Oleh : Drs. Muhammad Bardansyah. Ch.Cht
MUDANEWS | Pak Prabowo yang saya hormati, Izinkan saya menulis bukan sebagai pengamat politik, bukan pula sebagai pengkritik yang berdiri di luar pagar, tetapi sebagai seorang anak bangsa yang masih menaruh harapan pada negeri ini dan pada Bapak sebagai pemimpin yang kini berada di puncak kuasa.
Saya menulis ini dengan perasaan yang campur aduk: antara hormat, harap, dan cemas.
Hormat karena perjalanan hidup Bapak panjang dan berliku;
harap karena Bapak kini memegang kesempatan yang mungkin hanya datang sekali dalam hidup;
dan cemas, karena saya seperti banyak rakyat lain takut bahwa kesempatan besar itu kembali berlalu begitu saja, seperti banyak kesempatan yang pernah datang dan hilang di sejarah negeri ini.
𝗗𝗮𝗿𝗶 𝗞𝗲𝗽𝗮𝗵𝗶𝘁𝗮𝗻, 𝗞𝗲𝗷𝗮𝘁𝘂𝗵𝗮𝗻, 𝗵𝗶𝗻𝗴𝗴𝗮 𝗞𝗲𝗯𝗮𝗻𝗴𝗸𝗶𝘁𝗮𝗻
Bapak, bangsa ini telah mengenal Bapak lebih lama dari banyak tokoh lain di negeri ini. Bapak pernah berdiri di masa ketika negara ini penuh luka. Bapak pernah bersinar, lalu jatuh, kemudian bangkit kembali dari reruntuhan politik yang hampir memusnahkan nama Bapak. Tapi justru di situlah keindahan perjalanan seorang manusia. Tidak banyak pemimpin di dunia yang menempuh jalan seterjal dan seberliku Bapak.
Kepahitan, jika ditelan dengan benar, melahirkan kebijaksanaan. Kekalahan, jika dipahami dengan rendah hati, menumbuhkan kedewasaan. Dan saya percaya, semua pahit dan getir yang Bapak lalui bukan sia-sia. Ia adalah tempaan yang kini menjadikan Bapak matang bukan sekadar matang dalam strategi politik, tapi matang sebagai manusia yang mengenal arti penderitaan dan kehormatan.
Dalam usia Bapak sekarang, saya percaya Bapak telah sampai pada titik di mana kekuasaan tidak lagi menjadi tujuan, melainkan sarana. Di mana jabatan tidak lagi diperebutkan demi ambisi, tetapi diemban demi meninggalkan jejak sejarah. Dan itulah alasan saya menulis: karena Bapak berada di titik di mana seorang pemimpin hanya perlu membuktikan satu hal bahwa ia datang untuk bangsa, bukan untuk diri sendiri.
𝗪𝗮𝗸𝘁𝘂 𝗧𝗮𝗸 𝗟𝗮𝗴𝗶 𝗣𝗮𝗻𝗷𝗮𝗻𝗴, 𝗧𝗮𝗽𝗶 𝗖𝘂𝗸𝘂𝗽 𝘂𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗠𝗲𝗻𝗼𝗿𝗲𝗵 𝗦𝗲𝗷𝗮𝗿𝗮𝗵
Pak Prabowo, usia bukan batas untuk berkarya. Banyak pemimpin besar justru menulis sejarah pada ujung hidupnya. Lihatlah Mahathir Mohamad di Malaysia, Nelson Mandela di Afrika Selatan, atau Lee Kuan Yew di Singapura. Mereka semua datang dengan usia yang matang, tapi meninggalkan warisan abadi.
Kini sejarah menunggu Bapak di persimpangan yang sama. Dunia berubah cepat. Kedaulatan bangsa sedang diuji. Generasi muda kehilangan arah karena teladan yang goyah. Di tengah situasi itu, Bapak memiliki semua: kekuatan, pengalaman, dan kesempatan. Tapi yang paling penting: Bapak punya waktu, waktu yang cukup untuk meninggalkan legacy yang akan dikenang seratus tahun ke depan bahkan mungkin selama Bangsa ini masih berdiri.
