Ditulis oleh: Wahyu Triono KS*
Mudanews.com.OPINI | Banyak yang berpandangan bahwa demonstrasi mahasiswa dan buruh yang berlangsung pada 25 dan 28 Agustus 2025 merupakan koreksi terhadap lemahnya fungsi representasi politik. Seharusnya, partai politik dan parlemen menjadi rumah aspirasi rakyat. Namun, ketika rumah itu terkunci rapat, rakyat pun mencari ruang di jalanan.
Ketika kursi parlemen bisu, aspal jalanan pun berubah menjadi panggung suara rakyat. Fenomena ini menunjukkan bahwa partai politik belum sepenuhnya menjalankan peran sebagai kanal komunikasi antara rakyat dan negara.
Demokrasi membutuhkan partai politik yang kokoh dan terlembaga. Tanpa institusionalisasi, partai mudah rapuh dan gagal menjadi jembatan aspirasi rakyat. Pelembagaan partai adalah jalan panjang agar demokrasi tumbuh stabil, berakar, dan menghadirkan keadilan sosial.
Pergulatan Kekuasaan
Pasaca gerakan demonstrasi mahasiswa dan buruh diikuti oleh pergulatan kekuasaan yang ditandai dengan imbas yang diterima oleh beberapa anggota DPR dengan dinonaktifkan oleh partai politik masing-masing dan pada hari ini, momentum politik semakin bertambah dengan terjadinya reshuffle kabinet oleh Presiden Prabowo Subianto.
Penonaktifan anggota DPR bisa dibaca sebagai bagian dari krisis internal partai dan reshuffle kabinet merupakan pergantian wajah, dan pergulatan kekuasaan. Mengapa demikan, karena: Pertama, Penonaktifan beberapa anggota DPR oleh partainya pasca demonstrasi menimbulkan pertanyaan besar. Apakah langkah ini bagian dari penegakan disiplin partai, atau justru cermin dari lemahnya demokrasi internal?
Institusionalisasi partai menuntut adanya mekanisme yang transparan, konsisten, dan berlandaskan aturan jelas. Jika penonaktifan dilakukan tanpa akuntabilitas, maka ia justru memperlihatkan rapuhnya fondasi partai: lebih tunduk pada kepentingan elite ketimbang suara rakyat. Karena Partai yang menutup telinga pada kadernya, sama rapuhnya dengan partai yang menutup pintu bagi rakyatnya.
Kedua, Reshuffle kabinet hari ini, Senin Sore 8 September 2025, menambah warna politik. Di satu sisi, ia dapat dilihat sebagai upaya Presiden memperkuat kinerja pemerintah. Namun di sisi lain, reshuffle juga sering dipandang sebagai wujud kompromi antara Presiden dan partai politik.
Perombakan itu tentu bukan sekadar pergantian kursi kekuasaan, melainkan juga cerminan relasi antara eksekutif dan partai politik, yang hingga kini masih bergulat dengan problem institusionalisasi.
Kursi menteri menjadi simbol betapa eratnya relasi antara partai dan kekuasaan eksekutif. Padahal, jika partai benar-benar terinstitusionalisasi, reshuffle bukan sekadar distribusi kursi, melainkan momentum memperbaiki arah kebijakan untuk rakyat. Kursi menteri boleh berganti, nama pejabat boleh silih berganti, tetapi apakah wajah rakyat ikut berubah bersama janji-janji itu?
Pertanyaannya yang mesti dijawab untuk hari-hari ke depan yang tidak jauh ini adalah, apakah penonaktifan anggota DPR dan reshuffle kabinet mencerminkan dominasi kepentingan elite? Paling tidak keduanya menegaskan lemahnya institusionalisasi politik dan pelembagaan partai, sehingga demokrasi berisiko menjadi panggung perebutan kuasa, bukan alat perjuangan kepentingan publik dan rakyat.
Institusionalisasi Partai
Penonaktifan beberapa anggota DPR dan reshuffle kabinet hari ini mempertegas pentingnya adanya urgensi institusionalisasi politik dan pelembagaan partai adalah sebagai sebuah jalan panjang demokrasi. Karena, dalam perspektif teori politik, seperti yang dikemukakan Huntington, Mainwaring dan Scully, institusionalisasi partai adalah prasyarat stabilitas demokrasi. Partai yang kuat harus berakar pada masyarakat –menjadi wadah nyata aspirasi rakyat; Konsisten secara ideologi –bukan sekadar kendaraan elektoral; Demokratis di dalam tubuhnya –menghargai perbedaan suara kader; dan Mandiri dari patronase elite –tidak menjadi alat tawar-menawar kekuasaan semata.
Ilmuwan dunia yang gagasan dan teorinya tentang institusionalisasi politik dan pelembagaan partai dapat dijadikan sebagai referensi utama bagi Indonesia yang demokrasinya sedang bertumbuh adalah: Pertama, Gagasan dan teori Samuel P. Huntington (1968) dalam Political Order in Changing Societies. Menurut Samuel P. Huntington institusionalisasi politik adalah proses ketika partai atau organisasi politik memperoleh nilai, stabilitas, serta kemampuan beradaptasi dan berintegrasi dengan masyarakat, sehingga mampu mendorong tumbuhnya demokrasi yang lebih baik.
