Kasus Noel ” Tamparan Bagi Retret Magelang, Prabowo dan UUD 1945 Palsu”

Breaking News
- Advertisement -

_Oleh: Agusto Sulistio – Pegiat Sosmed, Pendiri The Activist Cyber._

Mudanews.com OPINI – Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyeret Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer alias Noel, menjadi salah satu peristiwa paling viral dalam pekan ini. Hampir semua media menyorot kasus tersebut, menampilkan parade barang bukti berupa belasan mobil mewah hingga motor gede yang disita dari tangan Noel. Publik pun dibuat tercengang, seorang pejabat muda, mantan aktivis dan pengemudi motor ojeg online, bahkan dikenal sebagai relawan militan Jokowi, kini jatuh di tangan KPK.

Namun, pertanyaan mendasar muncul, apakah kasus ini murni penegakan hukum? Ataukah ada aroma politik yang mengiringinya?

Sejarah mencatat, KPK pernah menjadi lembaga paling disegani. Tapi sejak revisi UU KPK pada 2019 di era Presiden Jokowi, independensi lembaga ini kian dipertanyakan. Kehadiran Dewan Pengawas yang dipilih Presiden, status KPK sebagai bagian dari rumpun eksekutif, hingga kontroversi Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang menyingkirkan penyidik senior, semuanya meninggalkan jejak bahwa KPK tak lagi sekuat dulu.

Dalam konteks itu, wajar bila publik curiga bahwa OTT terhadap Noel bukan sekadar hukum bekerja, melainkan ada kemungkinan politik ikut bermain. Noel sendiri bukan figur tanpa sejarah, ia pernah berada di lingkar ring satu Jokowi, lalu berbalik arah menjadi pengkritik keras. Jika kemudian ia terjerat kasus, pertanyaan soal motif politik tentu sulit dihindarkan.

OTT Noel memang menjadi berita besar, tetapi publik juga menuntut konsistensi. Mengapa hanya Noel yang ditangkap? sementara masih banyak nama pejabat lain yang kerap disebut media justru tak tersentuh? Sebut saja Budi Arie, mantan Menteri Kominfo era Jokowi, yang diberitakan berkali-kali terkait dugaan keterlibatan dalam kasus judi online. Atau menteri lain yang diduga memiliki jejaring bisnis perdagangan rente dan proyek tambang, hutan, kebun, ekonomi bermasalah yang bernilai jauh lebih besar dari kasus Noel.

Jika KPK ingin dipandang netral dan profesional, penegakan hukum tak boleh tebang pilih. Jangan sampai OTT hanya menyasar sosok yang sudah “kehilangan proteksi politik”, sementara mereka yang masih kuat justru aman bahkan diduga berlindung dibalik kekuasaan yang penuh dengan penyanderaan. “Bila kau usik aku, maka akan ku buka masa lalu mu..!”, begitu kira-kira dugaan latar belakangnya.

Tamparan untuk Presiden Prabowo dan UUD 1945 Palsu

Bagi Presiden Prabowo Subianto, kasus Noel jelas menjadi tamparan. Padahal sejak awal, ia berupaya keras membentuk kabinet yang bersih melalui retret di Akademi Militer Magelang, dalam retret membangunkan para menteri dan wamen pukul empat pagi, memberi nasehat etika, moral Pancasila bahkan di setiap rapat kabinet yang dipimpin langsung Presiden, menekankan disiplin dan integritas ala militer. Semua itu dimaksudkan sebagai “cuci otak” moral agar pejabat negara setia kepada bangsa, bukan kepada kepentingan pribadi atau golongan.

Namun, OTT terhadap Noel membuktikan bahwa retret dan nasehat moral saja tak cukup jika memang mental dan moral bawahannya sudah korup sejak dulu. Nilai Pancasila yang diulang-ulang dalam forum kabinet bisa tereduksi menjadi sekadar slogan, bila para pejabat masih bermental rente. Maka sangat beralasan ketika tokoh nasional Sri Bintang Pamungkas, Amir Hamzah dan para tokoh 66, 70an, lintas generasi dari Sabang – Merauke menggelar “Dekrit Maklumat Rakyat Kembali ke Pancasila dan UUD 1945 yang Asli” pada 20 Agustus 2025 lalu mengeluarkan dekrit kembali ke UUD 1945 yang asli dan tinggalkan UUD 1945 palsu yang dipakai sekarang.

Kasus Noel harus dibaca sebagai momentum rusaknya moral pemimpin dan kepalsuan sistem dari UUD 1945 ini telah merubah pasal-pasal penting sehingga salah satunya menyebabkan lemahnya sistem rekruitmen pemimpin negara, sehingga jiwa patriot nasionalis dan pelayan rakyat sulit terwujud. Maka tak heran kemudian muncul pemimpin yang bermental tempe, berprilaku korup, gaya hidup mewah hedonistik, pencitraan dan penuh kebohongan.

Jika Noel terbukti bersalah, ia bukan hanya mencoreng diri sendiri, tetapi juga memperlihatkan rapuhnya integritas di tubuh kabinet. Untuk itu, Prabowo perlu mengambil langkah berani: melakukan evaluasi sistem konstitusi total, diawali dengan “amputasi kabinet”. Menteri atau wakil menteri yang memiliki jejak kelam, dugaan kasus moral maupun korupsi, sebaiknya segera diganti.

Hanya dengan cara itu visi-misi mulia Presiden mewujudkan pemerintahan yang bekerja sungguh-sungguh untuk rakyat bisa berjalan. Pemberantasan korupsi bukan hanya soal hukum, tetapi soal kemauan politik tertinggi dari Presiden untuk tidak memberi ruang bagi pejabat bermasalah.

Penutup

OTT Noel harus dilihat sebagai ujian awal bagi pemerintahan Prabowo. Apakah hukum benar-benar tegak lurus, atau sekadar dijadikan alat untuk menyingkirkan musuh politik? Publik tentu berharap KPK kembali pada marwahnya sebagai lembaga independen, menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Bagi Presiden Prabowo, ini saatnya membuktikan bahwa moralitas kabinetnya bukan sekadar retorika, melainkan komitmen nyata untuk Indonesia yang bersih dari korupsi.

Masjid Rahman Hakim, Salemba, Jakarta Pusat, Jumat 22 Agustus 2025, 11:18 WIB.

Berita Terkini