Dan legacy itu, Pak, bukan soal proyek besar, bukan pula soal pencapaian ekonomi yang bisa dilupakan generasi berikutnya. Legacy sejati adalah ketika seorang pemimpin berhasil menanamkan kejujuran dalam sistem, membangun integritas di birokrasi, dan menegakkan keadilan bagi rakyat kecil.
Bapak sudah memiliki segalanya: kekayaan, kehormatan, dan kekuasaan. Satu hal yang belum Bapak miliki dan saya yakin Bapak juga merindukannya adalah keabadian dalam sejarah.
Keabadian itu tidak didapat dari jumlah gedung yang dibangun atau infrastruktur yang diresmikan, melainkan dari integritas moral dan keberpihakan sejati kepada rakyat.
𝗠𝗶𝗺𝗽𝗶 𝗧𝗲𝗻𝘁𝗮𝗻𝗴 𝗡𝗲𝗴𝗲𝗿𝗶 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗕𝗲𝗿𝘀𝗶𝗵 𝗱𝗮𝗻 𝗕𝗲𝗿𝗺𝗮𝗿𝘁𝗮𝗯𝗮𝘁
Sebagai rakyat, saya tidak bermimpi muluk. Saya hanya ingin melihat negeri ini bersih bukan hanya dari korupsi uang, tapi dari korupsi moral dan akal sehat.
Saya ingin melihat para pejabat hidup sederhana, bukan berpesta di tengah penderitaan rakyat. Saya ingin anak-anak bangsa tumbuh dengan keyakinan bahwa kejujuran bukan kelemahan, dan bahwa kekuasaan adalah amanah, bukan alat memperkaya diri.
Dan saya percaya, Bapak bisa memulai babak itu.
Saya tahu, sistem ini tidak mudah diperbaiki. Ia ibarat mesin tua yang berkarat, yang jika disentuh bisa saja macet total. Tapi sejarah hanya mengingat mereka yang berani menyentuhnya. Tidak ada pemimpin besar yang lahir dari kenyamanan. Semua pemimpin besar lahir dari keputusan yang tidak populer, dari keberanian menabrak kebiasaan busuk yang diwariskan masa lalu.
Jika Bapak berani membersihkan lingkaran di sekitar Bapak dari mereka yang hanya mencari untung pribadi; jika Bapak berani memilih orang yang sudah selesai dengan hidupnya yang tak lagi mengejar kekayaan atau jabatan maka sejarah akan mencatat bahwa di masa Bapak, bangsa ini akhirnya memiliki pemimpin yang benar-benar berpihak kepada kebenaran.
𝗧𝗲𝗻𝘁𝗮𝗻𝗴 𝗢𝗿𝗮𝗻𝗴-𝗢𝗿𝗮𝗻𝗴 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗦𝘂𝗱𝗮𝗵 𝗦𝗲𝗹𝗲𝘀𝗮𝗶 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗗𝗶𝗿𝗶𝗻𝘆𝗮
Bapak tidak perlu mencari pemimpin muda yang hebat berbicara di televisi. Carilah mereka yang tidak ingin terkenal, tapi bekerja dalam diam. Carilah pejabat yang datang ke kantor tanpa rombongan mobil mewah, tapi pulang dengan laporan pekerjaan yang bersih. Carilah orang yang tidak berani berbohong di hadapan rakyat, karena mereka tahu jabatan hanyalah titipan.
Negeri ini tidak kekurangan orang cerdas, Pak, tapi kekurangan orang jujur. Kita punya banyak ahli, tapi sedikit sekali yang rela hidup sederhana demi menjaga martabat. Itulah sebabnya, Bapak perlu mengelilingi diri Bapak dengan orang-orang yang sudah selesai dengan dirinya sendiri mereka yang tidak lagi ingin mengambil, tapi memberi.
Jika Bapak berhasil melakukannya, maka Bapak akan menulis bab baru dalam sejarah bangsa ini: bahwa setelah sekian lama negeri ini dipimpin oleh mereka yang hanya pandai berbicara, akhirnya datang seorang pemimpin yang tahu mendengar, mendengar suara hati rakyat, mendengar kebenaran, mendengar nurani bangsa.
