Oleh : Rosadi Jamani Ketua Satupena Kalbar
Mudanews.com OPINI | Patut ditiru ini, wak! Kepala daerah tak kelihatan batang hidungnya, dilaporkan ke polisi sebagai orang hilang. Fotonya ditempel di warkop, biar yang pada ngopi tak pakai gula semua. Mari simak narasi warga Buton yang boleh dinobatkan paling kreatif di negeri ini.
Bupatinya, Alvin Akawijaya Putra SH, lahir di Jakarta, 18 Mei 1996, lulusan Fakultas Hukum UGM, anak mantan Gubernur Sultra Ali Mazi, pernah sekolah di Mahatma Gandhi School dan Bina Bangsa School, pokoknya paket lengkap anak gaul ibukota. Kekayaannya mencapai Rp 8,09 miliar, termasuk tronton tiga biji. Ini bupati atau juragan logistik?
Setelah dilantik gagah perkasa oleh Presiden Prabowo di Istana Negara, tiba-tiba ia menghilang. Bukan hilang secara mistis, bukan bertapa di gua Himalaya, tapi hilang secara literal, batang hidungnya tak kelihatan di Buton hampir sebulan. Warga pun kreatif, bukan demo, bukan orasi, melainkan melapor ke polisi. Bayangkan polisi menerima laporan, “Pak, bupati kami hilang.” Polisi mungkin garuk kepala, “Hilangnya gimana, Bu? Kabur dibawa jin?”
Poster “Orang Hilang” pun ditempel di tiang listrik. Wajah Alvin terpampang seperti iklan skincare gagal. Dari bupati termuda se-Sulawesi Tenggara, lulusan kampus keramat UGM, sampai jadi tokoh poster ala “Dicari! Hadiah Rp 50 juta!” Kalau ini film koboi, sudah ada bounty hunter yang berangkat ke Jakarta cari Alvin.
Wakil bupati tentu tak mau kalah. Ia dengan serius menjelaskan, “Bupati tidak hilang, beliau sedang dinas di Jakarta.” Jawaban filosofis sekaligus absurd. Dinas apa sampai sebulan? Apakah sedang magang di Starbucks Senopati? Menjadi pengawas harga kopi susu? Atau malah ikut jaga malam tronton di Tanjung Priok?
Ironisnya, Alvin ini seharusnya jadi simbol generasi muda. Di usia 28 tahun, kaya raya, anak pejabat besar, pernah jadi Ketua KNPI Sultra, pernah ngurus hubungan internasional di Kadin. Pokoknya CV-nya seperti LinkedIn premium. Tapi begitu menjabat, malah jadi legenda urban, “Bupati Buton last seen: one month ago.” Kalau status WhatsApp, pasti ditambah emotikon jam pasir.
Mari refleksi sebentar. Warga melaporkan bupati hilang. Tapi bagaimana kalau yang hilang itu harga diri pejabat? Bisa nggak kita cetak poster. “Dicari harga diri pejabat. Ciri-ciri: sering absen, suka alasan dinas, hilang kontak dengan rakyat.” Polisi mungkin jawab, “Maaf Bunda, harga diri pejabat sudah masuk DPO sejak lama.”
Namun warga Buton visioner,Mereka membuka jalur baru demokrasi. Kalau pejabat absen, jangan ribut di warung kopi, langsung lapor polisi. Bayangkan, daeng! Jika budaya ini jadi nasional, anggota DPR yang tidur saat sidang dilaporkan hilang, menteri yang doyan keluar negeri dilaporkan hilang, bahkan mantan pacar yang ghosting pun bisa dilaporkan hilang. Polisi bakal bikin unit khusus, Satgas Pencarian Pejabat dan Mantan Pacar yang Hilang Tanpa Kabar.
Akhir kata, Alvin Akawijaya Putra mungkin bupati paling dramatis di Indonesia. Ia memimpin Buton dengan metode Doraemon. Tubuh entah di mana, tapi katanya hati tetap di daerah. Pertanyaannya, apakah hati bisa memperbaiki jalan rusak, membayar gaji pegawai, atau menurunkan harga ikan? Kalau bisa, segera daftarkan ke Guinness World Records, bupati pertama yang memimpin dengan mode invisible.
Jangan lupa, fenomena ini bisa jadi inspirasi sinetron baru. Judulnya “Cinta Hilang di Buton”, dibintangi aktor muda yang tiba-tiba lenyap dari lokasi syuting, lalu dicari kru ke mana-mana. Bedanya, ini bukan fiksi, tapi realitas politik. Sutradaranya rakyat, produsernya demokrasi, dan penontonnya se-Indonesia yang terpaksa ikut menonton drama absurd ini.
Kalau dibiarkan, poster orang hilang ini bisa jadi ikon wisata baru. Turis datang ke Buton bukan lagi untuk lihat pantai atau budaya, tapi untuk foto selfie di bawah poster bupati yang hilang. Hashtag Instagram-nya: #WhereIsMyBupati. Bisa jadi lebih viral dari festival kebudayaan. Sungguh, Buton menemukan cara paling kreatif memperkenalkan diri ke dunia.***