Oleh: Saiful Huda Ems.
Mudanews.com OPINI – Banyak orang yang tidak menduga, bahwa telunjuk “sakti” Jokowi begitu mudahnya patah, ketika tiba-tiba Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan kebijakan amnesti untuk Hasto Kristiyanto, hingga Hasto Kristiyanto langsung bebas dari hukuman, padahal beberapa hari sebelumnya majelis hakim yang menyidangkan perkaranya, telah memvonisnya 3,5 tahun penjara berikut denda 250 juta.
Saya katakan telunjuk “sakti” karena mayoritas pemerhati politik dan hukum di negeri ini sangat mengerti, bahwa tidak mungkin KPK mendaur ulang perkara purba kasus Suap Harun Masiku yang kali ini menyeret-nyeret nama besar Hasto Kristiyanto, kalau tidak ada instruksi dari mantan penguasa, sampah demokrasi, yakni Jokowi. Lalu ketika telunjuk “sakti” itu tak mampu lagi membuat Hasto Kristiyanto dipenjara 3,5 tahun dan denda 250 juta, maka saat itulah telunjuk “sakti” itu benar-benar terlihat patah !.
Bahkan yang pada awalnya nampak ada usaha dari Ketua Genk Solo itu untuk menyingkirkan Hasto Kristiyanto dari posisinya sebagai Sekjen PDIP, ternyata semuanya gagal total. Saat Hasto ditahan di rutan KPK, Ketua Umum PDIP, Ibu Megawati Soekarnoputri masih mempercayakan posisi Sekjen PDIP pada Hasto Kristiyanto, dan ketika terjadi Konggres PDIP yang disamarkan menjadi rapat kordinasi nasional PDIP, Hasto sempat tidak diumumkan sebagai Sekjen. Namun tak seberapa lama kemudian nama Hasto Kristiyanto telah dimunculkan kembali sebagai Sekjen PDIP. Ini artinya rencana jahat Ketua Genk Solo itu hancur berantakan !.
Hasto Kristiyanto merupakan orang yang selama ini bersikap kritis pada penyalah-gunaan kekuasaan (abuse of power) yang dilakukan oleh Jokowi. Hasto Kristiyanto sangat kritis terhadap pelemahan institusi, manipulasi hukum, manipulasi sistem oleh elit dan pengabaian terhadap prinsip-prinsip check and balances, kebebasan pers dan pengabaian terhadap realitas hukum. Presiden Jokowi ketika itu sangat merasakan sekali kerasnya “pukulan-pukulan” kritis Hasto Kristiyanto yang menghunjam ke wajah kekuasaannya, maka jangan heran kemudian KPK yang telah dikendalikannya itu diarahkannya dari luar, untuk menjerat Hasto Kristiyanto.
Ketika sama sekali tidak ditemukan catatan kriminalitas Hasto, Penyidik KPK kemudian mendaur ulang kasus purba suap Harun Masiku yang sudah inkracht di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus tahun 2020. Memalukan !. Celakanya lagi, stelah Penyidik KPK hanya berhasil menahan Hasto Kristiyanto sejak 20 Februari 2025 dengan tuduhannya yang sangat lemah, tidak ada bukti dan saksi yang kuat, majelis hakim Tipikor memvonis Hasto 3,5 tahun berikut denda 250 juta, namun tak seberapa lama langsung dipalu godam oleh Presiden Prabowo Subianto yang disepakati oleh anggota-anggota DPR RI dengan amnesti. Hasto Kristiyanto bebas merdeka tepat di bulan kemerdekaan Indonesia !
Gagal maning gagal maning Son…Ketua Genk Solo sudah gagal memenjarakan Hasto, kini ia malah tertimpa sakit Raja Kurap lagi, karena kutukan dari Vatikan. Ini seperti orang yang jatuh tertimpa batu meteor, bukan hanya sakit tapi juga ambles ke dasar bumi !. Wibawanya hilang, wajahnya lebam, tidak ada yang mau diajak salaman akibat penyakitnya, memobilisasi orang-orang yang kesannya berbondong-bondong ingin silaturrahmi ke rumahnya, rencana jahatnya kacau balau karena dua simbol oposisinya (Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong) dibebaskan dari hukuman, lalu diserang oleh Badai Biru dengan Kasus Ijazah Palsunya.
Saya kok jadi tiba-tiba ingat lagu lawas Itje Trisnawati yang berjudul Badai Biru, yang penggalan lirik lagunya seperti ini:
“Bagai bunga layu di tangkainya, hingga jatuh tiada yang sudi memandangnya. Biru langitpun kelabu, putih awanpun berlalu, tak peduli, walaupun ada yang sudi, memandangpun sebelah mata. Kemana ku bawa hati yang merana, hampanya jiwa, bumi tuk berpijak bak di atas bara”.
Hem…tragis sekali nasib terakhir Ketua Genk Solo, Mukidi. Hasto Kristiyanto bebas dengan amnesti dan kembali menjadi Sekjen PDIP yang sangat kuat penuh wibawa, berpengaruh di pentas politik nasional. Tom Lembong bebas dengan abolisi dan dikerubungi emak-emak karena kegantengan dan kewibawaannya.
Namun Mukidi di Solo malah merana, diserang kasus Gajah (Ga ada Ijazah) yang menurutnya datang dari Biru. Itu biru maksudnya Partai Demokratnya Pak SBY ataukah Badai Biru lagunya Itje Trisnawati, hei Mukidi, Ketua Genk Para Bromocora Negara?!.
Oh ya, bagi yang tidak percaya adanya intervensi politik dari Jokowi, silahkan baca pledoi dan duplik Hasto Kristiyanto. Kedua dokumen tersebut merupakan karya akademis dangan kebenaran ilmiah dan referensi pemikiran yang sangat berbobot. Setelah membaca pledoi dan duplik hasil tulisan tangan Hasto Kristiyanto, saya berkesimpulan 1000% bahwa itu adalah kasus daur ulang. Hasto Kristiyanto benar-benar menjadi tahanan politik…(SHE).
Minggu 17 Agustus 2025.
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer, Analis Politik dan Pengagum Itje Trisnawati.