Oleh : Firman Syah Ali *)
Mudanews.com OPINI – Hingga saat ini negeri kita selalu dikejutkan dengan berita-berita terbongkarnya praktek mafia di berbagai sektor, baik sektor publik maupun sektor privat, yang jaringannya melibatkan mafia berseragam maupun mafia partikelir. Mafia berseragam adalah oknum penyelenggara negara yang menyalahgunakan wewenang dan jabatan untuk melakukan tindakan kriminal terorganisir atau berkolaborasi dengan organisasi kriminal, biasanya sebagai pelindung.
Hampir semua sektor ada mafianya, antara lain mafia tanah, mafia peradilan, mafia migas, mafia tambang ilegal, mafia kayu ilegal, mafia pangan dan obat-obatan ilegal, mafia rokok ilegal, mafia cukai, mafia quota haji, mafia umroh ilegal, mafia TKI ilegal dan banyak lagi lainnya.
Tentu saja ini masalah besar yang harus kita identifikasi akarnya dengan teori five why’s. Mari kita cari akar masalahnya dengan pendekatan teori tersebut.
Level 0
Pertanyaan : Mengapa praktek mafia tumbuh subur di Indonesia?
Jawaban : Karena lemahnya penegakan hukum.
Level 1.
Pertanyaan : Mengapa penegakan hukum lemah?
Jawaban : Karena lemahnya supremasi hukum dan terlalu kuatnya supremasi politik.
Level 2.
Pertanyaan : Mengapa supremasi hukum lemah dan supremasi politik kuat?
Jawaban : Menurut Prof Mahfud MD Karena kuatnya praktek Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) di semua sektor
Level 3
Pertanyaan : Mengapa praktek KKN kuat?
Jawaban : Menurut Busyro Muqoddas dan Herdiansyah karena mahalnya biaya politik
Level 4
Pertanyaan : Mengapa biaya politik mahal?
Jawaban : Karena sikap permisif masyarakat terhadap praktek politik transaksional (klientinisme) sehingga menjadi budaya politik.
Level 5
Pertanyaan : Mengapa masyarakat permisif terhadap praktek politik uang/transaksional/klientenisme?
Jawaban : Menurut Burhanuddin Muhtadi diantaranya karena kemiskinan, baik kemiskinan ekonomi, kemiskinan literasi, kemiskinan moral dan kebangkrutan spiritual.
Jadi akar masalah dari tumbuh suburnya praktek mafia di Indonesia adalah multi kemiskinan, yaitu kemiskinan ekonomi, kemiskinan literasi, kemiskinan moral dan kebangkrutan spiritual.
Salah satu alternatif solusi dari dari multi kemiskinan tersebut adalah pengarusutamaan desa dan kelurahan inklusi di seluruh Indonesia. Desa dan kelurahan adalah organisasi pemerintahan terendah di Indonesia. Maka perbaikan secara bottom up harus berangkat dari kedua wilayah administratif tersebut.
Desa/kelurahan inklusi adalah desa/kelurahan yang mengakomodasi hak semua warga negara secara setara, termasuk kelompok rentan dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat dalam setiap proses pembangunan. Menurut para ahli, pembangunan desa/kelurahan inklusi terbukti meningkatkan perekonomian, terutama inklusi di bidang keuangan.
Alternatif solusi berupa pengarusutamaan desa/kelurahan inklusi dan keuangan inklusi ini layak diambil oleh para pengambil kebijakan karena kalau desa/kelurahan inklusi sudah terwujud dengan baik maka praktek oligarki dengan sendirinya terkikis sejak dari akar rumput. Kalau praktek oligarki sudah terkikis, maka kemiskinan moral dan spiritual dengan sendirinya teratasi.***
*) Penulis adalah Pengurus Pusat Asosiasi Dosen Pergerakan (ADP) dan Sesepuh Madura

