MUDANEWS.COM, Opini –
Oleh: Mardiansyah Manurung, S.Sos., M.M.
Pengamat Administrasi Publik dan Tata Kelola Pemerintahan – Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) Medan
Peristiwa terbakarnya rumah pribadi seorang hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan sore tadi, merupakan insiden yang terjadi di tengah sorotan publik terhadap sidang kasus besar dugaan korupsi proyek jalan di Sumatera Utara ini, bukan sekadar tindak kriminal biasa. Ia adalah sinyal darurat atas lemahnya tata kelola pemerintahan, terutama dalam aspek perlindungan terhadap pelaksana fungsi hukum.
Negara yang sehat seharusnya mampu menjamin rasa aman bagi seluruh aparatur penegak hukum. Ketika seorang hakim simbol utama keadilan diteror dan menjadi korban pembakaran rumah, maka yang diserang bukan hanya individu, tetapi juga simbol otoritas negara.
Dalam konteks administrasi publik, kejadian ini merupakan indikator bahwa sistem perlindungan terhadap aparatur yudisial masih rapuh dan belum terintegrasi dalam kebijakan tata kelola pemerintahan yang efektif.
Krisis Tata Kelola Keadilan
Administrasi publik modern menempatkan perlindungan terhadap aparatur negara, khususnya mereka yang menjalankan fungsi yudisial, sebagai bagian dari pelayanan publik strategis. Perlindungan ini bukan sekadar tanggung jawab lembaga peradilan, melainkan mandat konstitusional negara untuk menjamin kelancaran seluruh fungsi pemerintahan, termasuk penegakan hukum.
Jika hakim, jaksa, atau penyidik bisa dengan mudah menjadi target teror, itu menandakan kegagalan sistemik. Negara tidak boleh hanya berperan sebagai regulator pembuat aturan di atas kertas, tetapi juga harus tampil sebagai protector pelindung aktif bagi penegak hukum dan nilai keadilan yang mereka wakili.
Ancaman terhadap Hakim adalah Ancaman terhadap Negara.
Dari sudut pandang tata kelola pemerintahan, setiap ancaman terhadap pejabat publik dalam menjalankan tugasnya adalah bentuk serangan terhadap legitimasi negara. Hakim adalah perpanjangan tangan negara dalam menegakkan hukum dan keadilan.
Ketika seorang hakim diteror, itu berarti negara sedang diuji: apakah ia mampu berdiri tegas melindungi simbol keadilannya sendiri atau justru membiarkan ketakutan menggantikan hukum.
Negara yang gagal menanggapi peristiwa seperti ini dengan cepat dan tegas akan kehilangan public trust, kepercayaan rakyat. Padahal, dalam teori administrasi publik, trust merupakan modal sosial utama yang menentukan efektivitas pemerintahan.
Hilangnya kepercayaan publik dapat memicu apatisme sosial dan memperlemah legitimasi kebijakan negara di masa depan.
Kegagalan Sistem Respons Administratif
Kasus kebakaran rumah hakim ini juga memperlihatkan lemahnya sistem “crisis response” dalam birokrasi kita. Koordinasi antar lembaga hukum dan keamanan tampak lambat dan terfragmentasi. Padahal, dalam tata kelola pemerintahan modern, kemampuan negara untuk merespons cepat terhadap ancaman publik adalah ukuran utama dari “policy responsiveness.”
Sebuah negara yang baik tidak boleh bersikap reaktif hanya setelah terjadi peristiwa besar, tetapi harus memiliki sistem deteksi dini (early warning system) yang terintegrasi antarinstansi. Keterlambatan atau ketidaksiapan birokrasi dalam menghadapi ancaman terhadap aparat penegak hukum hanya akan memperkuat persepsi publik bahwa negara tunduk pada tekanan dan kehilangan keberanian moralnya.
Momentum Reformasi Tata Kelola Penegakan Hukum
Tragedi ini seharusnya menjadi momentum reflektif bagi pemerintah pusat dan daerah untuk memperkuat kebijakan perlindungan terhadap aparatur penegak hukum. Negara perlu membangun kerangka kebijakan (policy framework) baru yang menempatkan keamanan, integritas, dan kesejahteraan hakim, jaksa, serta penyidik dalam satu sistem pengelolaan yang solid.
Ada tiga hal penting yang harus segera dilakukan:
1.Membangun sistem perlindungan terpadu lintas lembaga antara Mahkamah Agung, Kepolisian, Kejaksaan, dan Kementerian Dalam Negeri.
2.Meningkatkan jaminan keamanan dan kesejahteraan penegak hukum agar mereka tidak mudah diintimidasi oleh kekuatan politik maupun ekonomi.
3.Menciptakan budaya birokrasi yang tanggap dan berani,sehingga setiap ancaman terhadap pejabat publik dianggap sebagai ancaman terhadap negara, bukan sekadar kasus pribadi.
Keadilan Tidak Bisa Hidup tanpa Negara yang Tegas
Kebakaran rumah hakim di Medan ini adalah alarm keras bagi seluruh elemen pemerintahan. Jika negara tidak segera menegakkan kembali kehadirannya, publik akan menilai bahwa keadilan dapat dibungkam dengan api.
Kehadiran negara bukan hanya soal kebijakan di atas kertas, tetapi tentang keberanian moral dan ketegasan sistem dalam melindungi pelaksana hukum. Negara harus berdiri di garis depan, tidak hanya sebagai pengamat, tetapi sebagai benteng keadilan itu sendiri.
Keadilan tidak boleh ditakuti. Dan negara tidak boleh takut membela keadilan.

