Roy Suryo Cs Dapat Fotokopi Ijazah Jokowi, Termul Bakal Ngamuk

Breaking News
- Advertisement -

Oleh : Rosadi Jamani Ketua Satupena Kalbar

Mudanews.com OPINI – Ada cerita baru soal sepak terjang Roy Suryo cs. Mereka sukses dapatkan fotokopi ijazah Jokowi. Mereka pun langsung iklar, “Ijazah Jokowi 99,9%” palsu. Para pendukung Pakde, terutama Partai Termul bakal ngamuk. Makin seru saja. Mari kita kupas sinetron tanpa akhir ini sambil seruput kopi tanpa gula, wak!

Tanggal 13 Oktober 2025 tercatat dalam sejarah bukan sebagai hari biasa, tapi sebagai Hari Kebangkitan Fotokopi Nasional. Di hari sakral itu, Roy Suryo, pakar telematika, estetika, dan segala yang berakhiran “ika” menerima salinan legalisir ijazah Joko Widodo dari KPU DKI Jakarta. Kertas itu, katanya, adalah bahan suci dari Fakultas Kehutanan UGM yang dulu dipakai Jokowi saat mendaftar jadi calon gubernur DKI Jakarta pada 2012. Tapi setelah dianalisis dengan mata batin berlapis mikroskop logika, Roy menemukan huruf yang “mencotot keluar”.

Bayangkan, wak! Sebuah huruf, bukan mahasiswa, yang mencotot keluar dari margin dokumen! Dunia akademik bergetar. Roy pun memukul meja dengan khidmat, lalu berucap dalam nada wahyu, “Ini 99,9 persen palsu!” Persis seperti iklan pasta gigi, sisanya 0,1 persen mungkin bonus kesucian. Ia bandingkan dengan tiga ijazah alumni UGM lainnya, lalu berkesimpulan, dimensi, margin, bahkan vibes-nya tak sama.

Namun, sebelum tinta debat kering, Roy dan pasukannya melangkah lebih jauh, ziarah ke makam ayah dan ibu Jokowi di Karanganyar. Ia menegaskan, “Ini bukan ritual mistis, ini penelitian ilmiah!” Ya ampun, bayangkan penelitian yang dilakukan di antara batu nisan dan bunga tabur. Mungkin mereka berharap menemukan “fosil legalisir” di bawah tanah. Bersamanya, ikut Dr. Tifauzia Tyassuma alias Dr. Tifa, dan Refly Harun, dalam tim yang menamakan diri Tim Pencari Fakta RRT, bukan Republik Rakyat Tiongkok, tapi Republik Roy dan Teman-teman.

Konon, dari wawancara warga sekitar, mereka menemukan “sesuatu.” Entah itu data, energi kosmik, atau hanya nyamuk malam. Tapi yang jelas, hasil ziarah ini katanya akan jadi bahan penelitian lanjutan tentang identitas mantan presiden. Hebat. Di negeri ini, antara sains dan mistik jaraknya cuma satu bunga kamboja.

Publik pun meledak. Pendukung Jokowi murka, pendukung Roy tertawa, dan netizen menikmati menikmati kopi tanpa gula digital. Seorang komisaris independen PT Pelni, Dede Budhyarto, menyebut ini semua bermotif politik dan ekonomi. “Selama ada pasar kebencian,” katanya, “isu semacam ini akan terus diproduksi.” Kalimat itu terdengar seperti iklan pabrik gosip nasional.

Lalu, muncul fenomena paling memukau dalam sejarah demokrasi absurd, ancaman “Demo BH dan CD.” Ya, benar. Lima ratus perempuan pendukung Jokowi siap turun ke Mabes Polri hanya dengan pakaian dalam. “Kalau Roy tak ditangkap, kami turun!” katanya. Bangsa ini akhirnya menemukan bentuk perjuangan baru, Lingerie for Justice. Belum cukup sampai situ, Firdaus Oiwobo, Ketua Organisasi Termul, juga bersumpah akan “ngamuk di Polda sambil bawa tenda.” Ini bukan lagi politik, ini festival karnaval kebangsaan.

Di tengah segala hiruk pikuk itu, muncul istilah baru, “Tiroris.” Bukan teroris, tapi tiroris, julukan bagi Tifa Roy Rismon dari para relawan Jokowi yang kesal. Ketiga orang itu bernafsu bangat membuktikan ijazah ayah Gubran itu palsu. Mereka dianggap menebar ketakutan akademik lewat tuduhan ijazah palsu. “Tiroris dokumen,” kata warganet, “lebih berbahaya dari hacker, karena menyerang dari balik kertas.”

Roy menjawab dengan santai, “Itu tanda intelektual panik.” Benar, di negeri di mana orang bisa diserang bukan karena bom, tapi karena huruf miring, semua batas logika runtuh seperti margin dokumen yang mencotot.

Kini, di bawah langit absurd republik ini, kita hidup di zaman di mana makam bisa jadi laboratorium, ijazah jadi kitab suci, dan ziarah jadi riset forensik spiritual.

Pesan moralnya, dalam dunia penuh salinan, keaslian bukan lagi soal tanda tangan, tapi keberanian untuk tetap waras di tengah tawa. Sebab di Indonesia, antara kebenaran dan parodi, jaraknya cuma satu legalisir fotokopi.***

 

Berita Terkini