Pergeseran APBD dan Korupsi Jalan, Ketika Administrasi Publik di Salahgunakan

Breaking News
- Advertisement -

Penulis : Mardian
Plt Ka Prodi Ilmu Administrasi Negara,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Sumatera Utara (UISU)

Mudanews.com, Medan – Sumatera Utara kembali menjadi sorotan nasional. Bukan karena capaian kinerja pemerintahan yang membanggakan, tetapi karena polemik dugaan penyalahgunaan kewenangan dalam pergeseran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2025, yang dilakukan hingga enam kali. Masalah ini mencuat bersamaan dengan kasus korupsi pembangunan jalan yang berujung pada penangkapan pejabat oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Peristiwa ini bukan sekadar kasus hukum biasa. Dari sudut pandang administrasi publik, ini adalah bentuk nyata dari kegagalan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), khususnya dalam aspek akuntabilitas, transparansi, dan pelayanan publik.

Pergeseran Anggaran dan Celah Penyalahgunaan. Setidaknya terdapat tiga prinsip good governance yang dilanggar:

1. Akuntabilitas : Tidak ada pertanggungjawaban terbuka atas pergeseran anggaran dan dampaknya.
2. Transparansi : Masyarakat dan legislatif tidak dilibatkan atau diberi akses informasi yang cukup.
3. Efektivitas dan Efisiensi : Dana publik digunakan untuk proyek yang berakhir dengan tindak pidana korupsi.

Ketika prinsip-prinsip dasar ini dilanggar, administrasi publik berubah menjadi instrumen kekuasaan, bukan pelayanan.

Kepercayaan Publik yang Tergerus

Yang paling parah dari semua ini adalah hilangnya “Public Trust” Masyarakat tidak lagi percaya bahwa pemerintah menggunakan uang mereka untuk kepentingan bersama. Narasi “APBD untuk rakyat” berubah menjadi lelucon pahit.

Padahal, kepercayaan publik adalah bahan bakar utama dalam implementasi kebijakan. Tanpa kepercayaan, tidak ada partisipasi. Tanpa partisipasi, tidak akan ada legitimasi.

Rekomendasi Solusi

1. Audit Investigatif Menyeluruh : Atas seluruh pergeseran APBD dan proyek infrastruktur strategis.

2. Transparansi Anggaran Digital :  Masyarakat harus bisa mengakses data real-time tentang pergeseran anggaran.

3. Penguatan DPRD dalam pengawasan anggaran, termasuk peningkatan kapasitas legislatif di bidang penganggaran.

4 Reformasi Sistem Pengadaan Barang dan Jasa : Pengadaan harus berbasis kompetensi dan diawasi independen.

5. Penerapan Sistem Merit & Integritas ASN : Terutama bagi pejabat yang terlibat langsung dalam proses anggaran.

Penutup

Kasus dugaan penyalahgunaan kewenangan dalam pergeseran APBD dan korupsi pembangunan jalan di Sumut adalah tamparan keras bagi sistem administrasi publik kita. Ia menunjukkan betapa rentannya sistem birokrasi ketika prinsip good governance diabaikan.

Reformasi birokrasi tidak cukup hanya dengan digitalisasi atau slogan anti-korupsi. Ia membutuhkan komitmen politik, sistem pengawasan yang kuat, dan partisipasi masyarakat secara aktif.

Administrasi publik seharusnya menjadi alat perubahan dan pelayanan. Bukan alat kekuasaan dan penyalahgunaan.(*)

Berita Terkini