Komisaris BUMN: Jabatan Basah untuk Bayar Utang Politik di Era Prabowo-Gibran?

Breaking News
- Advertisement -

Oleh : Anton Christanto
Pemerhati dan pengamat sosial politik di Boyolali

Mudanews.com OPINI – Di negara manapun, perusahaan milik negara (BUMN) adalah instrumen ekonomi dan politik. Tapi di Indonesia, BUMN telah menjadi ladang subur untuk membayar utang politik. Di balik setiap komisaris BUMN yang tidak kompeten, ada satu cerita tentang kekuasaan yang dibeli dengan uang rakyat. Dan kini, di era Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, wajah baru ternyata hanya menyempurnakan pola lama.

Yang membuat rakyat layak marah: jabatan komisaris BUMN terus dijadikan hadiah politik, padahal fungsinya sangat penting.

Apa Fungsi Komisaris? Kenapa Penting Sekali?

Di perusahaan swasta maupun BUMN, posisi komisaris bukan hiasan. Mereka adalah wakil pemilik modal, yang bertugas:
1. Mengawasi direksi secara aktif – memastikan perusahaan dijalankan secara sehat, efisien, dan tidak melenceng dari tujuan strategis.
2. Memberikan nasihat kepada manajemen – termasuk menyetujui rencana bisnis, investasi, hingga pengeluaran besar.
3. Melindungi kepentingan pemegang saham – dalam BUMN, berarti melindungi uang rakyat, bukan uang partai.

Jika komisarisnya salah orang, maka:
* Proyek bisa salah urus.
* Korupsi bisa terjadi tanpa rem.
* Rakyat yang menanggung kerugiannya.

Di perusahaan swasta, komisaris dipilih karena kompetensi, reputasi, dan kredibilitas. Tapi di BUMN—terutama era Prabowo-Gibran—komisaris bisa didapat karena “jasamu selama kampanye”.

Jabatan Basah, Gaji Gendut, Tanggung Jawab Minim?

Banyak rakyat belum tahu bahwa gaji komisaris BUMN bisa mencapai puluhan bahkan ratusan juta rupiah per bulan, plus fasilitas mewah dan tunjangan. Tapi sayangnya, beberapa dari mereka tidak pernah duduk di rapat, tidak paham bisnis, dan bahkan tidak tahu core usaha perusahaan yang diawasinya.

Kita, rakyat Indonesia, membayar mereka untuk diam. Untuk abai. Untuk menjadi alat politik.

Contoh Komisaris BUMN yang Bikin Emosi

Kita tidak sedang menebar kebencian. Tapi publik perlu tahu fakta di lapangan.

Era Prabowo-Gibran: Pola Lama, Kemasan Baru
1. Abdullah Mansuri – mantan Ketua Umum IKAPPI, dikenal sebagai relawan Prabowo. Diangkat jadi Komisaris PT RNI (holding pangan).
2. Slamet Ma’arif – tokoh 212, tidak punya rekam jejak korporasi, diangkat menjadi Komisaris di Askrindo Syariah.
3. Beberapa relawan muda Gibran juga diduga akan mendapat kursi di anak-anak perusahaan BUMN dengan pengawasan longgar dan media coverage minim.

Apa hubungannya pedagang pasar dan orator politik dengan pengawasan perusahaan strategis bernilai miliaran rupiah?

BUMN Jadi ATM Politik, Siapa yang Bayar?

BUMN seharusnya untung besar. Tapi kenyataannya banyak yang rugi berkepanjangan:
* Garuda Indonesia: puluhan triliun utang.
* Krakatau Steel: bertahun-tahun tak efisien.
* Jiwasraya dan Asabri: skandal korupsi BUMN terbesar dalam sejarah.

Namun dalam kondisi begitu, justru yang terjadi adalah bagi-bagi jabatan, bukan penyelamatan profesional. Komisaris jadi “jalur basah” untuk menghidupi mesin partai. Ongkos politik pilkada dibiayai lewat gaji dan proyek dari BUMN.

Ini adalah bentuk penyalahgunaan struktur negara yang terang-terangan. Tapi tidak ada yang malu. Tidak ada yang berhenti. Tidak ada yang merasa bersalah.

Kita, Rakyat, Harus Marah

BUMN bukan milik partai. Komisaris bukan hadiah. Uang negara bukan “balas jasa politik”.

Setiap rupiah yang dibayar pada komisaris tidak becus, adalah penghinaan terhadap rakyat yang membayar pajak. Terhadap mahasiswa yang terancam DO karena UKT mahal. Terhadap ibu rumah tangga yang listriknya diputus. Terhadap pasien BPJS yang ditolak IGD karena kamar penuh.

Saatnya Bertanya dan Menolak Diam

* Siapa saja komisaris BUMN hari ini?
* Apa latar belakang mereka?
* Apa kontribusinya?
* Berapa kerugian BUMN yang mereka awasi?
* Dan yang paling penting: Berapa banyak lagi uang rakyat harus habis demi ambisi partai?

BUMN bukan sapi perah. BUMN bukan harta rampasan perang pemilu. Komisaris bukan alat tim sukses. BUMN harus kembali ke rakyat, bukan ke partai.

 

Berita Terkini