𝗧𝗲𝗻𝘁𝗮𝗻𝗴 𝗨𝗷𝗶𝗮𝗻 𝗞𝗲𝗸𝘂𝗮𝘀𝗮𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗻 𝗚𝗼𝗱𝗮𝗮𝗻 𝗱𝗶 𝗦𝗲𝗸𝗶𝘁𝗮𝗿𝗻𝘆𝗮
Saya tahu, Bapak telah banyak diuji. Tapi ujian terbesar baru dimulai ketika semua kekuasaan ada di tangan. Di titik itulah sejarah banyak mengubah orang. Banyak pemimpin besar gagal bukan karena kurang pintar, tapi karena dikelilingi orang-orang yang menyanjung tanpa berani mengingatkan.
Bapak tentu tahu, banyak yang akan datang membawa pujian. Banyak yang akan berkata, “Bapak luar biasa.” Tapi pemimpin sejati justru mencari orang yang berani berkata, “Bapak salah.” Karena dari sanalah kebenaran hidup.
Kekuasaan adalah medan ujian moral paling berat. Ia bisa membuat seorang pahlawan menjadi tiran, atau seorang tentara menjadi negarawan. Pilihan itu kini ada di tangan Bapak. Dan saya percaya, Bapak punya kedewasaan untuk memilih jalan yang benar, jalan yang sulit, tapi terhormat.
𝗧𝗲𝗻𝘁𝗮𝗻𝗴 𝗣𝗿𝗮𝘀𝗮𝘀𝘁𝗶 𝗦𝗲𝗷𝗮𝗿𝗮𝗵
Pak Prabowo, sejarah bangsa ini keras terhadap mereka yang gagal menjaga kepercayaan rakyat. Tapi sejarah juga murah hati kepada mereka yang menebus kesalahan dengan karya besar. Bapak telah melalui jatuh dan bangun yang panjang. Kini, sejarah memberi Bapak kesempatan terakhir: untuk menulis nama Bapak sejajar dengan para pendiri bangsa bahkan mungkin melebihinya
Dan prasasti itu tidak akan terukir dari jumlah bandara yang dibangun atau gedung megah yang diresmikan. Ia akan terukir dari keberanian Bapak membasmi korupsi tanpa pandang bulu; dari keadilan Bapak menegakkan hukum tanpa tebang pilih; dari kasih sayang Bapak kepada rakyat kecil yang lapar dan terpinggirkan.
Bapak tak perlu jadi sempurna. Rakyat tidak butuh malaikat. Rakyat hanya butuh pemimpin yang jujur, yang tahu batas, yang sadar bahwa kekuasaan adalah pinjaman dari Tuhan
𝗗𝗼𝗮 𝗦𝗲𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗔𝗻𝗮𝗸 𝗕𝗮𝗻𝗴𝘀𝗮
Pak Prabowo, saya menulis ini bukan untuk menggurui. Saya hanya ingin menyalakan sedikit nyala kecil di hati Bapak, yang mungkin sudah lelah oleh badai politik dan hiruk pikuk kekuasaan. Saya ingin mengingatkan, dengan penuh hormat, bahwa sejarah belum selesai menulis nama Bapak.
Dan mungkin (hanya mungkin) Bapak memang dilahirkan untuk babak ini: babak di mana Indonesia akhirnya memiliki seorang pemimpin yang bukan hanya kuat, tapi juga bijak; bukan hanya nasionalis, tapi juga jujur; bukan hanya disegani, tapi juga dicintai rakyatnya.
Saya percaya Tuhan memberi kesempatan kedua bahkan ketiga bagi mereka yang masih ingin memperbaiki dunia. Dan saya percaya, Bapak masih punya kesempatan itu.
Jika Bapak berhasil mewariskan negeri yang bersih, berintegritas, dan bermartabat, maka Bapak tidak hanya akan dikenang sebagai presiden, tapi sebagai Bapak Bangsa sosok yang mengubah arah sejarah negeri ini.
Dan ketika suatu saat nanti bangsa ini menatap masa lalu dan menyebut nama Prabowo Subianto, semoga bukan hanya kekuasaan yang diingat, tapi kebesaran jiwa yang dikenang.
Dengan penuh hormat,
Seorang anak bangsa yang masih percaya pada harapan.
[Red]

