Anton Christanto
Pemerhati dan Pengamat Sosial Politik di Boyolali
Mudanews.com OPINI – Profesi kedokteran adalah profesi mulia yang berlandaskan sumpah dokter, etika, serta standar kompetensi. Namun dalam praktik sehari-hari, selalu ada potensi terjadinya pelanggaran disiplin, baik yang disebabkan oleh kelalaian, kurangnya kompetensi, maupun pelanggaran integritas. Pelanggaran tersebut tidak hanya berpotensi merugikan pasien dan sejawat, tetapi juga dapat merusak martabat profesi kedokteran itu sendiri.
Untuk memastikan tegaknya profesionalisme, pemerintah membentuk Majelis Disiplin Profesi (MDP) sebagai lembaga independen di bawah koordinasi Konsil Kesehatan Indonesia (KKI). Tugas utamanya adalah menegakkan disiplin profesi berdasarkan kerangka hukum terbaru, yakni:
Undang-Undang Kesehatan No. 17 Tahun 2023,
Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024, dan
Permenkes No. 3 Tahun 2025.
Sebagai tindak lanjut, Menteri Kesehatan menetapkan Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) No. HK.01.07/MENKES/775/2025 tentang Uraian Jenis Pelanggaran Disiplin Profesi Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan. Dokumen ini menjadi rujukan utama dalam mengidentifikasi, menilai, dan memberikan sanksi atas pelanggaran disiplin profesi.
Kerangka Hukum dan Kewenangan MDP
MDP memiliki posisi penting dalam sistem hukum kesehatan Indonesia. Sebagai organ independen, MDP tidak tunduk pada kepentingan politik maupun tekanan publik. Kewenangannya meliputi:
- Menerima pengaduan dugaan pelanggaran disiplin profesi dari pasien, keluarga pasien, atau pihak lain yang berkepentingan.
- Memeriksa dan mengadili pelanggaran disiplin dalam bentuk sidang etik-disiplin yang menghadirkan dokter teradu, saksi, dan saksi ahli.
- Menjatuhkan rekomendasi sanksi kepada tenaga medis atau tenaga kesehatan yang terbukti bersalah. Sanksi ini bersifat administratif dan dapat berimplikasi pada izin praktik.
Ketua MDP berwenang menetapkan tata cara penanganan pengaduan, mekanisme persidangan, serta tata tertib sidang. Dengan demikian, setiap proses dijalankan secara adil, transparan, dan akuntabel.
Jenis-Jenis Pelanggaran Disiplin Profesi
Lampiran KMK No. 775/2025 merinci berbagai kategori pelanggaran disiplin profesi kedokteran, antara lain:
- Praktik Tidak Kompeten – memberikan layanan di luar kompetensi, tanpa keahlian atau keterampilan memadai.
- Tidak Merujuk Pasien – gagal merujuk pasien ke tenaga yang lebih kompeten atau fasilitas yang memadai.
- Merujuk ke Tenaga Tidak Kompeten – mengarahkan pasien kepada pihak yang tidak sesuai bidang keahliannya.
- Mengabaikan Tanggung Jawab Profesi – tidak melakukan anamnesis, abai memantau pasien pasca tindakan, atau tidak hadir saat kondisi gawat darurat.
- Penghentian Kehamilan Tidak Sah – terminasi tanpa indikasi medis atau tidak sesuai ketentuan hukum.
- Penyalahgunaan Kewenangan – memberikan layanan melampaui kewenangan atau lalai menjalankan kewajiban.
- Penyalahgunaan Alkohol/Obat – menggunakan narkotika atau zat adiktif ketika praktik.
- Penipuan/Tidak Jujur pada Pasien – menyembunyikan diagnosis, risiko, atau prognosis
- Penipuan/Tidak Jujur pada Pasien – menyembunyikan diagnosis, risiko, atau prognosis.
- Perbuatan Asusila/Seksual – tindakan tidak pantas atau pelecehan dalam praktik.
- Menolak/Menghentikan Tindakan Tanpa Alasan – termasuk diskriminasi pasien karena SARA, politik, atau alasan finansial.
- Overdiagnosis dan Overmedication – pemeriksaan atau pengobatan berlebihan demi keuntungan finansial.
- Meresepkan Obat Tidak Tepat – termasuk penyalahgunaan narkotika dan psikotropika.
- . Tidak Membuat atau Menyimpan Rekam Medis – rekam medis yang tidak lengkap atau hilang.
- Keterangan Medis Palsu – menerbitkan surat keterangan tanpa pemeriksaan yang memadai.
- Ikut Serta dalam Penyiksaan – misalnya dalam konteks hukum yang melibatkan tindakan tidak manusiawi.
- Iklan dan Perang Tarif Tidak Etis – promosi berlebihan, praktik kickback, atau perjanjian bisnis yang merusak independensi profesi.
Signifikansi bagi Profesi Kedokteran
Pentingnya regulasi ini adalah karena dokter kini tidak hanya berhadapan dengan kode etik profesi (yang ditegakkan oleh IDI dan MKEK), tetapi juga dengan instrumen hukum negara. Konsekuensi yang dapat timbul tidak hanya berupa teguran atau pembinaan, tetapi juga dapat berlanjut ke sanksi administratif, pembatasan, hingga pencabutan izin praktik.
Majelis Disiplin Profesi berperan sebagai filter ganda:
Melindungi masyarakat dari praktik kedokteran yang tidak profesional.
Melindungi dokter dari kriminalisasi atau tekanan publik yang tidak proporsional, dengan memastikan setiap proses berjalan sesuai prinsip hukum yang adil.
Penutup
Disiplin profesi bukanlah instrumen untuk menakut-nakuti dokter, melainkan sarana menjaga martabat profesi dan kepercayaan masyarakat. Dengan adanya aturan yang jelas, baik dokter maupun pasien mendapatkan kepastian hukum.
Tantangan berikutnya adalah memastikan MDP bekerja secara independen, transparan, dan adil. Hanya dengan demikian, disiplin profesi dapat benar-benar menjadi instrumen pembinaan, bukan sekadar penghukuman.
> “Disiplin profesi adalah pagar yang melindungi, bukan cambuk yang menakuti. Dengan disiplin, martabat dokter dan keselamatan pasien dapat berjalan beriringan.