Kata Menkes BPJS Hanya untuk Orang Kaya—Benarkah?

Breaking News
- Advertisement -

 

Anton Christanto
Pengamat dan Pemerhati Sosial Politik di Boyolali

Mudanews.com OPINI | Meluruskan Diskusi Lama tentang Filosofi JKN dan Prinsip Gotong Royong

Pernyataan Menteri Kesehatan bahwa “BPJS hanya untuk orang kaya” kembali muncul di ruang publik. Sebenarnya, ini bukan pernyataan baru. Pada Desember 2022, Menkes sempat menyampaikan hal serupa dan menjadi diskursus hangat, sampai Direktur Utama BPJS Kesehatan menulis tanggapan resmi di media pada Januari 2023.

Sejatinya, diskusi soal “BPJS untuk orang kaya” bukan isu yang muncul tiba-tiba. Ia adalah ulangan dari perdebatan panjang yang sudah berlangsung sejak tahun 2014–2016, terutama terkait ketimpangan rasio klaim antara peserta PBI (penerima bantuan iuran) dan peserta mandiri (PBPU).

Awal Mula Diskursus: Tahun 2014–2016

Pada akhir 2014, muncul kekhawatiran bahwa JKN tidak berjalan sesuai prinsip gotong royong. Data waktu itu menunjukkan:
* Peserta mandiri hanya sekitar 5–6% dari total peserta non-mandiri. Namun mereka menyerap lebih dari 45% biaya pelayanan kelompok tersebut.
* Rasio klaim PBPU memuncak di 1380%, artinya dana pelayanan yang digunakan jauh lebih besar daripada iuran yang dibayarkan.

Dari sinilah muncul komentar yang kemudian populer:
“Subsidi untuk orang miskin, tapi digunakan orang kaya.”

Ungkapan ini kemudian berkembang menjadi narasi sensasional bahwa seolah-olah orang kaya “mengambil jatah” orang miskin.

Padahal persoalannya jauh lebih kompleks.

Tetapi… Cara Pandang Itu Harus Sangat Hati-Hati

Sejak awal, JKN dibangun berdasarkan Pasal 34 UUD 1945:
Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan bagi seluruh rakyat.

Artinya:
Semua rakyat berhak atas jaminan kesehatan tanpa memandang status ekonomi.

Untuk mewujudkan itu, maka dipilihlah desain:
* Single-pool system
* Semua iuran dikumpulkan dalam satu wadah besar, lalu digunakan bersama-sama. Tidak ada pemisahan “dana orang kaya” atau “dana orang miskin.”

Karena itu secara prinsip:
* Tidak boleh ada istilah “subsidi si A dipakai si B”.
* Tidak boleh ada kebijakan yang membatasi “orang kaya tidak boleh pakai BPJS.”

Semua peserta tetap memiliki hak yang sama.

Masalah yang Sebenarnya: Akses yang Tidak Merata

Ketimpangan bukan muncul karena “orang kaya menggunakan BPJS”, tetapi karena:
1. Akses layanan kesehatan belum merata.
Di daerah tempat pelayanan lebih mudah dan fasilitas lebih lengkap, orang yang mampu lebih cepat menggunakan haknya.
2. Kelompok miskin (PBI) dulu lebih sulit mengakses layanan.
Semakin sulit akses, semakin kecil klaim yang keluar.

*Jadi masalah utama bukan “peserta mampu mengambil jatah peserta miskin,” melainkan ketimpangan akses layanan.*

Faktanya, sejak 2016, penggunaan JKN oleh kelompok PBI terus meningkat. Rasio klaim mereka mulai membaik dan menjadi lebih seimbang. Ini juga yang ditegaskan Dirut BPJS Kesehatan dalam tanggapan resmi tahun 2023.

Lalu, Apakah Orang Kaya Tidak Boleh Memakai BPJS?

Tentu tidak.
Itu bertentangan dengan UUD 1945 dan prinsip jaminan sosial.

Hakikat JKN adalah:
*Yang kaya difasilitasi, yang miskin dilindungi.

Dalam bahasa Jawa yang lebih halus dan penuh filosofi:
* “Wong mlarat openana, wong sugih urusana.”
Artinya:
* Yang miskin dijaga dan dilindungi,
* yang kaya difasilitasi agar tetap ikut bergotong royong.

Mengapa Single-Pool Tetap Dipilih?

Karena single-pool dianggap paling sesuai dengan prinsip keadilan sosial:
* Semua dana dikumpulkan bersama.
* Digunakan bersama.
* Risiko ditanggung bersama.
* Negara hadir untuk semua.

Tetapi single-pool memiliki syarat besar:
* Akses layanan harus merata.
* Selama akses belum merata, maka terjadi ketimpangan penggunaan.
* Regulasi JKN sebenarnya memuat “klausul kompensasi” untuk mengurangi disparitas, tetapi sampai hari ini belum benar-benar diimplementasikan.

Apa Pilihan Kebijakan ke Depan?

Ada setidaknya dua jalur solusi realistis:
1. Pemerataan akses dipercepat
Pemerintah memperbaiki distribusi fasilitas dan tenaga kesehatan.
Klausul kompensasi dijalankan.
Makin mudah akses bagi yang miskin → rasio klaim makin sehat.
2. Pertimbangkan sistem multiple-pool
Iuran dan klaim tiap kelompok dikelola per segmen peserta.
Tidak lagi ada isu “kelompok A memakai uang kelompok B.”
Namun secara politis, opsi ini mahal dan tidak populer.

Lalu Apa Maksud Menkes?

Besar kemungkinan Menkes ingin mendorong edukasi kepada masyarakat mampu agar punya kesadaran:
* Jika mampu membayar sendiri tanpa BPJS, itu baik.
* Tapi kalaupun mereka tetap memakai BPJS, itu bukan pelanggaran hukum.

Di beberapa negara, ada gerakan serupa:
“Proud to Pay” – dorongan sukarela bagi masyarakat mampu untuk membiayai sendiri layanan kesehatan.
Tetapi tidak boleh menjadi bentuk pembatasan hak.

Di sini perlunya komunikasi publik yang lebih hati-hati, agar tidak memunculkan salah paham atau disharmoni antar lembaga.

Take Home Message
Mari Kita Kawal JKN dengan Objektif

Pernyataan “BPJS hanya untuk orang kaya” bisa menimbulkan kebingungan jika tidak dijelaskan konteksnya.

Yang benar adalah:
* Semua rakyat berhak menggunakan JKN.
* Tidak boleh ada pembatasan berdasarkan status ekonomi.
* Yang harus didorong adalah pemerataan akses bagi kelompok miskin.
* Ketimpangan klaim adalah persoalan sistem, bukan persoalan moral peserta.

JKN adalah amanah UUD 1945 dan buah gotong royong seluruh rakyat.

Mari kita kawal bersama, dengan pemahaman yang jernih dan berpihak pada keadilan sosial.

Berita Terkini