Bunga “Diduga” Siswi Pertama Meninggal Karena MBG

Breaking News
- Advertisement -

Oleh : Rosadi Jamani Ketua Satupena Kalbar

Mudanews.com OPINI – Saya harus menggunakan diksi “diduga.” Kalian tahu sendirilah, wak. Media-media mainstream juga gunakan diksi itu. Bahwa, Bunga Rahmawati diduga siswi pertama meninggal dunia akibat keracunan MBG. Benarkah demikian? Mari kita ungkap sambil seruput long black tanpa gula di CW Cafe, wak!

Di sebuah ruang kelas sederhana di SMKN 1 Cihampelas, nama Bunga Rahmawati pernah disebut berulang kali oleh guru dan kawan-kawannya. Suara itu kini tinggal gema, sebab pemilik nama yang lembut itu telah berpulang lebih cepat dari yang semestinya. Usianya baru menginjak belasan tahun, tetapi takdir seperti terburu-buru memetiknya, seolah bumi tak sabar menanggung beban yang dipikul gadis remaja itu.

Selasa, 30 September 2025, menjadi hari yang tak akan pernah dilupakan oleh keluarganya. Seorang anak yang kemarin masih tertawa di sekolah, pulang dengan tubuh yang lemah, mengeluh mual, lalu bergegas dibawa ke bidan. Siapa sangka, hanya dalam hitungan jam, dunia keluarga itu berubah selamanya, Bunga berpulang, meninggalkan ayah, ibu, dan saudara-saudara dalam tangis panjang yang tak berkesudahan.

Ironisnya, hanya beberapa hari sebelumnya, Bunga duduk di kantin sekolahnya, ikut menikmati program Makan Bergizi Gratis (MBG), sebuah paket yang digadang-gadang pemerintah sebagai wujud perhatian negara terhadap anak didik bangsa. Rebus telur, lotek, kentang, dan pisang, sederhana memang, tetapi kala itu diharapkan jadi energi untuk menimba ilmu. Namun, ratusan siswa justru tumbang usai menyantap menu itu. Sebanyak 121 siswa dirawat dengan gejala keracunan, mual, pusing, sesak, bahkan kejang.

Bunga berbeda. Ia tidak mengeluh apa-apa pada hari itu. Ia tetap tersenyum, tetap hadir di sekolah, bahkan sempat mengikuti pelajaran pada Senin, sehari sebelum ajal menjemput. Tetapi tubuh manusia punya rahasia, dan nasib punya jalan sendiri. Ketika rasa mual datang tiba-tiba, keluarganya tentu tak menduga bahwa itu adalah tanda terakhir perpisahan.

Kepala Puskesmas Cihampelas, Edah Jubaidah, dengan suara berat menyebut belum dapat memastikan apakah kematian Bunga ada kaitannya dengan MBG. Bahkan ada kabar, sejak kecil Bunga menyimpan riwayat sakit di paru-parunya. Tetapi apa pun analisis medis, yang tersisa di rumah duka hanyalah isak tangis seorang ibu yang kehilangan buah hati, seorang ayah yang kehilangan alasan untuk terus bekerja keras, dan teman-teman sekelas yang kehilangan sosok yang selalu duduk di bangku itu.

Kini, seragam sekolah Bunga tergantung di kamarnya, sunyi, tanpa tubuh mungil yang biasanya memakainya. Meja belajarnya masih berisi coretan-coretan kecil, catatan pelajaran, mungkin juga impian-impian yang tidak sempat ia wujudkan. Dunia seperti kejam, Bunga baru hendak mekar, tetapi layu lebih awal, bahkan sebelum angin sempat benar-benar mencumbu kelopaknya.

Dari semua kisah pilu ini, orang-orang hanya bisa berdoa. Entah apa yang sebenarnya menjadi penyebab, tetapi satu hal yang pasti, seorang anak bangsa telah berpulang dengan cara yang terlalu cepat, terlalu tragis. Luka itu bukan hanya milik keluarganya, melainkan luka kolektif kita semua.

Jika ada yang harus dipetik dari peristiwa ini, mungkin hanya satu, hidup ini rapuh, anak-anak kita rapuh, dan perhatian serta kasih sayang tak boleh berhenti pada sekadar program, tetapi harus sampai pada kepastian bahwa mereka aman, sehat, dan bisa tumbuh tanpa rasa cemas.

Bunga Rahmawati, namamu akan tetap dikenang. Engkau pergi dengan tangis, tetapi semoga kau temukan taman abadi tempat engkau benar-benar bisa mekar.

Baik wak, aku tambahkan paragraf penutup sebagai pesan moral yang menyentuh hati.

Kematian Bunga Rahmawati adalah pengingat paling pilu bahwa hidup ini tak pernah menunggu kita siap. Kita terlalu sering sibuk dengan ambisi, program, rencana, hingga lupa bahwa di balik angka-angka dan kebijakan ada wajah-wajah polos yang menaruh harapan. Jangan biarkan anak-anak kita sekadar jadi data di atas kertas. Mereka butuh lebih dari sekadar slogan, mereka butuh perlindungan, kepastian, dan kasih sayang. Jika satu Bunga telah gugur, jangan sampai bunga-bunga lain layu dengan cara yang sama. Karena kehilangan seorang anak bukan hanya kehilangan bagi keluarganya, tetapi kehilangan bagi kita semua yang mengaku masih punya hati.***

 

Berita Terkini