Oleh : Rosadi Jamani Ketua Satupena Kalbar
Mudanews.com OPINI – Kata budak Pontianak, “Cam iye-iye nak ngajarkan jaksa.” Kalau kejaksaan hebat, buktinya, Silvester belum tertangkap. Tak ada salahnya diajarkan cara menangkap orang kebal hukum. Mau dipakai atau tidak, serah! Mari kita lindas, eh salah, kupas ketidakberdayaan kejaksaan sambil seruput kopi latte di Nordu2 Jalan Ujungpandang Pontianak, wak!
Kalau Kejaksaan Agung mau belajar cara nangkap Silvester Matutina, gampang, wak. Cuma butuh tiga hal: Google Maps, logika dasar, dan keberanian nolak telepon dari “atas.” Tapi entah kenapa, tiga hal sederhana itu lebih langka dari integritas di acara seremonial.
Seandainya saya investigator kelas dunia, yang pernah bantu Scotland Yard nyari sandal jepit hilang di kos mahasiswa, saya kasih tutorial gratis. Nih, langkah-langkahnya.
Langkah pertama, buka internet.
Ketik di Google: “Silvester Matutina Jakarta.” Muncul tuh fotonya nongol di forum dan TV. Tinggal klik kanan → open location in map. Kalau Kejagung masih bingung, tanya ojol. Driver ojol itu detektif sejati. Tahu siapa yang ngutang, siapa yang lagi selingkuh, dan siapa yang pura-pura miskin tapi rumahnya tiga lantai.
Langkah kedua, gunakan intelijen, bukan insting rapat.
Kata Kejagung, mereka punya jaringan intel. Tapi jaringan itu kayak sinyal di pelosok, suka hilang pas dibutuhkan. Kalau bener mau nyari, kirim aja dua jaksa muda ke tiap warkop di Jakarta Selatan. Biasanya orang yang “sulit ditemukan” itu lagi nongkrong sambil update status, “Negeri ini adil, asal kamu tahu caranya.”
Langkah ketiga, jangan pakai alasan mistis.
Kalimat “lokasinya belum diketahui secara definitif” itu cocoknya buat laporan orang ilang di hutan Amazon, bukan di Jakarta. Kalau mau, tinggal tanya satpam komplek. Mereka bisa tahu jam tidur warga, jadwal tukang sayur, sampai siapa yang sering datang diam-diam malam minggu. Tapi Kejagung masih pakai kalimat template, “kami terus berusaha.” Ya elah, berusaha mulu, hasilnya kapan?
Langkah keempat, berhenti main oper-operan.
Kejagung lempar ke Kejari, Kejari lempar ke Polri, Polri nunggu sinyal langit. Sementara Silvester santai ngopi, mungkin sambil nulis buku “Tips Menjadi Buronan Elegan di Negara Hukum.” Hukum pun cuma bisa nonton, sambil garuk kepala.
Langkah kelima, cukup gagahan di depan wartawan.
Kalau mau pamer, pamer yang bener! Jangan cuma berdiri gagah di depan kamera baca naskah kayak audisi sinetron. Tangkap dulu koruptor kelas kakap itu, pajang di depan meja, biar rakyat tahu uang triliunan bukan cuma jadi bahan konferensi pers. Susun hasil sitaan, foto bareng, kasih tulisan, “Kerja nyata, bukan drama.” Tapi tolong, sebelum nangkap koruptor, tangkap dulu Silvester. Kalau yang beginian aja nggak bisa, mending jangan pakai toga, pakai seragam Damkar sekalian, lebih jujur dan gercep.
Silvester ini bukan hantu, bukan alien. Dia manusia biasa. Tapi karena banyak yang berkepentingan, dia berubah jadi legenda hukum, manusia tak tersentuh. Padahal di zaman AI begini, orang pakai VPN aja bisa dilacak. Masa yang viral tiap minggu malah “tidak diketahui keberadaannya?” Jangan-jangan Kejagung perlu magang di RT komplek dulu biar tahu cara melacak orang kabur.
Hukum di negeri ini memang lucu, pace. Untuk rakyat kecil, cepat dan tegas. Untuk orang punya akses, sabar dan penuh pertimbangan. Tapi ingat, hukum itu seperti kopi, pahitnya justru menunjukkan kadar kejujurannya. Sekarang kopi kita sudah terlalu banyak gula janji.
So, kalau Kejagung masih gagal juga, saya saranin undang Silvester aja jadi pembicara. Judul seminarnya, “Cara Jadi Orang Tak Tertangkap di Negara Hukum.” Tiketnya pasti laris. Sponsor utamanya? Ya siapa lagi, negara sendiri.
Semoga tips ini bisa diakomodir kejaksaan, dan esok lusa Silvester bisa ditangkap. Kalau pun belum ketangkap juga, nanti saya ajarkan cara ekstrem. Ups.
Gedung megah dijaga ketat,
Seragam rapi berdasi merah,
Silvester lenyap entah ke mana lewat,
Kejaksaan diam pura-pura gagah.

