjamin tentang Hak Karya Intelektual (HKI) dan Merek yang dimiliki oleh individu maupun oleh korporasi.
Misalnya royalty dari berbagai media sosial dan kini berlaku pula tentang royalti para tokoh dan narasumber atau trendsetter di media sosial yang produknya, tulisannya dan pembicarannya di podcast oleh pihak lain untuk mendapatkan royalti.
Bagaimana mengurusnya? Tanyalah pada yang memiliki keahlian dan menyediakan jasa untuk mengurus Royalti anda itu.
***
Pada akhirnya, meskipun berlaku suatu ketentuan bahwa suatu produk barang atau jasa layanan yang kita miliki bila dipergunakan oleh orang lain bernilai baik dan memberi manfaat akan bernilai pahala jariah.
Tetapi bila anda adalah kelompok masyarakat terdidik (educated people) tentu sebaiknya anda meminta izin dan persetujuan dari pemilik ide, gagasan, barang, jasa layanan yang dimiliki orang lain.
ATM-T (Amati Tiru Modifikasi -Terapkan) adalah suatu kreativitas dan inovasi, sepanjang anda masih bersandar dan berpegang pada ATM (Aturan Terstandar Menggunakan) Ide, gagasan, Hak Karya Intelektual (HKI) dan Merek orang lain.
Bukankah Agama Tetap Mengatur (ATM) bahwa menggunakan ide, gagasan Hak Karya Intelektual (HKI) dan merek orang lain tanpa izin dan tidak sesuai ketentuan, sama halnya dengan mencuri. [WT, 1/12/2025]
Ditulis oleh: Wahyu Triono KS, Founder LEADER dan CIA Indonesia, TA Kebijakan Publik DKTPKS Kementeria Dalam Negeri Republik Indonesia.