Samuel P. Huntington juga menjelaskan bahwa, institusionalisasi politik adalah proses di mana partai memperoleh nilai dan stabilitas organisasi, menginternalisasikan prinsip-prinsipnya, serta menjaga konsistensi jangka panjang. Partai yang terlembaga dengan baik menjadi fondasi penting bagi demokrasi yang stabil dan efektif.
Aspek-aspek institusionalisasi politik atau pelembagaan partai menurut Samuel P. Huntington mencakup dua aspek utama: kemampuan beradaptasi dengan perubahan serta integrasi yang kuat dengan budaya dan perilaku masyarakat, sehingga partai menjadi lebih stabil dan mengakar.
Intinya, Huntington melihat institusionalisasi bukan hanya tentang formalitas organisasi, melainkan tentang pemantapan nilai dan peran partai politik dalam masyarakat yang akan berujung pada sistem politik yang lebih stabil.
Kedua, Gagasan dan teori institusionalisasi dan pelembagaan partai selanjutnya adalah pelembagaan sistem kepartaian yang dikemukakan oleh Mainwaring dan Scully (1995) dalam Building Democratic Institutions: Party Systems in Latin America. Terdapat 4 (empat) dimensi sistem kepartaian yaitu: 1) Pola kompetisi partai politik (volatility). Kompetisi partai yang tidak disertai institusionalisasi akan mempertinggi angka perubahan jumlah partai dalam pemilu. Gejala volatilitas seperti yang dijelaskan Dye and Zeigler (1983) adalah gejala pergeseran kesetiaan pemilih dari satu partai ke partai lain dari satu pemilihan ke pemilihan lain; 2) Hubungan partai politik dan masyarakat. Partai politik memiliki wilayah pendukung utama yang tidak berubah setiap pemilu dan mempunyai ideologi yang mengikat. Lemahnya hubungan ideologi antara partai dan pemilih menjadi salah satu komponen yang memperlemah pengakaran partai di masyarakat; 3) Legitimasi partai politik. Mereka melihat partai sebagai bagian yang penting dalam demokrasi; dan 4) Pengelolaan organisasi partai politik. Kemapanan organisasi partai politik menjadi kunci untuk secara komprehensif menilai apakah sistem kepartaian di Indonesia telah terlembaga atau belum. Partai dianggap terlembaga apabila organisasi kepartaian bukan merupakan subordinasi dari kepentingan pemimpin-pemimpinnya. Proses pelembagaan partai akan sangat lamban selama partai masih menjadi instrumen personal dari pemimpinnya.
Penutup
Institusionalisasi politik dan pelembagaan partai seharusnya melahirkan partai yang memiliki akar kuat di masyarakat, mekanisme internal yang demokratis, serta konsistensi dalam memperjuangkan agenda publik. Namun, realitas politik Indonesia masih menunjukkan partai lebih sering menjadi “kendaraan elektoral” ketimbang wadah pendidikan politik yang berkelanjutan.
Gagasan dan teori institusionalisasi politik dan pelembagaan partai menurut Samuel P. Huntington (1968), Mainwaring dan Scully (1995) mustilah diimplementasikan agar menjadi harapan baru untuk suatu institusionalisasi politik dan pelembagaan partai sebagai jalan panjang demokrasi yang diinginkan, diharapkan dan dibutuhkan rakyat, karena demokrasi semacam itu mampu membangun masyarakat madani (civil society) dan berimplikasi terhadap kedaulatan, kemandirian, dan kesejahteraan rakyat.
Pimpinan Partai Politik terutama Bapak Prabowo Subianto sebagai Presiden saat ini dan Ketua Umum dan Ketua Dewan Pembinan Partai Gerindra sudah semestinya memberikan keteladanan melalui institusionalisasi politik dan kelembagaan partai di Partai Gerindra dan Bapak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Presiden Pertama Republik Indonesia yang dipilih secara langsung oleh rakyat, sebagai Bapak Demokrasi Indonesia mustilah memberikan keteladanan melalui institusionalisasi politik dan kelembagaan partai di Partai Demokrat.
Selamat terus melanjutkan untuk mengemban amanah Bapak Prabowo Subianto dan Selamat Ulang Tahun Bapak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang ke-76 Tahun (9 September 1949 – 9 September 2025). Semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan nikmat kesehatan, keberkahan dan kebahagian untuk Bapak Prabowo Subianto dan Bapak SBY. Aamiin Ya Rabbal Alamin! Dan Selamat Ulang Tahun Ke-24 Partai Demokrat. [WT, 9/9/2025].
*Penulis Buku 9 Alasan Memilih SBY dan Prabowo Subianto Sang Pemimpin Sejati, akademisi dan praktisi kebijakan publik, Pendiri LEADER dan CIA Indonesia.