Oleh : Anton Christanto
Pemerhati dan pengamat sosial politik di Boyolali
Mudanews.com OPINI – PPATK, Negara, dan Ancaman Teror Finansial Terhadap Rakyat Kecil
Bayangkan: kau seorang buruh migran. Puluhan tahun kau kumpulkan uang halal, disimpan di rekening tabungan anakmu di kampung. Tidak disentuh. Lalu suatu hari, kau pulang. Ingin membangun rumah. Tapi rekeningmu diblokir. Uangmu dibekukan. Karena apa? Karena dianggap “tidak aktif” selama 3 bulan. Dicurigai. Dianggap mencurigakan.
Inilah wajah negara hari ini. Negara yang tidak lagi melindungi rakyat. Negara yang mencurigai rakyatnya sendiri. Negara yang bersekongkol dengan ketakutan.
PPATK = Polisi Keuangan? Atau Teroris Psikologis?
Dengan aturan barunya, PPATK menjelma jadi “polisi keuangan” yang tidak pernah kita pilih, tidak kita ketahui, dan tiba-tiba masuk ke rekening kita. Mereka membuat aturan: Rekening tidak aktif 3–12 bulan bisa dibekukan. Padahal itu tabungan pribadi. Milik orang tua, pelajar, petani, atau pensiunan.
PPATK bilang ini demi mencegah kejahatan finansial. Tapi siapa yang mereka tindak?
Koruptor kelas kakap masih bebas.
Mafia migas, mafia tambang, mafia anggaran, semua tenang.
Para pejabat yang menyembunyikan triliunan rupiah dalam saham dan properti tak tersentuh.
Justru rakyat yang kena: uang halal, dari keringat sendiri, dibekukan diam-diam. Bahkan tanpa pemberitahuan. Ini bukan hanya pelecehan. Ini teror keuangan yang dilegalkan.
KAMI TIDAK TAKUT PENJAHAT. KAMI TAKUT NEGARA!
Hari ini, rakyat tidak takut pencopet. Tidak takut penjahat. Kami takut negara sendiri.
Takut menyimpan uang di bank, karena bisa dibekukan. Takut nabung untuk anak sekolah, karena dicurigai. Takut menyimpan hasil panen setahun, karena tak ada transaksi bulanan.
Dan lucunya, para penguasa justru pamer program “literasi keuangan”. Disuruh menabung, disuruh cashless, disuruh pakai QRIS, disuruh percaya bank. Tapi begitu rakyat patuh, rekeningnya dijarah atas nama “analisis transaksi mencurigakan”.
Apa ini bukan pengkhianatan pada rakyat?
Satu Langkah Lagi Menuju Bank Run Nasional
Kalau rakyat kehilangan kepercayaan pada bank, yang terjadi hanya satu: bank run.
Dan itu sudah mulai terasa:
Orang-orang mulai menarik uang dan simpan di rumah.
UMKM kecil mulai pakai cash semua.
Kaum tua mulai kembali ke sistem koperasi dan arisan.
Bahkan yang kaya sekalipun, mulai lari ke bank luar negeri.
Inilah awal dari krisis yang sebenarnya. Karena krisis yang paling berbahaya bukanlah ketika uang habis, tapi ketika rakyat takut menyimpan uangnya sendiri di negeri sendiri.
Di Mana Wakil Rakyat? Di Mana OJK?
Pertanyaan penting: di mana DPR? Di mana OJK? Di mana BI? Di mana Presiden?
Kenapa semua diam? Kenapa tidak ada yang berdiri membela rakyat kecil?
Mengapa ketika pejabat pajak pamer kekayaan, mereka dilindungi? Tapi ketika rakyat menyimpan uang diam-diam untuk anak dan cucunya, mereka dicurigai?
Mengapa ketika mafia tambang menjarah hutan, negara pura-pura buta? Tapi ketika emak-emak menyimpan hasil arisan, negara tiba-tiba siaga?
Apakah negara ini hanya berani menindas yang lemah, dan tunduk pada yang kuat?
INI BUKAN HANYA ATURAN. INI ADALAH PENGKHIANATAN!
Aturan PPATK bukan soal teknis. Ini soal moral. Soal arah kebijakan negara. Ketika negara mulai ikut campur dalam hak rakyat atas uangnya sendiri, itu bukan demokrasi. Itu diktatur finansial.
Kami punya hak menyimpan uang. Kami punya hak tidak pakai rekening. Kami punya hak menabung tanpa dicurigai.
Kalau negara mulai menyerang hak-hak ini, maka rakyat berhak melawan.
TOLAK! LAWAN! CABUT ATURAN PPATK!
Jika kita diam, besok bukan hanya rekening kita yang dibekukan. Besok, dompet kita akan disita. HP kita akan dipantau. Nafas kita akan diatur. Jangan tunggu sampai semuanya terlambat.
Rakyat harus bicara. Rakyat harus marah. Rakyat harus bersatu.
Karena uang kami bukan milik negara. Uang kami bukan alat negara untuk menindas.
Uang kami adalah hidup kami. Hak kami. Kebebasan kami.