Oleh : Prasetijono Widjojo MJ
Mudanews,com OPINI – Dengan dunia yang semakin digitalized dan akses informasi yang terbuka dalam public domain, technologi semakin maju. Namun, pada saat yang bersamaan manipulasi data dan informasi semakin mudah dan berita hoaks semakin menjamur menjadi pandemic virus yang membuat otak manusia tidak waras. Public distrust menjadi warna kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada kondisi seperti ini menjadi sangat relevan untuk “lebih percaya” kepada diri sendiri karena orang lain atau bangsa/negara lain akan sulit dideteksi apa niat mereka. Apakah mereka mengawali perbuatannya dengan niat baik atau niat jahat (mens rea). Sehingga politik LN yang bebas dan aktif menjadi sangat relevan untuk terus dilakukan agar negara bangsa tidak terperangkap atau terjebak dalam kepentingan bangsa/negara lain yang biasanya hanya berkisar tentang penguasaan sumber daya alam. Politik LN yang bebas dan aktif ini perlu diredefinisikan kembali dalam perubahan geo-politik dan geo-ekonomi dunia.
Sementara itu untuk melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial, negara bangsa harus kuat dalam konteks politik, ekonomi, dan budaya. Para pemimpin harus mempunyai komitmen yang kokoh dan tidak berubah untuk menjadikan Trisakti sebagai kondisi prasyarat agar misi bangsa (Alenia Ke-4 Pembukaan UUD 1945) dapat diwujudkan. Oleh karena itu leadership harus kuat baik dalam Tata Kelola Pembangunan Nasional maupun Politik LN-nya. Menjadikan Trisakti sebagai kondisi prasyarat artinya Indonesia sebagai negara bangsa harus Berdaulat dalam politik, Berdikari dalam Ekonomi, dan Berkepribadian dalam Kebudayaan.
Mencapai tujuan negara, yaitu Negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur dengan Trisakti sebagai kondisi prasyarat harus didukung dengan penguasaan IpTek (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi). Pertanyaannya adalah Iptek yang seperti apa dan bagaimana caranya. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap bangsa lain (yang kadang dapat melemahkan kedaulatan politik) penguasaan Iptek sebaiknya berpijak pada potensi nasional atau potensi alam Indonesia. Iptek dikembangkan dengan berpihak kepada “back to nature technology” yang sesuai dengan SDA dan SDM Indonesia. Pure science mungkin bisa diadopsi dari mana saja, tetapi kondisi lokal alam Indonesia dan budaya setempat harus menjadi pertimbangan utama dalam pendalaman, pengkayaan dan inovasi teknologi. Research and development tidak hanya menjadi tugas pemerintah saja tetapi juga menjadi tanggung jawab dunia pendidikan dan dunia bisnis, bahkan dengan melibatkan partisipasi rakyat secara luas. Teknologi tepat guna harus berbasis kepada potensi daerah/wilayah dan potensi nasional. Sistem inovasi nasional harus berjalan seiring sejalan dengan sistem inovasi daerah agar pembangunan nasional dan daerah tidak tercerabut dari budaya daerah. Oleh karena itu budaya daerah dalam bentuk local wisdom ataupun local genius harus dirawat dan dikembangan sesuai kemajuan jaman.
Singkatnya, pembangunan Indonesia (bukan pembangunan di Indonesia) harus diperkokoh dalam tiga ranah, yaitu Ranah Tata Nilai (Mental-Karakter), Ranah Tata Kelola (Institusional-Politikal), dan Ranah Tata Sejahtera (Material-Teknologikal) yang dilakukan dengan berpijak pada paradigma Pancasila. Nilai-nilai Pancasila harus diinternalisasikan dalam rancangan pembangunan dan kebijakan publik mulai dari peraturan perundangan yang berlaku sampai implementasinya.
Back to nature technology dapat diartikan bahwa pembangunan peradaban bangsa berpijak kepada platform “Indonesia” yang antara lain bercirikan:
1. Bangsa yang majemuk (multikultural), yang beragam, denga segala keunikannya. Sila pertama, kedua, dan ketiga Pancasila sangat relevan untuk melaksanakan pembangunan dalam kondisi kemajemukan ini. Ketuhanan, kemanusiaan, dan persatuan merupakan spirit yang harus diperkokoh dalam bentuk prinsip gotong royong.
2. Wilayah Indonesia yang terletak diantara dua benua dan dua samudera, serta Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan segala potensinya harus menjadi pertimbangan utama dalam menentukan arah pembangunan kedepan. Kemaritiman termasuk di dalamnya agro-marine, interkoneksi antar pulau, pembangunan kawasan pantai yang ramah lingkungan, merupakan hal-hal yang ditempatkan sebagai agenda prioritas pembangunan nasional.
3. Wilayah Indonesia yang dikelilingi oleh banyak gunung berapi (ring of fire) dan terletak pada pertemuan lempeng-lempeng secara geologis harus diantisipasi dan dimitigasi bagaimana membangunnya dan technology yang bagaimana yang harus dikembangakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pusat inovasi nasional dan daerah harus diperkuat untuk terus berkontribusi bagi pembangunan kewilayahan ini.
4. Penduduk Indonesia yang jumlahnya semakin meningkat, sementara luas lahan pertanian semakin kecil sebagai akibat konversi lahan yang semakin meningkat pula menuntut adanya inovasi teknologi yang berbasis pada peningkatan kualitas dan produktivitas yang bersifat intensifikasi, karena pola ekstensifikasi sudah semakin terbatas ruangnya. Prinsip gotong royong terus didorong agar terjadi kolaborasi antar wilayah sesuai potensinya, yang memperkuat perdagangan antar wilayah.
5. Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan harus tetap dijaga dan dirawat walaupun tidak bisa dihindari terjadinya adopsi bahasa asing ataupun daerah menjadi bahasa Indonesia. Hal ini justru semakin memperkaya bahasa Indonesia dan memperkuat kohesi sosial bangsa Indonesia.
Terkait dengan penerapan Pancasila sebagai paradigma pembangunan peradaban bangsa, dapat diartikan bahwa Pancasila selain sebagai pandangan hidup bangsa dan dasar negara, Pancasila adalah juga sebagai bintang penuntun bangsa yang menjadi Titik Temu, Titik Tumpu, dan sekaligus Titik Tuju dalam membangun peradaban. Pancasila menjadi energi untuk mempersatukan keberagaman (titik temu), yang berpegang pada kedaulatan di tangan rakyat melalui hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan (titik tumpu), dan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (titik tuju). Oleh karena itu Pancasila dalam
Implementasinya harus dijabarkan sebagai “ideologi kerja” melalui pembangunan peradaban di tiga ranah: Tata Nilai, Tata Kelola dan Tata Sejahtera. Pembangunan Tata Nilai memerlukan penguatan Rezim Pendidikan sebagai pemeran utamanya. Sedangkan pembangunan Tata Kelola harus didukung dengan peran rezim politik dan kebijakan dalam satu sistem yang sesuai dengan sila keempat Pancasila. Yang terakhir, pembangunan ranah Tata Sejahtera harus didukung oleh rezim ekonomi sebagai aktor utama untuk mewujudkan perekonomian nasional yang mampu mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Semoga bermanfaat
Jakarta, Jum’at 8 Agustus 2025
Daftar Pustaka:
1. Aliansi Kebangsaan, Memperadabkan Bangsa: Paradigma Pancasila untuk Membangun Indonesia, Penerbit Buku Kompas, 2022.
2. Yudi Latif, Wawasan Pancasila: Bintang Penuntun untuk Pembudayaan, Edisi Komprehensif, Penerbit Mizan, 2020.