Oleh: S. Purwadi Mangunsastro, Wangsa Arya Penangsang – Kerajaan Demak V;
Sekjen PDKN – Direktur Eksekutif Yayasan Al Farizi Nusantara
Pendahuluan
Mudanews.com OPINI – Seluruh umat manusia adalah keturunan Nabi Adam AS. Dalam perjalanan sejarah, pertarungan antara kebenaran dan kebatilan sering kali diibaratkan seperti perang keluarga Bharata dalam kisah Hindu, yaitu peperangan antara Pandawa dan Kurawa.
Analogi ini relevan untuk memahami situasi bangsa Indonesia saat ini, yang tengah menghadapi berbagai tantangan besar dalam mempertahankan nilai dan identitasnya.
Nabi Ibrahim dan Warisan Spiritualitas Bangsa Nusantara
Nabi Ibrahim AS dikenal sebagai “Bapak Para Nabi” (Abul Anbiya) karena banyak nabi yang berasal dari keturunannya.
Dari 25 nabi yang disebut dalam Al-Quran, 19 adalah keturunan Nabi Ibrahim, termasuk Nabi Ismail, Ishaq, Ya’qub, Musa, Daud, Sulaiman, Isa, dan Muhammad SAW. Gelar Khalilullah, kekasih Allah, disematkan kepadanya, sebagaimana firman Allah dalam Surat An-Nisa ayat 125:
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang dengan ikhlas berserah diri kepada Allah, mengerjakan kebaikan, dan mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah telah memilih Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.” (QS An-Nisa: 125)
Dalam konteks ini, bangsa Nusantara sebagai pewaris sejarah panjang dan spiritualitas tinggi, seharusnya mampu menjaga dan mempertahankan nilai luhur tersebut.
Indonesia sebagai Medan Perang Baratayuda
Jika kita menganalogikan situasi politik dan sosial di Indonesia saat ini, layaknya medan perang Baratayuda antara Pandawa dan Kurawa.
Pandawa yang terdiri dari Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa, merupakan lambang kebenaran dan keadilan, sedangkan Kurawa yang dipimpin Duryudhana adalah simbol keserakahan dan penindasan.
Dalam konteks Indonesia, kelompok yang berorientasi pada keadilan, nilai luhur, dan keberagaman adalah Pandawa, sementara kelompok yang bernafsu mengambil kekuasaan secara sewenang-wenang serta mengabaikan hak-hak sesama adalah Kurawa.
Situasi ini menunjukkan betapa bangsa kita sedang berperang mempertahankan integritas dan kedaulatan dari ancaman internal dan eksternal.
Aset Amanah Nusantara dan Kooptasi Sistem Internasional
Kita bisa mengibaratkan aset dana amanah bangsa Nusantara sebagai harta pusaka leluhur, yang secara simbolis dikaitkan dengan kekayaan Nabi Sulaiman AS.
Aset ini, dalam pandangan penulis, tersistem di bawah pengelolaan lembaga internasional seperti World Bank, IMF, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Masing-masing lembaga memiliki struktur dan otonomi sendiri, tetapi bersama-sama mengontrol sebagian besar sistem keuangan global.
Indonesia saat ini menghadapi tekanan dari sistem tersebut, yang secara tidak langsung menjadi medan perang pengaruh antara kekuatan dunia dan kepentingan nasional.
Perubahan Ideologi dan Krisis Konstitusional Pasca Reformasi
Pasca reformasi, Indonesia mengalami perubahan besar terutama dengan hadirnya Undang-Undang Dasar (UUD) hasil amandemen 1999-2002.
Penulis berpendapat bahwa UUD hasil amandemen ini telah menggeser paradigma bangsa dari Pancasila asli menjadi lebih berorientasi pada kapitalisme dan liberalisme, serta membuka ruang bagi pengaruh ideologi lain yang berpotensi mengikis nilai luhur bangsa.
Terjadi pergeseran signifikan dari akar ideologi Pancasila yang menjadi falsafah bangsa sejak 18 Agustus 1945, menuju sistem yang lebih pragmatis dan berpotensi merugikan kepentingan rakyat banyak.
Siapakah Pandawa dan Kurawa di Indonesia Masa Kini?
Pertanyaan penting adalah: siapa sesungguhnya Pandawa dan siapa Kurawa di zaman ini?
Apakah rezim politik dan elit kekuasaan yang berkuasa selama ini termasuk Kurawa yang serakah dan haus kekuasaan?
Apakah kepentingan oligarki dan kelompok asing yang masuk melalui sistem politik dan ekonomi adalah bagian dari Kurawa yang ingin menguasai Indonesia?
Penulis menyoroti rezim Jokowi (JKW) yang selama dua periode memimpin dan kini diteruskan oleh kolaborasi politik baru, dengan tudingan bahwa berbagai kebijakan hukum dan ekonomi yang dibuat sarat kepentingan kapitalis dan oligarki.
UU-uu kontroversial seperti UU Omnibus Law, UU KPK, dan UU Minerba disebut sebagai instrumen yang merugikan rakyat dan memperkuat kekuasaan elit tertentu.
Bahaya Kapitalisme dan Oligarki
Penulis juga mengingatkan bahwa sistem kapitalisme yang digawangi oligarki dan campur tangan kekuatan asing seperti China dan kelompok-kelompok internasional lain dapat menjadi ancaman laten bagi kedaulatan Indonesia.
Hal ini terlihat dari semakin melebar jurang antara si kaya dan si miskin, serta naiknya angka kemiskinan dan ketimpangan sosial.
Kegagalan Penegakan Hukum dan Demokrasi
Proses hukum yang semestinya menjadi alat keadilan justru menjadi instrumen politik yang dipermainkan oleh kekuasaan, sehingga menimbulkan krisis kepercayaan terhadap negara.
Indonesia dianggap gagal dalam mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.
Utang Negara dan Kepercayaan pada Dana Amanah
Salah satu sorotan adalah pernyataan bahwa pemerintah pernah mengklaim mengantongi dana sebesar Rp11 ribu triliun yang ternyata tidak nyata.
Bahkan hutang negara semakin bertambah hingga mencapai Rp20 ribu triliun.
Dalam pandangan penulis, ini adalah pelecehan terhadap hak rakyat pribumi dan indikasi salah kelola aset amanah bangsa yang seharusnya menjadi hak Tuhan Yang Maha Esa.
Harapan Akan Kelahiran Pandawa Baru
Penulis mengakhiri refleksinya dengan harapan agar bangsa Indonesia mampu melahirkan “Pandawa-Pandawa” baru yang mengandalkan kebenaran dan kejujuran sebagai senjata utama dalam menghadapi tantangan zaman.
Dengan semangat luhur dan landasan spiritual yang kuat, kemenangan atas peperangan ini dapat diraih.
Penutup
Peperangan besar antara kebaikan dan kebatilan tengah berlangsung di Indonesia.
Bangsa ini harus waspada dan bangkit mempertahankan nilai luhur, persatuan, dan kedaulatan demi mewujudkan cita-cita kemerdekaan sejati yang berlandaskan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika. Berpegang teguhlah pada tali Allah, dialah akidah berdasarkan pada ajaran Islam yang bersumber dari Al-Quran. Surat Ali Imran ayat 103 yang menegaskan : “Dan berpeganglah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai”.
(sp.official.130825). Cc. Bunda Ratu Samsiah Pertiwi.